Gelapkan Sertifikat Ahli Waris, Pengusaha Iwan Dharmadi Hanya Divonis 'Super Ringan'
Senin, 15 April 2019
Baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Hukum di negeri ini dikenal 'tebang pilih' dan tajam kebawah namun tumpul keatas. Hal itu terlihat dalam kasus yang dialami pengusaha kaya Iwan Dharmadi Wangsa, yang menjadi terdakwa atas kasus penggelapan sertifikat tanah senilai Rp. 7 miliar. Upaya hukuman banding atas putusan satu tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim PN Denpasar tampaknya membuahkan hasil.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar pimpinan Made Ngurah Atmaja dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Tapi sayang, majelis hakim PT. Denpasar tidak sependapat dengan lamanya hukuman satu tahun yang dijatuhkan majelis hakim PN Denpasar pimpinan I Dewa Budi Watsara.
Dalam amar putusannya, sebagaimana termuat dalam website PN Denpasar, majelis hakim PT. Denpasar menyatakan terdakwa Iwan Dharmadi Wangsa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Iwan Dharmadi Wangsa dengan pidana penjara selama satu bulan dan 15 hari," demikian putusan majelis hakim PT. Denpasar dalam amar putusannya yang diterbitkan tanggal 14 April 2019 lalu.
Atas putusan itu, kuasa hukum korban I Nyoman Nadayana menanggapi santai. Baginya, tidak masalah berapa pun hukuman penjara yang dijatuhkan oleh pengadilan lantaran yang pasti barang bukti sertifikat tetap dikembalikan kepada ahli waris korban.
Untuk diketahui, kasus yang membelit terdakwa Iwan Dharmadi Wangsa ini berawal dari transaksi jual beli tanah SHM 841/Kel. Lukluk atas nama Iwan Darmadi Wangsa seluas 4.250 M2 yang berlokasi di Lukluk seharga Rp 7 miliar dengan I Wayan Sudina (korban) melalui perantara Veronika Dewi Puspitasari alias Vita.
Atas transaksi itu dibuatkan akta perjanjian jual beli No. 55 tanggal 8 Juli 2014 dan akta kuasa menjual No. 56 tanggal 8 Juli 2014 di Notaris Setia Darmawan. Setelah itu ditindaklanjuti dengan pembuatan akta jual beli No. 114 tahun 2014 pada tanggal 17 Juli 2014 di Notaris Ni Wayan Trinadi.
Usai perjanjian selesai, ditindaklanjuti dengan peralihan hak atas tanah pada tanggal 23 Juli 2014 dari terdakwa menjadi atas nama I Wayan Sudina.
"Dengan demikian, terbitlah SHM No.841/Desa Lukluk atas nama I Wayan Sudina. Setelah itu tanah dan juga SHM dikuasi oleh I Wayan Sudina," sebut jaksa sebagaimana dalam dakwaanya.
Tidak lama kemudian, I Wayan Sudina bermaksud menjual kembali tanah tersebut. Saat itu, terdakwa pun menyampaikan kepada korban bahwa ia mempunyai calon pembeli. Untuk meyakinkan calon pembeli, terdakwa meminjam setifikat asli milik korban dan korban pun mengiyakannya dengan dibuatkan tanda penyerahan (penitipan).
Setelah SHM itu di tangan terdakwa sejak tanggal 12 Nopember 2014, terdakwa tidak pernah memberi kabar kepada korban apakah tanah itu sudah laku atau belum. Tidak ada pemberitahuan ini berlanjut hingga korban meninggal dunia.
Bahkan setelah korban meninggal dunia, terdakwa juga tidak pernah memberi tahu kepada ahli waris korban, Tri Wahyuni Sudina (istri korban) atas penguasaan SHM tersebut. Malahan terdakwa mengakui bahwa SHM itu adalah miliknya, padahal sudah jelas korban hanya menitipkan SHM kepada terdakwa untuk diperlihatkan kepada calon pembeli.
Atas hal itu, ahli waris korban, sudah beberapa kali mengirim somasi agar terdakwa mengembalikan SHM tersebut. Namun somasi itu tidak dihiraukan hingga alhi waris korban akhirnya melaporkan terdakwa di Polda Bali.(BB).