Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Catat! Penetapan Kursi Pileg 2019 Berdasarkan Perolehan Suara Tertinggi, bukan Nomor Urut

Jumat, 22 Februari 2019

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali menegaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 168 Ayat (2) pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Kursi untuk caleg ditetapkan dengan metode sainte lague murni.
 
 
“Berdasarkan sistem atau metode tersebut kursi diberikan kepada caleg dengan perolehan suara tertinggi atau terbesar di internal partai tersebut,” tegas Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan menjawab pertanyaan wartawan di Denpasar, Jumat (22/2/2019).
 
Dijelaskan, dalam sistem proporsional terbuka pemilih tetap bisa memilih langsung orang yang dikehendaki di kertas suara yang memampang nama calon dan partainya. Penentuan calon terpilih berdasar suara terbanyak. Kursi yang didapat partai politik akan diberikan pada caleg di partai tersebut yang suaranya paling banyak
 
Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan
 
Lidartawan menegaskan hal itu menyikapi masih adanya informasi keliru di masyarakat, bahwa kursi anggota Dewan akan diberikan kepada caleg berdasarkan nomor urutnya dalam daftar caleg pada surat suara. “Itu keliru. Kami berharap masyarakat mendapat informasi yang benar. Jangan ada pihak-pihak yang menyosialisasikan informasi dan sistem pemilu yang keliru,” ujar mantan Ketua KPUD Bangli itu.
 
 
Berdasarkan informasi yang diperoleh wartawan, di Kabupaten Bangli ada oknum caleg yang memberikan informasi kepada calon pemilih, bahwa yang pasti akan dapat kursi adalah yang nomor urutnya di atas. “Diinformasikan, yang dapat kursi adalah nomor urut 1 (satu). Yang nomor urut 2, 3, atau 4, tidak mungkin. Mereka hanya akan mengumpulkan suara untuk nomor urut 1,” ungkap sebuah sumber mengutip informasi sesat yang disebarkan oknum caleg di Bangli.
 
Lidartawan menekankan, perbedaan sistem penghitungan suara Pileg 2014 dengan Pileg 2019 akan ikut mempengaruhi proses perebutan kursi calon legislatif. Diketahui, Pileg 2014 metode penghitungan suara dengan metode quota hare dengan adanya Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Saat itu, masih memungkinkan caleg dengan perolehan suara sedikit, tetapi berdasarkan perhitungan, sisa suaranya tertinggi dibanding yang lain, memperoleh kursi.
 
Namun, pada Pileg 2019 menggunakan metode sainte lague murni. Secara rinci Lidartawan menerangkan perbedaan penghitungan suara untuk Pileg 2019 tersebut.  
 
"Sistem penghitungan kursi berbeda. Dengan metode sainte lague murni, pembagian kursi nantinya dilakukan dengan pembagian bilangan ganjil 1, 3, 5, 7 dan seterusnya. Jika partai sudah dapatkan kursi pertama, untuk pembagian berikutnya partai tersebut akan dibagi 3," jelas Lidartawan.
 
Dicontohkan, jika dalam hasil suara, partai A mendapat 24.000 suara, sementara partai B dapatkan 15.000 suara, dan partai C untuk 9.000 suara, jumlah total suara tersebut akan dibagi 1 untuk penentuan kursi pertama. Hasilnya, partai A yang berhak dengan jumlah suara tertinggi yakni 24 ribu suara (24 ribu:1).
 
 
Penentuan kursi kedua, partai A yang sudah dapatkan 1 kursi pertama, selanjutnya suara totalnya akan dibagi 3. Sementara partai B dan C, yang belum dapatkan kursi, tetap akan dibagi 1 untuk total suaranya. Dengan perhitungan tersebut, maka partai B lah yang berhak dapatkan kursi 2 (15 ribu suara).
 
Siapa yang berhak menduduki kursi yang diperoleh partai. “Kursi diberikan kepada caleg yang memperoleh suara tertinggi atau terbesar. Bukan menurut nomor urutnya. Belum tentu yang nomor urut 1 yang dapat. Bisa jadi nomor urut di bawahnya,” tegas Lidartawan.
 
Sistem penentuan ini, menurutnya, membuat mau tak mau, caleg dan partai harus bekerja sama dalam peraihan suara terbanyak. Menang secara individual untuk suara caleg tetapi suara partai tak terdongkrak, akan mempengaruhi proses duduknya calon di legislatif. Dalam artian, caleg juga dituntut untuk menangkan partai.
 
"Partai juga berjuang untuk dapatkan suara terbanyak. Selain untuk pribadi (suara caleg), juga untuk membuat partai dapatkan suara tertinggi. Ini kan saling dukung-mendukung, tidak semata-mata hanya suara caleg individual. Semua parpol memasang orang-orang yang punya suara banyak (elektabilitas tinggi). Istilahnya berjuang sama-sama," ucapnya. (BB) 


Berita Terkini