Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

DPD Arya Wedakarna Nyatakan Desa Adat Berhak Tindak Taksi Online

Selasa, 08 November 2016

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya.com

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Polemik berkepanjangan angkutan online baik Grab, Uber, dan GoCar mengusik hati anggota DPD RI asal Bali, I Gusti Ngurah Arya Wedakarna untuk menggelar pertemuan dengan sejumlah pihak baik Kemenhub RI, Dishub bali, Organda Bali, sopir lokal Bali maupun sopir angkutan online. Dalam pertemuan hari ini Selasa (8/11/2016) yang mengambil termpat di Kantor Gubernur Bali berusaha membedah permasalahan antara pihak sopir lokal Bali dan sopir angkutan online.
 
Dalam pertemuan itu, Arya Wedakarna menyatakan jika Desa adat berhak dan diperbolehkan melakukan penindakan dan kebijakan tersendiri terkait pelarangan angkutan online Grab, Uber, dan GoCar di wilayahnya masing-masing. Ia juga memahami jiwa warga di Desa Adat melakukan penolakan angkutan aplikasi online dengan memasang baliho himbauan dan pelarangan di setiap wilayah Desa Adat. 
 
 
Menurutnya, masih bisa dibenarkan juga jika ada keputusan perarem adat seperti misalnya memberlakukan denda 500 ribu sampai 5 juta maka hal itu diperbolehkan dilakukan Desa Adat dimasing-masing wilayah di Bali.
 
"Saya mengetahui ada baliho pelarangan angkutan online diwilayah Desa Adat di Bali. Tekait penindakan berupa sanksi dan denda bahwa kalau itu daerah wewidangan adat maka secara hukum positif memang dipertanyakan, tapi hal itu masih bisa dibenarkan," ucap Arya Wedakarna.
 
 
Senator muda Bali itu mengungkapkan jika Bali dengan Desa Adat nya berhak mengelola aturan yang berlaku diwilayahnya masing-masing. Aturan dari Desa Adat harus dihormati bersama karena itulah ke istimewaan di Bali. Untuk itu, lanjut Arya Weda, dengan adanya aturan pelarangan di Desa Adat di Bali, ia menghimbau jangan sampai taksi online melanggar hukum adat.
 
"Angkutan online atau taksi online khan sudah dari lama diberikan waktu untuk mengurus ijinnya, jadi tolong patuhilah. Sekarang lagi dikasi perpanjangan sosialisasi bagi taksi online untuk mengurus ijin yang diberikan kesempatan pemerintah pusat untuk menyelesaikan kelengkapan perijinannya di Bali," ungkapnya.
 
 
Arya Wedakarna menegaskan jangan sampai taksi online yang dilarang melalui SK Gubernur justru bandel beroperasi dengan alasan mencari pengupa jiwa tanpa mengikuti aturan yang ada. Baginya, tidak mungkin pihak Provinsi bali dan DPRD itu mengeluarkan keputusan yang berlawanan dengan keputusan pemerintah pusat. 
 
Ia mengakui sudah banyak laporan masuk dikantornya di DPD terkait ketidaktegasan penerapan aturan dan ada semacam tidak kepatuhan untuk melaksanakan aturan dari Pemerintah Propvinsi Bali.
 
"Sudah ada SK Gubernur Bali dan DPRD Bali kok taksi online masih ngeyel melanggar hukum dan beroperasi di Bali. Ketika taksi online beroperasi itu dinamakan melanggar aturan dan bisa ditindak kalau melanggar aturan. Selama ini taksi online beroperasi kucing-kucingan," sindirnya.
 
 
Selain mendesak angkutan aplikasi online segera mengurus segala perijinannya agar mematuhi Peraturan Menteri (PM) 32 dari Kementerian Perhubungan, Arya Wedakarna juga berharap permasalahan krusial taksi online yang menjadi permasalahan inti lainnya yakni soal tarif taksi online yang tidak logis dan jauh dari harga yang wajar. Ia juga mengajak semua pihak mulat sarira dan sama-sama menahan diri untuk menyelesaikan permasalahan keberadaan taksi online di Bali ini.
 
"Yang paling krusial adalah masalah tarif. Ayo kita samakan tarifnya dan dibahas tarif agar bersaing secara sehat. Dalam aturan taksi ada ambang bawah dan ambang atas. Ayo dong sopir taksi online mendesak perusahaannya menyelesaikan untuk mengurus ijinnya dan jangan lagi taksi online mengulur-ulur waktu," tegasnya.
 
