Sinergi Program dengan Pemangku Kepentingan Ampuh Kendalikan Bahaya Rokok di Bali
Kamis, 13 Februari 2020
Baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. seluruh pemangku kepentingan stakeholder dan masyarakat Bali perlu bersinergi untuk pengendalian bahaya rokok karena hal itu bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata.
Untuk mendukung hal itu, Center for NCDs, Tobacco Control and Lung Health (Udayana Central) bekerjasama Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengadakan Workshop sehari dengan tema "Sinergi Dalam Penguatan Program pengendalian Rokok untuk Mewujudkan Krama Bali Sehat" yang berlangsung di Denpasar Room, Hotel Prime Plaza Sanur, Jalan Hang Tuah No. 46 Denpasar.
Menurut Rektor Universistas Udayana (UNUD), Prof Dr AA Raka Sudewi bahwa undang-undang Kesehatan 36 tahun 2009 secara tegas menyatakan perlunya Kawasan Tanpa Rokok (KTR) karena rokok mengandung zat adiktif yang menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya.
"Sehingga perlu dikendalikan mulai dari proses produksi hingga distribusinya maupun konsumsinya. Saat ini, pemerintah pusat, Provinsi Bali dam daerah kabupaten kota lainnya telah menginisiasi berbagai upaya dan langkah melakukan pengendalian rokok, seperti KTR, peningkatan cukai rokok, upaya sosialisasi bahaya merokok, yang dilakukan terus menerus," ucap Rektor Prof Sudewi.
Adapun upaya lainnya, lanjut Prof Sudewi yaitu adanya klinik berhenti merokok, pemanfaatan pajak untuk bidang kesehatan maupun upaya sosialisasi terus menerus agar berhenti merokok. Dalam pengamatannya, sampat saat ini prevelensi merokok di Bali tergolong rendah dibanding daerah lainnya.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, prevalensi perokok usia 10-18 tahun di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 7,2% pada tahun 2013 menjadi sebesar 9,1% pada tahun 2018.
Prevalensi perokok dewasa laki-laki adalah sebesar 64.9% dan wanita sebesar 2,1%. Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa sebesar 18,9% penduduk Provinsi Bali merokok setiap hari dan secara nasional jumlah perokok di Indonesia sebesar 28,8% dari total jumlah penduduk.
Merokok tidak hanya berdampak buruk bagi perokok tetapi juga pada orang lain yang menjadi perokok pasif. Di Indonesia, lebih dari 97 juta penduduk Indonesia adalah perokok pasif. Asap rokok adalah campuran kompleks gas dan partikel yang mengandung banyak senyawa karsinogenik dan beracun yang berbahaya bagi kesehatan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Central Bali I Made Kerta Duana menerangkan, pemerintah telah berupaya merumuskan berbagai regulasi dalam pengendalian bahaya rokok yang telah di inisiasi di tingkat nasional sesuai dengan amanat UU Kesehatan No 36 Tahun 2009. Program yang telah diimplementasikan, kebijakan KTR, peningkatan pajak rokok, pelarangan iklan dan promosi, peringatan rokok bergambar serta upaya lainnya.
"Amanat UU Kesehatan yang mewajibkan pemerintah daerah menetapkan kebijakan kawasan tanpa rokok disambut baik oleh berbagai daerah salah satunya adalah Provinsi Bali," terangnya.
Duana menegaskan penerapan kawasan tanpa rokok di Provinsi Bali diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 10 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan mengatur 8 kawasan yang meliputi fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Menurut Duana, tempat umum yang dimaksud dalam perda KTR adalah tempat wisata dan rekreasi, hotel, restoran, pasar, terminal, halte, pelabuhan serta bandara. Keberadaan hotel dan restoran di Bali sebagai daerah wisata relatif sangat penting sebagai sumber penghasilan dan pendukung utama pariwisata.
"Merokok di kawasan hotel dan restoran telah menjadi masalah yang sering dilaporkan di sebagian besar negara di dunia," jelasnya.
Seperti diketahui, WHO dalam upayanya mengendalikan dampak buruk rokok bagi kesehatan dan atas kepedulian untuk melindungi segenap karyawan dan pengunjung restoran dari paparan asap rokok telah menyerukan perlunya melindungi perokok pasif dan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat tanpa asap rokok di area publik.
Sebagai Provinsi dengan mayoritas umat Hindu yang memiliki banyak kegiatan keagamaan, tempat ibadah menjadi salah satu kawasan yang difokuskan dalam implementasi KTR.
Dalam upaya meningkatkan implementasi KTR di tempat ibadah, dibutuhkan peran serta dari tokoh adat dan dukungan adat. Di beberapa daerah seperti, Kabupaten Klungkung dan Kota Denpasar telah memaksimalkan implementasi KTR di kawasan pura dan kegiatan adat serta beberapa desa ada juga sudah menrapkan hal yang sama. Selain implementasi kebijakan KTR, pemerintah Provinsi Bali juga telah melakukan upaya strategis berdasarkan PP 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Bahkan, Provinsi Bali telah mengeluarkan Surat Edaran Sekda Provinsi Bali tentang Pelarangan Iklan Rokok Luar Ruang (2018), dan pemerintah daerah menyambut baik hal tersebut dengan melakukan berbagai tidak lanjut terhadap pelarangan iklan rokok luar ruang seperti dengan penerbitan peraturan bupati, surat edaran ataupun moratorium penerbitan ijin iklan rokok di wilayahnya.
"Pemerintah Provinsi Bali secara serius mendorong implementasi KTR serta aktif dalam program pengendalian bahaya rokok terhadap kesehatan mendapatkan apresiasi yang sangat baik dari pemerintah pusat dan menjadi salah satu rujukan nasional dalam upaya pengendalian rokok," ungkapnya.
Dalam implementasi KTR, seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi telah mendapatkan penghargaan Pastika Parama dari Kementerian Kesehatan. Penghargaan lain yakni dalam upaya pelarangan iklan rokok luar ruang telah diraih oleh Kabupaten Klungkung dengan penghargaan Pastika Awya Pariwara. Kebijakan yang telah ada tentunya menjadi tanggung jawab berbagai pihak terkait untuk bersinergi dan bekerjasama dalam memaksimalkan implementasinya.
Pelaksanaan KTR yang implementasinya harus senantiasa ditingkatkan dan memaksimalkan peran masyarakat dan pengelola kawasan untuk mewujudkan KTR di kawasannya masing masing khususnya pada tempat umum seperti hotel, bar, dan restoran serta tempat ibadah yang belum tingkat penerapan KTR nya masih rendah.
Umemaksimalkan dan meningkatkan program-program tersebut, sambung Duana, perlu dilakukan upaya tindaklanjut dan peningkatan upaya pengendalian rokok dengan melibatkan berbagai pihak terkait dan sesuai dengan situasi daerah masing masing.
"Pemerintah daerah kabupaten/kota diharapkan melakukan peniadaan iklan rokok yang belum melakukan pelarangan iklan agar segera menerbitkan kebijakan dan yang sudah ada kebijakan peniadaan iklan agar dapat dimaksimalkan penegakannya di lapangan," ucap Duana mengakhiri.(BB).