Pihak Keluarga di AS Harap Peradilan Indonesia Berikan Keadilan Bagi Robin Kelly
Selasa, 06 Desember 2022
Robin Kelly (tengah) ditemani kuasa hukumnya Made Somya (kiri).
Baliberkarya.com-Denpasar. Pengamat dan pemerhati hukum perlindungan anak dari LBH PANARAJON, Ata Suarta, SH. memberikan apresiasi terhadap terselenggaranya sidang mediasi terhadap gugatan Robin Kelly kepada salah satu hotel berbintang dibawah naungan InterContinental Hotels Group PLC, sebuah jaringan hotel global di kawasan Kuta Bali. Apalagi gugatan yang telah berjalan di PN Denpasar tersebut kini sedang menunggu keputusan.
"Ini mengisyaratkan bahwa hakim mediasi sangat mengutamakan terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak, di samping efisiensi waktu juga mengurangi penumpukan perkara di pengadilan," kata Suarta kepada awak media di Denpasar. Selasa (6/12/2022).
Baginya, proses mediasi Penggugat dan Tergugat yang masing-masing diwakili oleh kuasa hukumnya pada dasarnya tetap menginginkan adanya suatu perdamaian di luar persidangan dengan penawaran dari Tergugat bersedia memberikan kompensasi pada Penggugat atas kerugian materiil maupun imateriil yang diduga atas kelalaian hotel Holiday inn Baruna Kuta tersebut dengan membiarkan pihak lain mengambil kedua balita dari Kids Club hotel tersebut tanpa sepengetahuan Robin Kelly selaku orang tuanya.
"Bisa dibayangkan betapa hancurnya hati seorang ibu, tanpa arah petunjuk dan informasi apapun mengenai keberadaan kedua balitanya, dirinya terus mencari kesana kemari sampai akhirnya ditemukan sebuah manifes penerbangan yang mencantumkan nama kedua balitanya tertera dalam sebuah penerbangan ke negara Australia," ungkap Suarta.
Suarta mengaku sempat ikut menyaksikan proses pelaporan Robin Kelly di Polsek Kuta atas kehilangan kedua balitanya pada 14 Agustus 2019 silam. "Seandainya pihak kepolisian diberi tahu oleh manajemen hotel segera pasca penculikan terjadi, maka tentunya bandara Indonesia akan diperingatkan untuk melarang keberangkatan anak-anak dari negara ini sambil menunggu investigasi,” kata Robin Kelly.
Manajer hotel tersebut menolak untuk memberikan rekaman CCTV kepada polisi. Hanya tinggal Kelly dan ibunya yang tiba dari New York mencoba menavigasi sistem kepolisian Indonesia dalam upaya menemukan anak-anaknya. Meskipun telah menunggu selama 3 tahun, pihak hotel bersikeras tidak mengakui bahwa hal tersebut adalah suatu penculikan, namun selama kurun waktu 3 tahun pasca kejadian tersebut, pihak hotel selalu menyatakan tidak tahu identitas jati diri pelaku.
Akibat peristiwa tersebut, Robin Kelly harus melalui perjuangan panjang dan melelahkan untuk dapat menemukan kedua bayinya tersebut. Begitu besar pengorbanan Robin Kelly dalam upayanya mencari kedua balitanya, belakangan diketahui bahwa balitanya dibawa oleh seseorang yang pernah menjalin hubungan dengannya, melalui jalan persidangan hak perwalian anak di Australia dan dirinya berhasil memenangkan hak perwalian tersebut.
Robin Kelly menuturkan bahwa kegiatan bisnisnya menjadi terganggu akibat mengurus peristiwa itu, belum lagi waktu, Tenaga, pikiran dan sejumlah dana yang tidak sedikit selama menjalani masa persidangan di negara Kanguru tersebut. Belum lagi pemulihan 'trauma healing' dengan berkonsultasi dengan dokter psikiatrik selalu dilakukan terhadap diri dan ke 2 anak-anaknya.
Ditempat terpisah, Esther Hariandja, SH dari EHP Law Firm & Associates sepakat bahwa penerapan Pasal 1365 KUHPerdata layak menjadi dasar gugatan Robin Kelly. Sebab menurut pasal tersebut dinyatakan bahwa suatu peristiwa yang dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan karena kurang hati-hati atau kealpaan memiliki akibat hukum yang sama.
"Pelaku tetap bertanggung jawab mengganti seluruh kerugian yang diakibatkan dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukannya," tegas Esther.
Sementara, keluarga besar Robin Kelly di Amerika Serikat berharap penuh peradilan Indonesia mengeluarkan putusan seadil-adilnya bagi Robin Kelly terhadap gugatan kasus ini.(BB).