Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Direspon Positif Akademisi! Insiatif DPRD Bali tentang Raperda Sistem Pertanian Organik

Senin, 13 Mei 2019

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Inisiatif DPRD Bali yang mengusulkan Raperda tentang Sistem Pertanian Organik ini mendapat respon positif kalangan akademisi di Bali. 
 
 
Akademisi yang juga Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud) Prof Dr Ir I Nyoman Rai, MS mengapresiasi keinginan Pemerintah Provinsi Bali untuk membentuk perda tersebut.
 
Dengan adanya rencana atau keinginan membuat perda ini menjadi ada semacam redesign pemikiran dari para eksekutif dan legislatif untuk pertanian Bali ke depan."Itu yang pertama sekali lagi saya apresiasi," katanya saat ditemui di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Unud, baru-baru ini.
 
Namun di samping itu, ia juga memberi beberapa catatan terkait dengan penyusunan perda ini. Menurutnya, dalam penyusunannya pihak pemerintah harus mediskusikannya bersama akademisi dan para pelaku pertanian, terutama masyarakat petani itu sendiri.
 
"Karena ujung-ujungnya terkena dampak kan masyarakat petani," jelasnya.
 
Hal pertama yang perlu dibicarakan dengan baik dalam Perda Sistem Pertanian Organik ini yakni mengenai definisi dan lingkup dari pertanian organik itu sendiri.
 
Dalam perda nantinya apakah diterapkan pertanian organik murni, semi organik atau kombinasi antara organik dan non-organik.
 
Akademisi Program Studi Agroekoteknologi ini menjelaskan, kalau sistem pertanian organik murni itu secara keseluruhan melarang penggunaan bahan-bahan kimia sintetik, seperti pupuk, pestisida, kemudian benih rekayasa genetika dan sebagainya.
 
 
Selain itu, air yang digunakan dalam pertanian yang mengalir dari hulu juga harus diperhatikan, karena jika di hulu sudah tidak menerapkan organik maka sudah tidak bisa disebut pertanian organik.
 
"Ini harus jelas definisi yang mana kira-kira cocok di Bali yang murni organik, semi organik atau model sistem pertanian organik yang mana. Nah mengapa ini menjadi penting dibicarakan definisi dan ruang lingkup ini karena terkait dengan implementasinya. Implementasi dari pertanian organik ini tentu ujung-ujungnya jangan merugikan petani," jelasnya.
 
Dirinya meminta, ketika perda ini ditetapkan lalu nanti ada sanksi di dalamnya, jangan implementasinya nanti itu membuat petani menjadi terbatas pilihannya dan kemudian merugikan petani.
 
Hasil dari pertanian organik ini, menurutnya, harus mendapatkan penghargaan lebih dari pertanian yang non organik sehingga harus disiapkan juga pangsa pasarnya.
 
"Nah ini yang saya kira perlu dibicarakan sangat baik ketika nanti kita menetapkan pertanian organik," kata dia.
 
Inisiatif dewan untuk membuat perda tentang Sistem Pertanian Organik ini di satu sisi disambutnya sangat baik.
 
Di sisi lain ia mengimbau agar definisi dan implementasinya tidak merugikan petani, tetapi justru bisa menguntungkan petani dan kesejahteraan petani menjadi meningkat.
 
Paling penting, kata dia, yakni perlu adanya upaya konservasi lingkungan.
 
 
Sementara itu, Akademisi pertanian sekaligus Rektor Universitas Dwijendra, Dr.Ir.Gede Sedana, MSc,.MMA. mengatakan penerapan sistem organik harus dilakukan secara terpadu dari hulu sampai ke hilir.
 
“Misalnya bisa diawali dari penyediaan benih dan atau bibit organik, penggunaan sarana produksi (pupuk, pestisida) organik, pengelolaan irigasi yang bebas dari polusi kimiawi sampai masa proses pengolahan dan penyajian produk-produk pertanian,” kata Sedana di Denpasar, Kamis (9/5/2019).
 
Sedana menerangkan, sistem pertanian organik paling sedikit mencakup beberapa subsistem seperti subsistem hulu, subsistem onfarm dan subsistem hilir yang dikelola secara inclusive business.
 
Keberlanjutan penerapan sistem pertanian organik ini perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku untuk sarana produksi secara lokal, teknologi budidaya pertanian organik, hingga pascapanen termasuk pemasaran produk pertanian organik tersebut.
 
Aspek pemasaran ini menyangkut perilaku konsumen serta harga produk yang akan diterima petani produsen baik melalui pedagang perantara maupun langsung dari konsumen.
 
“Pemerintah harus menjamin keberlanjutan integrasi antar subsistem melalui subsistem penunjang seperti regulasi, penyuluhan, finansial dan lain-lain,” terangnya.
 
Selain itu, kata dia, masyarakat juga perlu diberikan edukasi yang berkenaan dengan pertanian organik dan konsumsi produk-produk organik guna menjamin gayung bersambut antara supply dan demand-nya.(BB)


Berita Terkini