Iuran BPJS Akan Naik Hingga 2 Kali Lipat, Pemda Diminta perlu Antisipasi PBI Berlanjut
Rabu, 16 Oktober 2019
ist
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Rencana kenaikan besaran iuran BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari semula Rp 23 ribu per orang menjadi sebesar Rp 42 ribu pada awal 2020 mendatang, tentu perlu diantisipasi Pemerintah Daerah (Pemda) agar keberlangsungan PBI tetap berlanjut pada tahun berikutnya dari sisi ketersediaan anggaran.
BACA JUGA : Sumber Air di Bali "Kritis", Tata Ruang Harus Pertimbangkan 'Sekala Niskala' Demi Penyelamatan Air
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Denpasar dr. Muhammad Ali, pada acara diskusi bareng rekan media, Rabu (16/10/2019), di Warunk Upnormal Bali, Renon mengharapkan Pemda bisa lebih tepat menentukan segmentasi peserta Jaminan Kesehatan Nasional untuk kategori Penerima Bantuan PBI. Pihaknya tidak hanya mengharapkan kepesertaan JKN dari sisi kuantitas, tetapi juga kualitas, khususnya tepat segmentasinya. Terlebih rencana penyesuaian besaran iuran nanti, tentu pemerintah daerah harus menyiapkan anggaran yang tidak sedikit.
"Kami tidak menginginkan kalau ada peserta yang seharusnya masuk sebagai pekerja penerima upah dari badan usaha, tetapi masuk sebagai peserta PBI," katanya.
Untuk itu, pihaknya saat ini terus memantapkan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali maupun pemerintah kabupaten/kota untuk memvalidasi kepesertaan pengguna program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Untuk di kabupaten/kota yang menjadi wilayah unit kerjanya yakni di Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan dan Badung, jenis peserta yang masuk sebagai PBI dari APBD (446.714), PBI APBN (223.243), Pekerja Penerima Upah/PPU (582.500), Pekerja Bukan Penerima Upah/PBPU (277.150) dan Bukan Pekerja (47.141).
"Yang masuk PBI APBD itu cukup besar sekitar 28 persen, sedangkan PBI yang dibayarkan dari APBN jumlahnya 14 persen. Kami juga mengapresiasi kesadaran dari sejumlah badan usaha yang sudah mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional yang jumlah PPU sebanyak 37 persen dari total kepesertaan di wilayah Denpasar, Badung, dan Tabanan," ungkapnya.
Ket Foto: Kepala BPJS Kesehatan Cabang Denpasar dr. Muhammad Ali
Di sisi lain, Muhammad Ali mengatakan tingginya biaya pelayanan kesehatan akhirnya berdampak pada defisitnya anggaran BPJS Kesehatan karena profil morbiditas penduduk yang banyak menderita penyakit kronis dan belum optimalnya pembangunan kesehatan di hulu.
Dari data yang dihimpun, sekitar 80 persen dari kepesertaan PBPU atau jalur mandiri juga aktif membayar iurannya tepat waktu. Kenaikan iuran BPJS diwacanakan akan segera dinaikkan. Namun keputusan itu masih menunggu Peraturan Presiden (Perpres).
Dalam realisinya nanti, kenaikan iuran BPJS diperuntukkan bagi peserta dengan gaji Rp 8 juta hingga Rp 12 juta. Muhammad Ali menjelaskan, gaji dibawah Rp 8 juta masih perhitungan pembayaran iuran masih menggunakan skema lama.
"Apabila gaji dibawah Rp 4 juta berhak di kelas 2. Sedangkan untuk buruh hanya berdampak pada pekerja dengan upah Rp 8 juta sampai dengan Rp 12 juta, gaji dibawah itu tidak terdampak," jelasnya.
Dari data yang ada, total jumlah pekerja sebanyak 97 persen dengan 50,2 juta jiwa memiliki upah di bawah Rp 8 juta per bulan. Sedangkan, 3 persen atau 1,5 juta pekerja memiliki penghasilan di atas Rp 8 juta per bulan.
Menurut Muhammad Ali, perubahan iuran baru terjadi sekali pada tahun 2016 dan masih berlaku sampai sekarang. Ditambahkan lagi, besaran iuran yang disesuaikan tidaklah besar jika dibandingkan manfaat yang diberikan program JKN-KIS ketika sakit dan membutuhkan bantuan layanan kesehatan.
Untuk peserta mandiri kelas 3, kenaikannya tidak sampai Rp 2.000/hari, sedangkan iuran peserta mandiri kelas 1 besaran iurannya tak sampai Rp 5.000/hari. Muhammad Ali menekankan, dari 223 peserta JKN-KIS hampir separuhnya dibiayai pemerintah.
"Sebanyak 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu iuran JKN-KIS ditanggung negara melalui APBN. Sementara, 37,3 juta penduduk, iuran JKN-KIS ditanggung oleh APBD," tutupnya.(BB).