Istri Sudikerta Jadi Saksi Sidang Priambodo, 'Pria Berlagak Preman' Rampas HP Wartawan
Selasa, 01 Oktober 2019
Baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Masih ingat dengan Gunawan Priambodo, terpidana dua tahun empat bulan dalam kasus penipuan? Selasa (1/10/2019) kembali didudukkan di kursi pesakitan PN Denpasar untuk diadili. Kasus yang dihadapi kali ini juga hampir sama dengan kasus yang dulu, yaitu dugaan penipuan dan penggelapan. Hanya saja, jika dalam kasus sebelumnya yang menjadi korban adalah Mahendra Anton Inggriyono, kali ini korbannya adalah Kurnia Soetantyo.
Dalam sidang terdakwa yang beralamat di Jalan Nuansa Udayana I No. 9 Jimbaran itu masuk pada agenda langsung pemeriksaan saksi. Menariknya, saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu Oka Surya Atmaja,SH tergolong sangat istimewa.
Adalah Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini yang merupakan istri dari I Ketut Sudikerta mantan Wagub Bali dihadirkan dimuka sidang ruang Candra yang diketuai majelis hakim Dewa Budi Watsara,SH.MH.
Istri Sudikerta ini dihadirkan dalam sidang karena diduga ada aliran dana masuk ke rekening pribadinya. Namun terkait hal itu dibantah oleh saksi dengan mengatakan tidak ada nama terdakwa dalam print pengiriman. Saksi juga mengaku tidak tau ada atau tidaknya uang yang masuk.
Terdakwa tetap ngotot dan bersikukuh bahwa punya bukti telah mentransfer uang atas nama saksi yang menjadi wali dari anaknya selaku Komisaris PT.Bangsing. Dalam hal ini jumlah uang yang ditransfer tidak disebutkan besarannya. Kenapa ke rekening saksi, lantaran putrinya yang bernama Putu Ayu Winda Widyasari tidak cukup umur saat itu, sehingga saksi sebagai walinya.
Sayangnya saat proses saksi dimintai keterangannya oleh hakim, sempat terjadi insiden kecil di luar sidang yang dilakukan oleh oknum berlagak preman yang perawakannya asal NTT. Tanpa alasan yang jelas, wartawan yang sedang mengambil gambar lewat kamera HP langsung dicomot oleh oknum tersebut.
"Mana fotonya hapus-hapus. Saya mau liat," sebut orang tersebut tanpa menyebut nama dan merampas HP beberapa wartawan.
Salah satu wartawan online sempat melawan dan mengatakan tidak ada hak untuk menghalangi tugas wartawan mencari berita. "Kamu siapa, kenapa paksa saya hapus. Kenapa tidak boleh photo, kamu apanya kasus ini!," timpal seorang wartawan online ini, namun oknum ini hanya diam saja tidak menjawab setelah dibeberkan Undang-Undang Pers.
Untuk diketahui terdakwa yang merupakan Direktur PT. Bangsing Permai Properti (BPP) mengatakan kepada korban bahwa tanah seluas 16,64 meter persegi itu adalah milik PT.BPP dan terdakwa adalah Presiden Direktur sekaligus owner dari perusahaan tersebut.
Saksi korban sempat menanyakan harga per are tanah kavling tersebut yang dijawab oleh terdakwa 400 juta per arenya. Terdakwa juga menerangkan kepada korban bahwa, tanah kavling tersebut luasnya adalah 1462 meter persegi.
Selain itu terdakwa juga menjelaskan, jika korban berencana membeli, pembayarannya bisa diangsur beberapa kali. Atas cerita itu korban pun akhirnya menghubungi saksi Anto dan mengatakan tertarik untuk membeli tanah kavling pada blok 7 seluas 1462 meter persegi.
Korban pun akhirnya mentransfer uang ke rekening PT. ASP atau kepada saksi Anton sebesar 100 juta sebagai tanda jadi. Atas pembayaran tanda jadi itu, saksi Anton memberitahukan kepada terdakwa.
Terdakwa meminta kepada saksi I Ketut Arimbawa untuk membawakan sertifikat SHM Nomor : 2451 seluas 16.640 meter persegi atas nama Arifin Susilo Adiasa dan blok tanah ke kantor Notaris Ketur Neli Asih.
