Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Pemerintah "Panik" Stop Sampah Plastik, WPO Sarankan Tutup TPA Bangun TPST

Rabu, 06 November 2019

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Badung. Organisasi Pengemasan Dunia atau WPO (World Packaging Organization) menggelar WPO Board Meeting ke-2 Tahun 2019 di Hotel Innaya Putri Bali, Nusa Dua, Badung, 4-8 November 2019. Dalam pertemuan World Packaging Organization ini selain berbicara soal pertumbuhan bisnis packaging secara nasional juga membahas isu sampah plastik yang dianggap mencemari lingkungan.
 
 
Hal itu menjadi tantangan bagi industri dimana persoalan tersebut kini semakin komplek. Untuk itu, pihak industri sendiri tidak tinggal diam dalam menyikapi persoalan ini dan tidak ingin dijadikan momok penyebab terjadinya timbunan sampah plastik yang mencemari lingkungan dan menjadi tantangan industri kedepannya.
 
Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia, Hengki Wibawa menyatakan pihak industri menganggap pelarangan sampah plastik itu sebagai bentuk 'kepanikan' pemerintah. Apalagi teknologi industri kemasan terus tumbuh dan melalui kegiatan ini kalangan industri mencari teknologi yang terbaik dan belajar bagaimana produk kemasan harus bisa terlindungi disamping juga ramah lingkungan.
 
"Di era digital orang tidak punya banyak waktu, kita harus cari formula untuk melindungi keberlanjutan produk kemasan," kata Hengki disela kegiatan tersebut.
 
Menurut Hengki, pihak industri sadar akan kesehatan sehingga dituntut untuk melakukan inovasi mencari bahan yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. 
 
"Mulai berlakunya Ecommerce tak bisa dipungkiri, industri harus bisa menjadi rantai pasok yang memiliki informasi dengan menggunakan QR code dan sebagainya," terangnya. 
 
Kedepan ia meminta kepada kalangan industri packaging harus murah, baik dan ramah lingkungan sehingga jangan sampai membebani industri makanan dalam kemasan. 
 
Ket Foto: Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia, Hengki Wibawa
 
"Ini kan tuntutan jaman sekarang. Inovasi harus dilakukan demi keberlangsungan industri packaging itu sendiri," tegasnya. 
 
Bagi Hengki, hal yang terpenting dari semua itu ialah bagaimana packaging itu ramah lingkungan karena ramah lingkungan kerap dijadikan isu keberlangsungan industri packaging meski isu ini kadang-kadang salah kaprah. Ia memberi contoh kita perlu pakai kemasan yang mudah terurai, ramah lingkungan tapi nyatanya tidak demikian. 
 
 
Lebih lanjut Hengki mejelaskan bahwa percuma memiliki tempat pembuangan sampah yang tercampur semua atau yang dikenal sebagai Tempat Penampungan Akhir (TPA) karena bagaimana mungkin sampah akan terurai.
 
"Yang ada ampah hanya akan mengendap menjadi tumpukan sampah. Yang terbaik hari ini menurut saya adalah yang bisa di daur ulang, recycleable," sarannya. 
 
Hengki mengakui Indonesia sebenarnya telah memiliki teknologi daur ulang tapi bukan yang terbaik. Industri daur ulang juga ada yang dikelola secara berkelompok, tapi namanya waste management atau pengolahan sampah tidak demikian mudahnya, bahkan cenderung kompleks. 
 
"Kalau di negara maju sampah sudah dipilah-pilah dan edukasi soal itu jauh sebelum mereka memilah sampah seperti sekarang. Bukannya tiba-tiba mengeluarkan peraturan pembatasan penggunaan kemasan dengan alasan untuk mengurangi timbunan sampah, tapi proses tidak dilakukan," kritiknya. 
 
Menurutnya, itulah yang dinamakan kepanikan pemerintah yang mestinya berperan bukan hanya membatasi tapi bagaimana memberikan subsidi bukan kepada industrinya tapi subsidi proses daur ulangnya. 
 
 
 
"Kalau di negara maju, hal itu sudah dilakukan, pemilahan dan proses daur ulang yang disubsidi pemerintah. Yang terjadi saat ini sampah dipilah dari rumah tangga atau industri, begitu naik ke mobil dicampur lagi, lantas apa gunanya pemilahan tersebut," tutur Hengki yang sekolah dan lama tinggal di Jerman ini. 
 
Untuk itu, sambung Hengki, kata kunci untuk mengatasi persoalan ini yaitu sinergitas pihak terkait, dari mulai kebijakan, edukasi hingga teknologi. Semua mesti dilakukan secara simultan, jangan hanya menyalahkan apalagi tinggal diam. 
 
Bahwa UU No 18/2008 tentang penanganan sampah atau tepatnya sebelas tahun yang lalu berbunyi, lima tahun setelah tahun 2008 yang namanya TPA mestinya sudah ditutup semua, digantikan dengan 500 kabupaten untuk Tempat Penampungan Sementara Terpilah (TPST). 
 
"Ingat, ini yang mestinya dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan amanat UU. Dan akhirnya menjadi panik dimana semua pencemaran terjadi, pihak industri yang dijadikan momok," sentil Hengki seraya menyesalkan langkah pemerintah yang panik. 
 
Bnya, pelarangan single use bag bukan solusi karena sifatnya hanya sementara. Pasalnya, solusi yang tepat untuk semua itu dengan dibangunnya TPST dimana pemilahan sampah mulai dilakukan dari rumah, industri dan yang terpenting bagaimana menumbuhkan kesadaran masyarakat melalui edukasi, sosialisasi.
 
"Ini tidak serta merta nampak hasilnya, butuh waktu lama. Kalau peraturan sifatnya hanya bersifat punisment dan pembenaran saja, dimana proses edukasinya. Kalau dikatakan untuk pengendalian itu karena kepanikan pemerintah saja," pungkas Hengki.(BB).


Berita Terkini