Hotman Paris Sebut Prof Antara Korban Rekayasa Kasus, Pasek Kutuk Para Pelaku Dikenai Karma Phala Berat
Selasa, 05 Desember 2023
Sidang kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) dengan menghadirkan terdakwa mantan Rektor Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU. digelar dengan menghadirkan sejumlah saksi, salah satunya Mantan Rektor Prof Raka Sudewi digelar Selasa 5 Desember 2023, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar.
Baliberkarya.com-Denpasar. Sidang kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud), kembali digelar, Selasa 5 Desember 2023, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar. Sidang yang menghadirkan mantan Rektor Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU., ini, kembali digelar dengan menghadirkan sejumlah saksi, salah satunya Mantan Rektor Prof Raka Sudewi.
Dalam persidangan kali ini, Mantan Rektor Unud Periode 2017-2021 Prof Raka Sudewi lebih banyak menjawab dengan jawaban tidak tahu dan tidak ingat. Sontak jawaban Prof Raka Sudewi membuat hakim, penasehat hukum, dan pengunjung sidang yang hadir geram dengan jawaban tak berkelas tersebut.
Ditemui disela persidangan, Penasehat Hukum Terdakwa, Hotman Paris menyebutkan selama ini negara hanya sanggup membiayai universitas negeri melalui APBN sekitar 27 persen dari kebutuhan universitas. Sedangkan 63 persen sisanya, harus dicari sendiri oleh Universitas sehingga melatarbelakangi hadirnya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI).
Pengacara kondang di Indonesia menegaskan seluruh Universitas Negeri melakukan pungutan melalui SPI. Dengan demikian, pihaknya menyayangkan kalau di surat dakwaan Jaksa, menyatakan kalau SPI itu adalah penerimaan tidak sah.
“Hal itu tentu benar-benar sangat mengecewakan hati nurani siapapun. Jelas-jelas itu (pungutan SPI) adalah penerimaan yang sah,” kata Hotman.
Apalagi lanjut Hotman, dari persidangan ini, ada dua folder yang disampaikan, dimana di sana, semua SPI tersebut diketahui dan disahkan oleh kementerian keuangan pada waktu mengesahkan DIPA atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran. “Kementerian Keuangan itu tahu semuanya,” tegas Hotman.
Ia kembali menyesalkan kalau di surat dakwaan Jaksa mengatakan seolah-olah kementerian keuangan tidak pernah menyetujui terkait SPI ini. Lebih lanjut kata dia, dalam sidang ini, satu hakim anggota sempat mengatakan bahwa, setelah menanyakan kepada saksi kalau ternyata satu perak pun tidak ada uang masuk ke kantong terdakwa Prof. Antara. Bahkan, satu hakim anggota mengatakan, kalau memang satu perak pun uang tidak masuk ke kantong terdakwa, kenapa kasus ini dibawa kesini (pengadilan-red).
“Itu tadi kalimat persis yang saya kutip dari Hakim,” ungkap Hotman.
Hotman menambahkan, kalaupun SPI itu tidak sah, yang harus diadili terlebih dahulu itu adalah Rektor Prof Raka Sudewi yang menjabat saat itu. Ketika ditanya kalau memang kasus ini adalah rekayasa? Hotman meminta untuk melihat kembali eksepsi dari terdakwa.
“Loe tahu sendiri dong jawabannya. Baca eksepsi terdakwa. Disitu ada jawabannya, siapa yang merekayasa kasus ini. Dimana si terdakwa mengatakan, salah satu oknum aparat, gara-gara uang SPI saudaranya agar digratiskan ditolak oleh rektor ini (terdakwa Prof Antara, red) saat itu, maka dia menjadi target. itu ada dalam eksepsi terdakwa. Kasus ini benar-benar memprihatinkan, saya menyayangkan kenapa si terdakwa ini masih di borgol, padahal sudah jelas dia tidak bersalah," sentil Hotman Paris geram.
Sementara, menurut Penasehat Hukum Prof Antara lainnya yakni Gede Pasek Suardika (GPS) mengatakan seseorang itu bisa dikatakan bertanggung jawab karena jabatan. Ketika dia menjabat, maka dia punya kewenangan. “Kewenangan ini ada tiga, apakah dia bertindak melebihi kewenangan, apakah dia bertindak sesuai kewenangan, atau dia punya kewenangan, tapi tidak bertindak,” kata Pasek.
Lebih lanjut Pasek mengatakan, terkait kewenangan ini, harus dilihat dulu. Karena dalam SPI yang bertanggung jawab adalah rektor, maka dari 2018-2021 terdakwa bukan sebagai rektor. Karena rektornya bukan terdakwa saat itu, ia bertanya, apakah kewenangan Rektor ketika meng SK-kan SPI, diserahkan kepada terdakwa?.
“Makanya kita cek dari SK nya, itu adalah kewenangan yang sifatnya diberikan dengan mandat, bukan pendelegasian kewenangan. Artinya apa, kalau dia mandat, tentu tanggung jawab tetap ada di Rektor, bukan di ketua panitia. Kalau dia delegasi kewenangan, maka tanggung jawab kepada orang yang didelegasikan. Kalau atribusi, dia kewenangan yang melekat karena undang-undang. Nah ini kan jelas mandat, kalau mandat, kan tanggung jawabnya tetap yang mengeluarkan SK, yakni Rektor saat itu,” tegas Pasek.
Kemudian lanjut Pasek, pertanyaan berikutnya apakah itu korupsi atau tidak?. Sampai hari ini pihak Penasehat Hukum dari terdakwa, ternyata belum menemukan kalau ini adalah kasus korupsi, karena semua uang SPI yang diterima Unud, itu masuk ke rekening resmi Unud.
“Jadi walaupun rektor bertanggung jawab, dia pun tidak bisa di hukum dengan kasus korupsi. Karena tidak ada kerugian negara. Zalim kita kalau menghukum orang dengan cara begitu. Hukum karmanya berat itu,” sentil Pasek mengakhiri.(BB).