Koperasi Dilarang Perkeruh Polemik Angkutan Online
Senin, 21 November 2016
internet
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com - Denpasar. Aplikasi angkutan berbasis online di Bali diharapkan tidak menunggangi koperasi untuk dijadikan alat melegalitas operasional angkutan online sebelum memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan No.32 tahun 2016 (PM32/2016).
Pernyataan itu kembali dipertegas oleh Kadis Koperasi dan UKM Provinsi Bali, Dewa Nyoman Patra, SH.MH yang mengingatkan agar seluruh koperasi yang berbisnis angkutan agar bisa menjadi contoh yang baik bagi usaha transportasi agar mengikuti semua aturan yang ada.
Pihaknya, sangat menyayangkan jika koperasinya sudah berbadan hukum, tapi diplintir bisa resmi menggunakan aplikasi yang operatornya belum berijin. "Ok, koperasi itu sudah punya badan hukum koperasi, tapi itu hanya sebagai badan usaha. Sekarang jika dia mau usaha seperti simpan pinjam, dia (koperasi) harus buat ijin lagi usahanya. Kalo juga mau mengadakan usaha taksi harus mohon ijin juga lagi. Harus diikuti aturan itu. Termasuk kerjasama pemasarannya juga harus punya ijin itu," tegas Dewa Patra.
Menurut Dewa Patra, setiap koperasi yang sudah berbadan hukum tidak bisa langsung bisa melegalkan operasional angkutan online seperti Grab dan Uber sehingga malah memicu polemik sampai saat ini.
"Nah sekarang badan hukum sudah ada, kalo mau buat usaha taksi harus minta ijin ke Dinas Perhubungan Provinsi Bali. Syukur usahanya itu sudah dapat. Nah sekarang kalo mau kerjasama dengan operator lain silahkan. Tapi harus penuhi syarat dulu. Kalo dia operator taksi harus sesuai dengan PM32/2016," tandasnya.
Semestinya jika koperasi menggunakan aplikasi mandiri yang operatornya koperasi sendiri itu tidak ada masalah. Tapi jika menggunakan aplikasi operator lain itu yang harusnya juga diurus ijinnya.
"Kalo pemasaran boleh saja seperti Ngurah Rai khan punya aplikasi mandiri. Tapi kalo Grab dan Uber jika bekerjasama memang bagus, tapi sudah punya ijin apa gak disini beroperasi? Karena harus punya ijin aplikasinya itu. Taksi koperasi ini sudah betul gak aturan mainnya seperti itu?," sindirnya terhadap salah satu koperasi yang berbalik arah getol membela aplikasi angkutan online di Bali itu.
Dewa Patra memaparkan bahwa jika semua ijinnya sudah pas, seperti mobilnya sudah atas nama koperasi, pemasarannya lewat Grab atau Uber sudah punya ijin aplikasi disini baru dikatakan boleh beroperasi.
"Jika ini belum berijin, itu juga belum khan berbahaya akan membuat masyarakat tidak nyaman terutama pengguna jasa taksi koperasi itu, dari sisi yang punya mobil juga kaget, kok saya punya ijin tapi tidak boleh. Padahal hanya aplikasinya yang tidak diperbolehkan beroperasi di Bali, karena belum mengurus ijin dan membuka kantor cabang resmi di Bali. Apalagi banyak penolakan khan kasian. Yang tidak tahu ken unduk (gak tahu apa-apa) dikira boleh, karena diplintir aplikasi ini sudah punya ijin, padahal tidak. Khan seperti itu jadinya," ucapnya geram.
Selaku Kadis Koperasi, Dewa Patra berharap semua koperasi yang selama ini membela angkutan online semestinya bisa memberikan contoh yang terbaik, bahwa aplikasi ini belum berijin.
"Tunjukan seperti itu. Jangan ini sudah, itu sudah, padahal belum ada ijinnya aplikasi ini. Khan kasian sopirnya," jelasnya sembari menghimbau bagi koperasi yang ingin memperjuangkan itu mestinya persyaratan formal harus dipenuhi dulu. Ibarat keluar bawa sepeda motor, harus bawa STNK, SIM dan pakai helm. Jika sudah seperti itu apapun yang jaga khan bisa tenang. "Kalo sudah berusaha dalam suasana tenang pasti rejeki akan datang. Tapi jika perusahaan tidak melengkapi persyaratan itu, berat dong. Ne ngejuk to ngejuk (ini nangkap, itu nangkap) dan berhadapan dengan masyarakat," sarannya.
Seperti diketahui, polemik angkutan online berbasis aplikasi Grab, Uber, GoCar di Bali makin berkepanjangan. Oleh karena itu, Gubernur Bali lewat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali langsung bersurat ke Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk menutup aplikasi angkutan online berbasis Uber, Grab dan GoCar di regional Bali.
Surat Permohonan Pemblokiran Layanan Aplikasi Online Taksi Uber, GrabCar dan GoCar di Provinsi Bali tersebut, ditujukan langsung kepada Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) RI di Jakarta tertanggal 2 November 2016 lalu.
Surat permohonan pemblokiran aplikasi angkutan online yang ketiga kalinya dilayangkan oleh Gubernur Bali itu, menunjuk surat Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali No.551/3273/DPIK tanggal 7 Maret 2016 perihal Larangan Operasional Taksi Uber dan GrabCar di Provinsi Bali dan surat Sekda Provinsi Bali No.551/15874/DPIK tanggal 27 September 2016 perihal Larangan Operasional Taksi Uber, GrabCar dan GoCar di Provinsi Bali meminta ketegasan Menkominfo RI untuk memblokir layanan aplikasi online Taksi Uber, GrabCar dan GoCar di Provinsi Bali sampai dengan dipenuhinya ketentuan PM32/2016 (Peraturan Menteri Perhubungan RI) dalam Pasal 40 dan 41 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Surat yang ditandatangani langsung oleh Sekda Provinsi Bali, Cokorda Ngurah Pemayun, SH.MH ini, nampaknya sebagai jawaban atas perintah Gubernur Bali, Made Mangku Pastika saat Simakrama Gubernur Bali di Wantilan DPRD Provinsi Bali untuk segera menyelesaikan polemik angkutan berbasis online yang sampai saat ini tidak mematuhi ketentuan yang tertuang dalam PM32/2016. (BB)