Singkat cerita terjadilah pertemuan antara korban dan beberapa saksi di kantor Notaris Neli Asih. Dalam pertemuan itu, saksi korban sempat menanyakan soal pemilik tanah tersebut yang dijawab oleh terdakwa bawah tanah itu sudah dibeli oleh terdakwa dan sedang dalam proses balik nama pemecahan sertifikat.
Korban juga menanyakan status kepemilikan tanah tersebut kepada Notaris Neli Asih. Notaris Neli Asih yang mengetahui bahwa tanah itu masih atas nama Arifin Susilo Adiasa dan terdakwa tidak memiliki akta kuasa menjual, surat kuasa menjual ataupun alas hal lain.
Tetap Notaris Neli Asih malah menjelaskan bahwa tanah yang dijual tersebut sertifikatnya sudah beres dan sedang dalam proses balik nama oleh PT.BPP dan bisa diperjual belikan.
Setelah mendengarkan penjelasan dari Notaris, korban makin yakin untuk membeli tanah kavling tersebut. Tidak sampai disitu, terdakwa pun kembali menawarkan kepada korban tanah yang masih satu blok seluas 130 meter persegi dengan harga 250 juta per are.
Karena harga yang ditawarkan murah, korban tergiur membeli dengan maksud digabungkan dengan yang sebelumnya, sehingga luas tanah yang akan dibeli korban menjadi 1592 meter persegi. Sebagai tanda jadi, terdakwa meminta saksi korban intuk membubuhkan tanda tangan pada peta kavling /blok plan.
Saksi korban akhirnya sepakat membeli tanah itu dengan cara mencicil sebanyak 8 kali hingga mencapai angka Rp. 2.476.500.000. Selanjutnya Notaris Neli melakukan pengecekan ke BPN Bandung.
Dari pihak BPN Notari Neli mendapat penjelasan bahwa, ada aturan baru yang menyatakan bahwa fungsi tanah atau lahan Bangsing Pecatu tersebut sudah berubah menjadi kawasan perlindungan setempat atau sudah ditetapkan sebagai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan.
Celakanya lagi, pada tanggal 18 Oktober 2012, Arifin Susilo Adiasa selaku pemilik tanah seluas 16.640 meter persegi SHM Nomor : 2451 /Desa Pecatu mendatangi Notaris Neli dengan maksud mengambil kembali sertifikat yang masih atas namanya itu.
Tanpa memberikan penjelasan apapun, Notaris Neli memberikan SHM Nomor : 2451 /Desa Pecatu kepada Arifin Susilo Adiasa. Pada bulan Januari 2013 korban datang dari Jakarta dan langsung mengecek ke lokasi tanah yang sudah dibelinya itu.
Sampai dilokasi, korban terkejut karena sejumlah alat berat yang digunakan untuk membangun sudah tidak ada lagi. Korban sempat menanyakan kepada terdakwa yang dijawab oleh terdakwa pengerjaan proyek akan dilanjutkan kembali.
Tapi karena pengerjaan proyek tidak berjalan seperti janji terdakwa, korban kembali menghubungi terdakwa dan kembali mendapat jawaban proyek akan segara dikerjakan sambil meyakinkan bahwa apabila tidak dikerjakan, uang korban akan dikembalikan.
Tak puas dengan jawaban terdakwa, korban mendatangi Notaris Neli Asih dengan maksud mempertanyakan kelanjutan transaksi yang telah dibuat dengan terdakwa. Notaris Neli Asih menjawab bahwa SHM Nomor : 2451 /Desa Pecatu telah diambil oleh Arifin Susilo Adiasa.
Atas jawaban itu, korban pun merasa tertipu dan melaporkan kasus ini ke polisi. Akibat perbuatan terdakwa korban mengalami kerugian sebesar Rp. 2.476.500.000.
Sementara terdakwa, atas perbuatannya dijerat dengan tiga Pasal berlapis. Yaitu Pasal 372 KUHP, Pasal 378 KUHP dan Pasal 154 UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. (BB)
Berita Terkini
Berita Terkini
Arah Kade! Kebijakan Aneh, Kantin Sekolah Jadi Mesin Uang Pemkab
11 Januari 2025
Pemkot Denpasar Imbau Warga Beli LPG 3 Kg di Pangkalan Resmi
10 Januari 2025