Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Sosok Pemimpin yang Wariskan Nilai-nilai Toleransi dalam Kemajemukan

Sabtu, 24 Desember 2016

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya.com/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Pembahasan mendalam terhadap spirit Puputan Badung dengan tokoh sentral Perang Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung sebagai Raja Ke VI Denpasar menjadi hal menarik dalam pembahasan Sarasehan sehari, Sabtu (24/12/2016) di Graha Sewaka Dharma Lumintang. 
 
Kehadiran Raja-raja Se-Bali dan tokoh Puri serta akademisi membuat pembahasan terhadap spirit Puputan Badung dengan revitalisasi nilai-nilai kepahlawanan  untuk memperkokoh semangat Bhineka Tunggal Ika demi tegaknya NKRI menjadi semakin menarik.
 
 
Kehadiran dua narasumber yakni terkenal yakni Dr. I Dewa Palguna, SH. MH dan Prof. Dr.I Gede Parimartha secara mendalam mengupas munculnya Puputan Badung dan sosok Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Made Agung yang juga sebagai sastrawan besar Bali yang tekun berguru pada Ida Pedanda Made Sidemen dengan karya-karyanya sangat dikenal dan bermutu dalam kehidupan susastra di Bali. 
 
Dapat dipahami bahwa cara hidup beliau yang rajin, tekun dan bersungguh-sungguh itu telah menjadikan I Gusti Ngurah Made Agung sebagai pemimpin dan bekerja dalam naungan sastra yang memiliki wawasan serta pemikiran luas, bersikap jujur, dan pemberani dalam menghadapi tantangan hidup. 
 
Prof. I Gede Parimartha mengatakan nilai kepahlawanan dapat dilihat dari nilai kejujuran, kesetiaan, rela berkorban, kerja keras tanpa pamerih, percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan teguh bertahan memegang prinsip  sampai titik darah penghabisan. 
 
Nilai toleransi dalam kemajemukan dapat ditemukan ketika raja dibantu oleh penduduk orang-orang muslim yang tinggal di daerah Badung ikut membela raja mengusir kolonial. Kepemimpinan yang rendah hati, tetap cermat dalam menata kehidupan rakyat dapat ditunjukan dengan konsep "Catur Pariksa". 
 
Karakter yang rendah hati, mengerti suasana batin bawahan ditunjukan ketika I Gusti Ngurah Made Agung membebaskan rakyatnya menentukan pilihan, apakah mau ikut atau tidak melakukan Perang Puputan melawan kolonial Belanda. 
 
Saat itu Raja Badung I Gusti Ngurah Made Agung melakukan Perang Puputan dengan berada didepan yang diusung rakyatnya menunjukan sikap kepeloporan yang tangguh dan bertanggungjawab. Sehingga dalam Sarasehan ini menjadi hal penting dalam upaya revitalisasi nilai kepahlawanan agar dapat dipahami generasi muda. 
 
"Bangsa yang tidak mengerti sejarahnya adalah bangsa yang buta tidak tahu arah perjalanan pendahulunya," kata Parimartha.
 
Sementara I Dewa Gede Palguna mengatakan keteladanan I Gusti Ngurah Made Agung melalui peristiwa Puputan Badung menunjukan pemimpin dari sebuah negeri yang berdaulat menunjukkan  bersikap yang tegas terhadap tekanan bangsa lain, tidak peduli seberapa kuat bangsa lain itu manakala yang menjadi pertaruhan adalah kehormatan dan kedaulatan negeri. 
 
 
Hal itu menjadi tantangan utama yang pertama-tama harus dihadapi I Gusti Ngurah Made Agung mengalahkan dirinya sendiri. Sebab kesempatan untuk tetap bertahta sebagai raja terbuka sangat lebar andaikata beliau bersedia berkompromi sedikit dengan Belanda dan terutama dirinya sendiri, namun beliau menolak menghamba pada kekuasaan. 
 
Karena itu wajar apabila I Gusti Ngurah Made Agung memperoleh tempat terhormat bukan hanya dihati rakyat tetapi juga di hati lawannya dimedan perang Puputan Badung. (BB)


Berita Terkini