LSM 'Akrab' Beber Keterkaitan Koster dengan Beberapa Kasus di KPK
Minggu, 17 Juni 2018
istimewa
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), di tingkat provinsi atau kabupaten, merupakan bagian dari pesta demokrasi yang memberi kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpin terbaiknya. Setelah Pilkada usai, semua akan kembali seperti sediakala. Karena itu, apa pun pilihan politiknya, seluruh elemen masyarakat seyogyanya bersama-sama menjaga kondusifvitas bali agar situasi di pulau ini tetap aman, tentram, dan menyenangkan.
Hal itu dinyatakan oleh Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra, Ketua Koalisi Rakyat Bali (KRB), di sela-sela aktivitasnya mengonsolidasikan tim pemenangan Mantra Kerta di Denpasar, Minggu (17/6/2018).
KRB adalah koalisi partai-partai politik yang mengusung Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan I Ketut Sudikerta (Mantra Kerta) sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakli Gubernur Bali 2018-2023. Sembari mengarahkan “pasukannya” untuk menjaga keunggulan Mantra Kerta sebesar 6,4 % atas paslon lain sebagaimana hasil survei internal Partai Demokrat beberapa waktu lalu, Gus Adhi mengatakan hal di atas itulah yang menjadi alasan pihaknya menahan diri untuk melakukan langkah-langkah yang berpotensi mengusik kondusivitas Bali.
Bahkan, imbuh Gus Adhi, KRB mengurungkan niat melaporkan kepada polisi pihak-pihak tertentu yang beberapa hari lalu mengadukan Mantra Kerta ke Bawaslu menggunakan dokumen palsu.
“Ini kami lakukan untuk menjaga agar Bali tetap kondusif, sekali pun sesungguhnya kami bisa saja melaporkan mereka,” ujar anggota DPRI RI dari fraksi Golkar ini.
Menurut Gus Adhi, KRB mengedepankan kesantunan dan kedewasaan dalam berpolitik, dan lebih lebih memilih berkonsentrasi membekali saksi dan relawan untuk mengawal pencoblosan agar terhindar dari praktik-praktik curang yang menodai Pilkada jujur dan bermartabat sebagaimana didambakan seluruh rakyat Bali.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pada Rabu (6/6/2018) Mantra-Kerta dilaporkan oleh seorang warga, I Gede Made Anom Putra, (49) atas dugaan melakukan money politics. Gede Made Anom Putra datang ke Kantor Bawaslu Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, sekitar pukul 14.00 Wita, dengan didampingi Ketua Bali Corruption Watch (BCW), Putu Wirata Dwikora.
Kedatangan mereka diterima dua anggota Bawaslu Bali, I Ketut Sunadra dan I Wayan Widyardana Putra. Setelah mendengar kesaksian terlapor dan menggelar sidang pleno, Bawaslu Provinsi Bali memutuskan bahwa laporan Anom Putra terkait dugaan money politics Mantra-Kerta tidak terbukti. Diluar sidang, KRB mendapati bahwa laporan Anom Putra diajukan berdasar dokumen palsu.
Kritik BCW
Berkait itu I Made Duana, eksponen masyarakat pemerhati hukum dan demokrasi yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Bali (Akrab), memuji sikap KRB yang tak terpancing emosi untuk melaporkan balik Anom Putra untuk menjaga kondusivitas situasi di masyarakat. Sekalipun menurutnya KRB bisa saja mendesak pihak yang berwajib untuk memproses hukum yang bersangkutan karena telah menggunaan dokumen palsu yang bukan merupakan delik aduan.
Disisi lain, Duana menyayangkan Bali Corruption Watch (BCW) yang bersikap dengan tendensi parsial dan melenceng dari ranahnya sebagai lembaga yang mengawal Bali agar terbebas dari paraktik korupsi para pemimpinnya. Duana merasa heran, tiba-tiba BCW ambil bagian dalam pelaporan yang tendensius tersebut.
“Seharusnya dalam perhelatan Piklada BCW tampil ke muka mengedukasi masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang terindikasi korupsi,” ujar Duana.
Dalam amatan Duana, selama ini BCW tak bersikap apa-apa padahal salah satu paslon jelas-jelas terkait dalam kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK dan hingga kini kasus tersebut masih dalam proses. Duana menunjukan kliping koran tentang keterlibatan I Wayan Koster dalam bebepa kasus korupsi yang ditangani KPK.
