Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Dharma Adyaksa Desak Mahasabha PHDI Ditunda. Ada Apa?

Rabu, 19 Oktober 2016

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Dharma Adyaksa PHDI Pusat mendesak Mahasabha PHDI Pusat di Surabaya yang rencananya dibuka Jumat (21/10/2016) ditunda. Alasannya, jika tidak kembali ke aturan AD/ ART awal, panitia Mahasabha diminta membatalkan pelaksanaan Mahasabha untuk menghindari munculnya gejolak di kalangan pandita dan wakala. Hal itu disampaikan Dharma Adyaksa Ida Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa 
 
didampingi Wakil Ketua I dan I Dharma Adyaksa Ida Nuhuun Siwa Putra Prama Daksa bersama Ida Pedanda Empu Nabe Siwa Buda Daksa bersama Ketua PHDI Bali, Gusti Ngurah Sudiana dan Ketua Sabha Wakala Putu Wirata Dwikora, beserta sejumlah sulinggih dari Sabha Pandita dan Sabha Walaka saat audiensi yang diterima Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta didampingi Karo Kesra Provinsi Bali di Kantor Gubernur Bali, Selasa (18/10/2016).
 
“Para pandita sulinggih dan sabha walaka hanya meminta ketegasan Bapak Gubernur dan Pak Wagub untuk memfasilitasi aspirasi kami. Karena waktu yang tersisa 3 hari ini, masih belum jelas apakah aturan yang akan dipakai itu sesuai rapat-rapat sebelumnya. Ataukah kembali ke aturan awal?” tandasnya sembari mengingatkan jika tidak kembali ke aturan awal agar pelaksanaan Mahasabha ditunda.
 
Ketua Sabha Walaka Putu Wirata Dwikora menjelaskan, pada intinya pelaksanaan Mahasabha PHDI Pusat ada gejala-gejala pelanggaran. Misalnya, panitia tidak melibatkan pemerintah daerah sebagai tuan rumah, seperti halnya juga di Bali. Banyak juga masukan jangan sampai pemilihan Sabha Pandita dicampur-adukkan dengan Sabha Walaka. “Pemilihan Sabha Pandita hanya melibatkan pandita, agar tidak lagi melibatkan sabha walaka,” sebut Putu Wirata yang juga Ketua BCW itu.
 
Selain itu, disayangkan berlanjut rapat Mahasabha sebelumnya juga belum ada tatib dan rancangan yang dibuat. Tapi malah kembali muncul usulan paket Ketum dan Sabha Walaka. Oleh karena itu, pada prinsipnya Dharma Adyaksa meminta Gubernur dan Wagub Bali bisa membantu aspirasi Pandita dan Sabha Walaka agar kembali ke rancangan dasar, agar Pandita bisa memilih, buka lagi lewat Sabha Pandita Provinsi. 
 
“Karena satu pandita berhak satu suara memilih, jadi bukan lewat Sabha Walaka Provinsi. Oleh karena itu, harus kembali ke rancangan dasar, jika tidak agar Mahasabha ditunda sehingga tidak terjadi konfl ik,” tegasnya.
 
Mewakili Gubernur Bali, Wagub Sudikerta sangat berharap agar Mahasabha berjalan sukses sehingga tidak lagi ada perpecahan di tubuh PHDI. Selain itu, para sulinggih kita tidak ribut disana. Apalagi nanti diekspose nasional. Oleh karena itu Wagub merespon aspirasi tersebut agar kembali ke AD/ ART jika tidak bisa kembali ke rancangan awal agar ditunda pelaksanaan Mahasabha. 
 
“Kita akan fasilitasi aspirasi ini, saya setuju untuk menyampaikan keinginan para Pandita dan Sulinggih di Bali. Saya akan telpon Pak Dirjen dan Ketua Panitianya,” tandasnya.  
                                      
Sementara itu, 30 sulinggih dari Bali dipastikan tak bisa menghadiri Mahasabha XI PHDI pada 21-24 Oktober 2016 di Surabaya. Mereka berencana mengikuti kegiatan tersebut sebagai peninjau. Hal ini disampaikan oleh Ketua PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Selasa (18/10) di Denpasar. 
                                   
"Memang tidak semuanya (30 sulinggih, red) bisa hadir karena terbentur aturan sebagai peninjau,” kata Sudiana.
Selain dari kalangan sulinggih, para walaka dan tokoh Hindu yang ingin terlibat dalam hajatan lima tahun sekali PHDI Pusat tersebut memiliki antusiasme besar. Namun, sayang sekali lagi, tambah Sudiana, pihak panitia Mahasabha XI PHDI sudah diatur mengenai batasan peserta dan peninjau.
 
Masing-maisng peserta yang hadir dalam Mahasabha kali ini di antaranya anggota Sabha Pandita, anggota Sabha Walaka, Pengurus Harian dan Badan/ Lembaga serta yayasan yang dibentuk, utusan Parisada Provinsi maupun  Kabupaten/Kota serta organisasi, forum, lembagalembaga/badan yang bernafaskan Hindu berskala nasional dan direkomendasikan oleh Parisada Pusat. Utusan instansi tingkat pusat terkait yang berhubungan dengan pelayanan dan pembinaan umat Hindu.
 
“Setiap provinsi direkomendasi 4 orang, sementara kabupaten/kota dua orang,” tambah Guru Besar IHDN Denpasar tersebut. Untuk peninjau, kata dia, dari Bali disiapkan 40 orang yang terdiri dari tokoh Hindu dan para sulinggih. Itu pun menurutnya belum tentu semuanya ter-cover.
 
Sementara dari Pesamuhan Madya PHDI Bali beberapa waktu lalu telah ditampung aspirasi, isu dan permasalahan kekinian umat Hindu di Bali yang akan dijadikan rekomendasi dalam Mahasabha PHDI Pusat. Di samping rekomendasi masalah keumatan, diharapkan dalam Mahasabha nanti juga diusulkan sebuah bhisama.
 
Yang menjadi pusat perhatian peserta Pesamuhan Madya  yang dihadiri oleh sulinggih dan pengurus PHDI se-kabupaten/kota di Bali, yakni usulan dalam pemilihan pengurus harian dalam hal ini Ketua PHDI Pusat dari kalangan sulinggih (Brahmana Sista). Hal itu mengacu pada Pesamuhan Sabha Pandita yang digelar pada 19 September 2016 di Denpasar. Usulan itu bertujuan untuk mempertegas kembali bahwa keberadaan PHDI sebagai majelis tertinggi keumatan dipegang penuh melalui otoritas para sulinggih (Brahmana) dalam hal ini Sabha Pandita yang dipimpin oleh Dharma Adyaksa.
 
Selaian itu, ada beberapa rekomendasi lainnya yang juga dibahas di antaranya ngaben dalam suasana perayaan besar seperi Panca Bali Krama/Padudusan Agung, penetapan status pura (Luhur/ Penataran/ Dang Kahyangan/ Sad Kahyangan/ Jagatnata), panti asuhan Hindu, pasraman formal, KUA Hindu, diksa, acuan tirtayatra, dan penetapan hari raya Siwalatri sebagai hari libur nasional.(BB) 


Berita Terkini