Arah Kade! Kebijakan Aneh, Kantin Sekolah Jadi Mesin Uang Pemkab
Sabtu, 11 Januari 2025
Ket poto: Kantin SDN 2 Yehembang Kauh
Baliberkarya.com - Jembrana. Kebijakan pemerintah kabupaten jembrana yang tertuang dalam Perda Nomor II tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menimbulkan keresahan di sekolah di Jembrana khususnya di sekolah dasar, salah satunya SDN 2 Yehembang Kauh, komite sekolah menolak secara tegas pungutan tersebut. Menurut mereka pungutan tersebut mengancam keberlangsungan berbagai program sekolah yang selama ini dibiayai dari keuntungan kantin
Ketua Komite SDN 2 Yehembang Kauh, Dewa Sugita, mengungkapkan keresahannya terkait pungutan yang dikenakan oleh pemerintah kabupaten (Pemkab) atas operasional kantin sekolah. Menurutnya, beban keuangan yang ditetapkan sangat memberatkan pihak sekolah yang selama ini mengandalkan kantin sebagai sumber pendanaan operasional tambahan.
"Kemarin saya diberi tahu oleh dewan guru, tiga minggu lalu sekolah diminta melunasi pungutan sebesar Rp900 ribu untuk dana kantin tahun 2024. Jumlah itu merupakan akumulasi dari Rp75 ribu per bulan yang dihitung sejak Januari 2024. Pungutan ini dikenakan karena jumlah siswa di sekolah kami di bawah 100 orang. Jika siswa lebih dari 100, pemungutannya naik menjadi Rp100 ribu per bulan," tuturnya, Sabtu (11/01/2025).
Sugita menjelaskan, pihaknya merasa keberatan atas pungutan tersebut. Menurutnya, dana kantin telah menjadi sumber penting untuk menutupi berbagai kebutuhan sekolah yang tidak tercakup dalam Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
"Terus terang, dana kantin ini digunakan untuk perawatan sekolah, membeli peralatan seperti balon listrik, dan biaya upacara seperti piodalan serta pewintenan Saraswati. Dana BOS saja tidak cukup untuk itu. Dana kantin kami coba himpun untuk membantu operasional sekolah," katanya.
Ia menambahkan bahwa kantin tersebut dibangun oleh komite sekolah, dengan sistem pengelolaan yang melibatkan orang tua siswa. Makanan yang dijual di kantin dipilih secara ketat untuk memastikan kesehatan anak-anak. Barang dagangan juga disediakan oleh orang tua murid, dengan salah satu istri anggota komite ditunjuk sebagai pedagang. Seluruh hasil penjualan dicatat dengan transparan dan digunakan untuk keperluan sekolah.
"Sekolah kami mencatat semua pemasukan dan penggunaan uang kantin. Uang ini kami kumpulkan untuk kebutuhan mendesak di sekolah, seperti piodalan, pewintenan, dan bahkan pengadaan bangku serta kursi yang sangat mendesak. Pernah anak-anak belajar hanya beralaskan tikar karena bangku sekolah rusak. Kami bahkan mencari bangku bekas dari sekolah lain yang sudah mendapatkan bantuan," ujarnya.
Penolakan terhadap Pungutan Pemkab, menurut Sugita, pungutan yang diminta Pemkab, dengan alasan bahwa kantin berdiri di atas tanah negara, sangat memberatkan. Ia menegaskan bahwa bangunan kantin didirikan tanpa bantuan pemerintah, dan keuntungannya sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan sekolah.
"Jika Pemkab ingin mengambil keuntungan dari kantin ini, mengapa mereka tidak membangun kantin sendiri di sekolah kami? Kami sangat keberatan, karena saat sekolah kekurangan, tidak ada bantuan dari mereka. Namun, ketika kantin beroperasi, mereka datang meminta uang bulanan," ucapnya.
Sugita berharap Pemkab dapat memahami kondisi sekolah yang masih membutuhkan banyak bantuan, terutama dalam pengadaan fasilitas belajar mengajar. Menurutnya, perhatian pemerintah seharusnya lebih fokus pada membantu sekolah, bukan membebani dengan pungutan yang justru mengurangi kemampuan sekolah untuk memenuhi kebutuhan dasar siswa.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Jembrana I Gusti Putu Anom Saputra membenarkan adanya retribusi untuk kantin sekolah, ia mengaku pemungutan retribusi tersebut telah tertuang dalam Perda Nomor II tahun 2023. “Itu sudah disosialisasikan sebelumnya dan sudah dibuatkan sistem pembayaran e-retribusi oleh BPD. Kalau masalah penolakan itu ada akan tetapi setelah kita sosialisasikan rata-rata mereka bisa menerima,” pungkasnya. (BB)