Pariwisata Budaya Masih Dibutuhkan!
Jumat, 28 Oktober 2016
Baliberkarya.com/ist
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Wacana Pemerintah Pusat untuk membangun sepuluh Bali Baru nampaknya membuat beberapa kalangan dan tokoh pariwisata angkat bicara. Ide untuk membangun wisata buatan sempat bergema.
Mereka meyakini, jika Bali tak bisa berinovasi wisatawan tak akan melirik Bali. Di satu sisi, ide tersebut juga mendapat pertentangan keras. Pasalnya, Pemerintah terlalu berorientasi pada mass tourism.
“Sampai kapan pun Bali akan membutuhkan kekuatan budaya untuk memperkuat citra dan brandingnya. Budaya secara langsung menjadi antraksi umat Hindu setiap hari di Bali, tanpa ada paksaan. Natural. Ini berbicara mengenai land mark,” kata Akademisi Pariwisata IHDN I Wayan Wiwin SST.Par, M.Par dalam Diskusi Kamisan IHDN Denpasar, Jumat (28/10/2016).
Semangat dan konsep pariwisata yang dikembangkan Bali, secara yuridis juga diatur dalam Perda no no 3 tahun 1974 junc to Perda No 3 tahun 1991 juct to Perda Prov. Bali no tahun 2012 tentang kepariwisataan Bali.
“Secara ekplisit Kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana serta kepariwisataan untuk Bali dan bukan Bali untuk kepariwisataan,”tambahnya.
Diskusi Mingguan tersebut menghadirkan beberapa kalangan dari akademisi interdisplin, praktisi pariwisata dan mahasiswa. Acara yang mengusung tema “Re-Desain Pariwisata Bali” dinilai perlu disikapi oleh semua pihak, khususnya parktisi pariwita dan pengambil kebijakan. Pasalnya, desa wisata yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Bali sebanyak 100 destinasi di seluruh Bali merupakan potensi yang strategis.
Sementara itu Antropolog IHDN Dr Nyoman Segara Yoga menilai kehadiran pariwisata yang menjadi konsep Bali dari era kepemimpinan Ida Bagus Oka kata dia sebenarnya memperkuat dan menghadirkan perbedaan Bali di tingkat nasional dan internasional. Wisata buatan yang dimiliki oleh negara tetangga, sebenarnya tak kalah dengan pariwisata budaya yang dimiliki oleh Bali. Bahkan, tak sedikit pariwisata di Asia mulai “mencuri” konsep pariwisata ala Bali.
“Pemerintah memang lebih senang dengan dana segar dari investor ketimbang, pembangunan berbasis komuniutas di masyarakat. Ini fakta,”tegas akademisi jebolan Universitas Indonesia tersebut.
Sedangkan Sekjur Prodi Pariwisata dan Agama IHDN I Ketut Arta Widana SS. M.par mengakui bahwa Pemerintah selalu terlena dengan data statistik. Kunjungan pariwisata Bali yang mencapai 3 jutaan, dinilai belum memuaskan hasrat Pemerintah untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Padahal, dampak dari pariwisata tak terkendali mengakibatkan kerusan di bidang ekologi, ekonomi, sosial dan budaya.
Bidang ekologi misalnya, Pemerintah disorot tidak konsisten menerapan Perda banyak dilanggar. Seperti pembanguan, baik hotel dan villa. Mulai dari radius kesucian pura, sepadan pantai hingga bangunan liar di tebing atau bukit.
“Belum lagi masalah pugli tiket di beberapa kawasan seperti Batur yang sempat heboh beberapa bulan lalu,”ucapnya.
Sebenarnya, jika mengaju pada kenyataan kunjungan pariwisata di Bai, angka 3 juta kata dia, lebih. Pasalnya, selama ini ada permainan oknum di tempat wisata. Banyak pengunjug yak tak diberi tiket, cukup memberikan sejumlah uang. Semantara kata dia konyol jika pemerintah hanya mengacu pada statistik di lapangan yang bukan realitas sesungguhnya.
“Seolah Bali kunjungannya sedikit dengan konsep pariwisata budaya. Padahal banyak pungli disana-sini. Itu harus dibenahi sehingga Pemerintah memiliki data yang valid,”tegas mantan pemandu wisata selama puluhan tahun tersebut.
Ia juga menilai konspe pariwista Bali yang berbasis budaya merupkan bonus istimewa. Karena tidak semua daerah memiliki karakter seperti di Bali. Beberapa daerah kata dia, harus menyiapkan dana yang besar untuk sekadar menggali potensik budaya.
Sementara Dekan Fakultas Dharma Duta Dr I Wayan Wastawa menilai pemerintah dan anggota dewan selalu mewacanakan jargon-jaron pariwisata berbasis budaya, namun tidak konsisten merawatnya. Mulai dari alih lahan fungsi prioduktif dan tak melangar hukum.
Diskusi tersebut menilai konsep pariwisata Bali belum membumi jika tidak dikatakan tak jelas. Para akademisi mendorong agar konsep pariwisata di disain ulang dan persiapan matang.
Disamping itu wacana one island one manajement dinilai akan memperkuat pariwisata di Pulau Dewata. (BB)