Kala EMRO Mengakui EM4 Indonesia Terbaik Di Asia Pasifik
Senin, 18 Maret 2019
baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Kegigihan Gede Ngurah Wididana yang dikenal dengan GNW 14.3, mengantarkan produksi EM4 Indonesia, dan Bali khususnya mendapat pengakuan dunia internasional langsung dari Effective Microorganisms Research Organization (EMRO). Menurut delegasi EMRO, EM Indonesia sebagai yang terbaik dan terbesar di Asia Pasifik. Hingga akhir 2018, ada sekitar 154 negara di belahan dunia yang telah menerapkan teknologi budidaya pertanian tersebut untuk meningkatkan produksi pangan yang sehat dan aman secara berkelanjutan.
Sebagai contoh, kebun jeruk milik Yarikan Mudana (60) di Desa Bantang, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dikembangkan sebagai agrowisata. Wisatawan dan pengunjung lain bisa memetik sendiri buah jeruk yang tumbuh rimbun dan tertata apik. Pemiliknya yang selalu ramah menyambut pengunjung itu menawarkan jeruk untuk dikonsumsi secara gratis, setelah mencicipi terasa manis barulah mayoritas pelancong membeli jeruk dengan ukuran besar dan manis. Kala ditanya pengunjung tentang buah jeruk yang terasa manis, Mudana hanya menunjuk pada tumpukan pupuk Bokashi Kotaku yang diproduksi PT Songgo Langit Persada. Tanaman jeruk bisa tumbuh subur karena perawatan dan pemupukan dengan Bokashi Kotaku dan pupuk cair EM4.
Kebun jeruk yang ditanam rapi dengan jarak beraturan itu berbuah lebat, ukuran buah besar dan merata. Jeruk siam merupakan jeruk khas Kintamani yang tampilannya memang menarik dan menyenangkan hati, berwarna kuning cerah sedikit kehijauan. Rasanya manis dengan sedikit rasa asam segar. EM4 juga diproduksi untuk mendukung pengembangan sektor perikanan, karena Bali dan daerah lain di Indonesia berpotensi untuk pengembangan budidaya ikan air tawar.
BACA JUGA : Gelar "specTAXcular", Wajib Pajak Diingatkan 31 Maret Batas Akhir Penyampaian SPT Tahunan
Jika potensi perikanan yang merupakan sektor unggulan bisa digarap maksimal, jelas menjadi sektor ekonomi potensial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Untuk itu pemerintah kabupaten/kota dan Propinsi Bali, menurut GNW 143, perlu memberi perhatian lebih guna budidaya perikanan air tawar dengan membantu berbagai jenis bibit ikan. Potensi perikanan darat masih sangat besar, karena Indonesia miliki ratusan bahkan ribuan sungai yang panjang dan lebar, ratusan danau dan lahan basah yang sangat luas.
Soal tenaga kerja yang bakal terlibat dalam sektor perikanan, sebut GNW 14.3 sangat banyak. Hanya saja penting diberikan pelatihan singkat dan dikucuri modal untuk berusaha dalam bidang perikanan. Upaya tersebut di tingkat Bali bisa menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari. Masyarakat tidak perlu mendatangkan lele, mujair dan jenis ikan air tawar dari Banyuwangi atau daerah lain di Jawa Timur.
I Gusti Ketut Riksa, mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangli yang kini menjadi instruktur di Pusdiklat Teknologi EM, sebuah yayasan Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali yang berpusat di Desa Bengkel, Busungbiu, Buleleng, setiap bulan tidak pernah sepi peserta pelatihan. Para peserta datang dari berbagai daerah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bahkan tak jarang pula peserta yang datang dari benua Australia, Asia, Eropa dan benua Amerika.
Mereka tergugah dan bangkit kesadarannya untuk mengikuti latihan pertanian organik secara terpadu di desa itu. Pertanian yang ramah lingkungan itu sudah sepatutnya diterapkan sesuai kebutuhan masyarakat modern terkini. Kini, masyarakat menilai pertanian zaman dulu sebagai pertanian yang kolot, tradisional dan predikat lain yang bertendensi merendahkan.
Pertanian tradisional Bali kondisinya lebih baik, lebih unggul dengan tingkat kesuburan lahan yang lestari serta berpeluang untuk menghasilkan secara pasti dibanding pertanian modern. Petani tempo dulu, terutama di lahan basah selalu memelihara sapi untuk mengolah lahan dan manfaatkan kotorannya sebagai pupuk. Selain sapi dan kambing, petani juga memelihara unggas dan ikan di sawah tanpa harus mengeluarkan biaya angkut kotoran hewan untuk pupuk. Dengan begitu lahan persawahan terus memperoleh asupan pupuk kandang.
Modernisasi pertanian sekarang telah mengganti tenaga sapi dengan traktor sehingga banyak petani tidak lagi pelihara sapi. Akibatnya, terjadi penurunan tingkat kesuburan tanah, produksi berkurang sampai berimbas pada sikap petani yang malas. Untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian, merubah sistem pertanian kimia jadi pertanian ramah lingkungan.
Dengan teknologi EM yang sejak lama dirintis GNW 14.3 di Indonesia, manusia dapat membuat pupuk bokashi dalam jumlah banyak, murah dan cepat sehingga percepat revitalisasi kesuburan tanah. Pengalaman membuktikan pemupukan dengan bokashi 10 ton per hektar pasca 3x tanam, pematang sawah harus dinaikkan karena struktur tanah mengembang dan gembur. Kandungan bahan organik dan rongga udara tanah meningkat sekitar 50%, itulah sebagai ruang udara dan air.
Akar tanaman dan biota tanah bisa bernapas dan hidup, tanah tetap berair, kian banyak bahan organik untuk dikomposisikan dengan biota tanah. Dengan begitu, pemupukan bokashi menjadi kepanjangan dari bahan organik yang kaya akan sumber hidup dan kehidupan, plus kandungan bahan-bahan organik meningkatkan, menambah jumlah dan jenis mikroba dalam tanah. (BB)
Berita Terkini
Berita Terkini
Arah Kade! Kebijakan Aneh, Kantin Sekolah Jadi Mesin Uang Pemkab
11 Januari 2025
Pemkot Denpasar Imbau Warga Beli LPG 3 Kg di Pangkalan Resmi
10 Januari 2025
Audiensi Bersama Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan
10 Januari 2025