Pada 2 Nopember 2011, I Wayan Koster diperiksa KPK sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan di lima universitas di Indonesia (Republika.co.id). Pada 13 April 2012, I Wayan Koster dilaporkan ke KPK atas dugaan melakukan penyimpangan anggaran pembangunan Gedung Olahraga Ponjok Batu di Desa Pacung, Buleleng, senilai
Rp3,1 miliar. Registrasi laporan KPK nomor R.1409/40-43/04/2012. Hingga kini kasus ini belum jelas penyelesaiannya.
Pada 3 September 2013 kembali I Wayan Koster diperiksa KPK sebagai saksi terkait kasus suap pembangunan lanjutan venue PON XVIII Riau. (Tempo.co). Lalu pada 16 Juni 2013 lagi-lagi I Wayan Koster diperiksa KPK sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang.
Dipersidangan Koster disebut-sebut oleh Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso, menerima uang pelicin sebagai Pokja Anggaran Komisi X untuk menyetujui penambahan dana sebesar Rp150 miliar dalam APBN Perubahan 2010 tanpa melalui proses RDP antara Pokja dengan Kemenpora. (Kompas.com)
Terakhir, pada 4 Nopember 2014 lagi-lagi I Wayan Koster diperiksa KPK sebagai saksi terkait kasus korupsi pembangunan wisma atlet Sea Games Palembang. Dalam persidangan nama Koster disebut-sebut oleh tersangka Rizal Abdullah sebagai orang yang terlibat dalam penggelembungan anggaran pembangunan wisma itu. Nazaruddin, terpidana kasus korupsi, juga mengungkap bahwa Koster ikut menerima uang dalam pembahasan anggaran wisma tersebut.
“Harusnya ranah BCW untuk menyampaikan fakta berkait berita-berita di atas secara apa adanya agar publik tahu posisi kasus tersebut untuk menghindarkan semua pihak dari prasangka,” tegas Duana.
Duana menggarisbawahi pernyataan juru bicara KPK Febri Diansyah pada Mei lalu yang mengingatkan agar masyarakat tidak mengabaikan rekam jejak setiap calon kepala daerahnya di mana ia menyebutkan nama salah satu cagub Bali pernah berurusan dengan KPK dalam sejumlah perkara besar.
MoU Dengan KPK terpisah, Ketua Garda Tipikor Indonesia (GTI) Bali Pande Mangku Rata meminta agar dua paket Cagub dan Cawagub Bali yakni I Wayan-Koster-Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati (Koster-Ace) dan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) membuat nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pemimpin yang akan berupaya untuk bebas dari korupsi.
Nota kesepahaman dengan KPK ini sangat penting untuk membuktikan siapa pemimpin yang memiliki komitmen memberantas korupsi di Bali. "Ini memberikan warning kepada masyarakat Bali untuk memilih pemimpin Bali yang bersih dari korupsi. Dari KPK inilah, masyarakat akan memberikan kesempatan untuk memilih mana pemimpin yang bebas dari korupsi atau mana yang tersangkut kasus korupsi," ujarnya di Denpasar, Sabtu (16/6).
Menurut Mangku Rata, masyarakat Bali umumnya sepakat bahwa korupsi adalah musuh bersama yang sangat merugikan keuangan negara, menghambat pembangunan mulai dari pusat hingga daerah. Korupsi itu harus diberantas sejak awal.
"Jangan sampai Bali mengulangi kesalahan yang sama. Ingat, sudah banyak kepala daerah di Bali yang akhirnya masuk penjara karena korupsi. Sebut saja mantan bupati yang ada di Jembrana, Buleleng, Klungkung, Bangli. Kita kuatir jumlah ini akan bertambah. Dan tidak menutup kemungkinan di tingkat provinsi. Jangan sampai ini terjadi. Bali itu terkenal dengan orang yang jujur," ujarnya. Masyarakat Bali jangan sampai terkecoh penampilan pemimpin yang seolah-olah bersih dari korupsi, seolah-olah tidak pernah berurusan dengan KPK.
Sekalipun belum ada keputusan hukum yang sudah mengikat, tetapi jika ada pemimpin yang sering berurusan dengan KPK, maka hal ini menjadi atensi bersama karena ini sinyal kalau calon pemimpin Bali itu tidak bersih.
"Dari sisi pencitraan saja sudah sangat jelek karena namanya sering disebut dalam berbagai berita yang terkait dengan korupsi dan berurusan dengan KPK. Masyarakat sudah memilah hal ini. Masyarakat Bali berharap, siapa pun yang terpilih menjadi gubernur jangan sampai tersangkut dengan korupsi dan berurusan dengan KPK," ujarnya. (BB).