"Pemprop Bali sudah 3 kali meminta pihak Kemenkominfo untuk memblokir angkutan online tapi sampai sekarang tidak ada jawaban dari pusat. Ini ada apa dengan pihak Kemenkominfo kok tidak dilakukan. Ini ada sesuatu yang tidak tuntas. Ini muaranya ada di pusat," tandasnya.
 
Anggota Komite III yang membidangi Kesra dan Tenaga Kerja itu juga mengkritik Pemerintah Kota Denpasar dengan maraknya bermunculan baliho dan media promosi angkutan online Grab dan Uber. Arya Wedakarna juga setuju untuk memberantas pungutan liar (pungli) jual beli ijin angkutan sewa pariwisata di Bali mengingat Gubernur Bali sudah menyetop dikeluarkannya ijin angkutan sewa di Bali.
 
"Dispenda kok mengijinkan baliho Grab atau Uber dimana-mana. Setelah rapat ini masih ada baliho dan promosi Grab dan Uber, turunkan saja itu walikota dan Dispendanya. Saya setuju berantas pungli ijin angkutan sewa dan saya ingatkan angkutan online mengikuti aturan yang berlaku," selorohnya.
 
 
Dalam rapat dengar pendapat ini, perwakilan sopir lokal Bali yang diwakili Ketua Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar B) Ketut Witra, Sekjen United Bali Driver (UBD) Widi Ananta, Sekretaris Asosiasi Sopir Pariwisata Bali (ASPABA) Made Sumawa, Ketua Koperasi Ngurah Rai Wayan Pande Sudirta dan perwakilan angkutan online diwakili Ketua PTOB Wayan Suata dan Wakil ketua PTOB Arianto diberi kesempatan mengutarakan pendapatnya. 
 
Namun dalam dengar pendapat dihadapan Kepala Dinas Perhubungan dan Komunikasi Informasi (Kadishub Kominfo) Bali yang baru A.A. Ngurah Sudarsana, Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Pudji Hartanto Iskandar, serta Direktur Angkutan dan Multimoda Kemenhub Cucu Maulana salah satu sopir online yang menyela dan protes secara tidak sopan terkait PM 32 Tahun 2016 sehingga mendapat teguran keras oleh Arya Wedakarna.
 
"Saya bela konstitusi disini. Tidak boleh dalam pertemuan resmi ini bicara kasar. Saya sayangkan sopir online kasar. Disini tidak boleh emosi, Himsa Karma. Dari yang simpati jadi antipati. Saya berhak memihak. Jangan pakai bahasa pasar, bahasa jalanan disini. Kita acuannya sesuai aturan, jadi tolong bicara yang baik disini," ujar Arya Wedakarna dengan nada tinggi.
 
 
Sementara diakhir pertemuan, Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Pudji Hartanto Iskandar menyapaikan pandangannya dan sekaligus sosialisasi perpanjangan PM 32 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek selama 6 bulan kedepan. 
 
Puji dalam pertemuan itu tidak setuju disebut taksi pangkalan disebut sebagai taksi konvensional, baginya lebih pas disebut taksi resmi lantaran mereka sudah berijin lengkap. "Sopir online yang mencari nafkah dan rejeki boleh-boleh saja tapi harus mengikuti aturan yang berlaku," pintanya.
 
Puji membeberkan dalam PM 32 itu diatur jika taksi online persyaratannya minimal 5 orang bergabung dengan perusahaan atau koperasi yang berbadan hukum. Selain itu, kata Puji, angkutan online harus punya pool atau garasi jangan sampai parkir dipinggir jalan. 
 
Selain itu, TNKB khusus sebagai tanda khusus angkutan online diplat nomer kendaraan. Sopir taksi online juga harus memiliki SIM A umum dan sesuai undang-undang untuk dapat SIM A Umum harus punya SIM A pribadi minimal 1 tahun.
 
"Harusnya angkutan online memenuhi dulu persyaratan itu. Kalau taksi online belum berijin jangan beroperasional dulu. Belum dapat ijin resmi tapi sopir itu dikasi aplikasi online. Baru orang perorang dapat aplikasi tapi dilapangan terjadi penyimpangan. Kesetaraan yang tidak setara. Dia (sopir online) pengemudi taksi tapi maunya tidak ketahuan sebagai pengemudi taksi. Karena ingin buru-buru jadi sopir online akhirnya pada melanggar. Kearifan lokal adat istiadat mesti kita junjung tinggi cuman jangan sampai adat melabrak undang-undang yang ada," pungkasnya. (BB)


Berita Terkini