Mencari Caleg Perempuan Harus Melalui Kaderisasi
Jumat, 06 Juli 2018
GNW for Baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Salah satu tugas partai politik adalah mencetak pemimpin. Pemimpin yang dihasilkan harus berimbang antara jumlah pemimpin laki dan perempuan.
"Kalau tidak dibuat peraturannya oleh pemerintah, maka kompetisi menjadi pemimpin di legislatif akan didominasi laki laki. Maka, tugas partai politik menjadi bertambah kualitasnya, yaitu bagaimana berhasil mencetak pemimpin perempuan di legislatif," ujarnya.
Setiap parpol yang ikut pemilu 2019 harus mengisi kuota caleg perempuannya sebanyak 30%, jelas Gede Ngurah Wididana, ketua Bapilu Partai Demokrat Propinsi Bali, dalam acara pendaftaran caleg 2019 di Kantor Partai Demokrat.
Gede Ngurah Wididana, yang juga mencalonkan diri sebagai caleg DPRRI 2019 dari Partai Demokrat menyatakan, bahwa mencari caleg perempuan harus dilakukan dari kaderisasi terus menerus kepada anggota perempuan di partai politik.
Kaderisasi dan pencalegan adalah dua hal yang berbeda. Kaderisasi adalah proses pelatihan dan pendidikan untuk menjadi kader yang siap dan tangguh untuk bersaing merebut atau melanjutkan kepemimpinan.
Pencalegan adalah penempatan kader menjadi caleg. Tanpa kaderisasi tidaklah mungkin mendapatkan caleg yang siap atau menang bersaing. Kaderisasi perempuan adalah hal yang harus dilakukan.
Kaderisasi perempuan bisa juga dilakukan oleh organisasi/ instansi atau kelompok perempuan, kepala keluarga, yang dengan tekun dan sabar memberikan kesempatan dan bimbingan agar perempuan bisa memimpin.
Secara alami, perempuan adalah pemimpin yang tangguh, tekun, berani, penuh strategi dan sabar. Ibu atau nenek, kakak perempuan adalah contoh pemimpin yang sangat banyak melahirkan pemimpin sukses melalui kaderisasi. Tanpa kaum perempuan mustahil lahir pemimpin laki laki yang berkualitas.
BACA JUGA : Nyalip Ditikungan, L-300 Bertabrakan dengan Truk
"Mencari caleg perempuan harus mendapatkan persetujuan dari laki laki sebagai suaminya, orang tuanya, kerabatnya/ keluarganya. Tanpa persetujuan, maka perempuan akan merasa tidak didukung, sehingga hatinya menjadi ragu untuk memimpin. Melalui latihan, pendidikan dan kaderisasi perempuanlah akan lahir pemimpin pemimpin politik perempuan yang berkualitas, bukan asal comot menempatkan perempuan menjadi caleg ke dalam medan kompetisi pileg yang sangat ketat, yang bisa menyebabkan perempuan menjadi trauma atau kapok beraktifitas di organisasi politik," jelas Gede Ngurah Wididana. (BB).