Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Jika Bali Miliki 'Rumah Potong Unggas', Harga Daging Ayam Akan Murah dan Stabil

Kamis, 09 Mei 2019

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Selama ini harga daging ayam di Bali sering tidak setabil akibat ulah permainan dagang 'para mafia' atau 'kartel'. Semestinya, harga daging ayam di Bali bisa murah dan stabil, jika Pemerintah Provinsi Bali memiliki Rumah Potong Unggas (RPU) sendiri.
 
 
Seperti diketahui selama ini harga daging ayam fluktuatif yakni harga daging di tingkat peternak Rp22 ribu per ekor sedangkan di pasar Rp38 ribu per ekor, harga eceran tertinggi Perindag Rp34 ribu per ekor. Naik turunnya harga ayam ini bisa juga disebabkan karena kehadiran "tukang ngejuk" ayam yang mempengaruhi melonjaknya harga daging ayam.
 
Misalnya ayam yang awalnya dibeli dengan harga Rp21 ribu per ekor ditingkat peternak, dijual pada tukang potong harganya Rp24 ribu per ekor dan tukang potong menjualnya ke pengecer Rp30 ribu per ekor, tapi bisa-bisa ditingkat konsumen mencapai Rp36 per ekor sampai Rp 38 ribu per ekor bahkan bisa lebih. 
 
"Mereka inilah sebenarnya yang jadi penyebab harga daging ayam kerap mengalami fluktuatif," kata Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali, I Wayan Mardiana saat ditemui ruang kerjanya di Denpasar, Kamis (9/5/2019). 
 
 
Menurut Mardiana, kegiatan para bakul ayam ini semacam kartel atau mafia. Pasalnya, mereka selalu bersepakat dalam menjalankan aksinya, mereka yang menentukan harga ayam di tingkat peternak. Misal, mereka bersepakat mengambil harga ayam di Jembrana Rp20 ribu per ekor, tapi kalau tidak dikasih, maka sepakat membiarkan saja ayam para peternak tidak ditangkap untuk di beli.
 
Ket Foto: Kepala Dinas Peternakan Provinsi Bali, I Wayan Mardiana
 
"Pasti peternak akan rugi, begitu anggapan dan mainannya. Inilah yang terkadang sulit kita atur keberadaan kartel ini," sentilnya.
 
Mardiana mengaku sebenarnya ada solusi untuk menghilangkan peran para 'tukang juk' atau bakul ayam tersebut dan menstabilkan harga daging ayam yaitu Pemerintah Provinsi Bali harus menyediakan Rumah Potong Unggas (RPU) sendiri. Hal itu bagi Mardiana sangat penting agar peternak bisa langsung membawa ayamnya ke rumah potong tersebut.
 
 
"Berapa mesti mereka bayar per ekornya apakah seribu, dua ribu atau berapa. Cara ini paling efisien, tidak usah berpikir yang rumit lagi. Beban peternak hanya biaya angkut dan biaya potong, selebihnya bisa langsung dinikmati peternak atau petani," jelasnya. 
 
Mardiana mengakui ayam yang semestinya dipotong di RPU namun sampai saat ini yang terjadi di Bali yaitu ayam dipotong di rumah-rumah penduduk melalui tukang bakul ayam. Melihat realita tersebut, pihaknya sedang merencanakan dan melakukan kajian pembangunan RPU di Badung dan Denpasar. 
 
"Jadi kelak otomatis keberadaan tukang juk ayam atau bakul ayam yang jadi sumber naiknya harga ayam, lambat laun akan terkikis hilang tidak bisa mempermainkan harga daging ayam lagi," tegas Mardiana.(BB).


Berita Terkini