Oknum Ketua SC Panitia Mahasabha XI Parisada Terindikasi "Bermain"
Kamis, 20 Oktober 2016
istimewa
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com - Denpasar. Mahasabha XI Parisada di Surabaya, terindikasi tidak sepenuhnya murni. Ada informasi dari sumber dan bukti komunikasi yang bocor ke media, oknum Ketua SC Panitia Mahasabha, disebut-sebut mengaku telah menyiapkan figur untuk Dharma Adhyaksa, Ketua Sabha Walaka dan Ketua Umum.
Oknum itu meminta teman-temannya mengirimkan atau merekomendasikan bakal calon untuk dimasukkan sebagai Sabha Pandita, Sabha Walaka ataupun Pengurus Harian. Namun, tidak terlalu jelas, siapa figur bakal calon Dharma Adyaksa, Ketua Sabha Walaka maupun Ketua Umum yang sudah dipersiapkan tersebut. Di Majalah Raditya, Acharyananda dan Nengah Dana disebut sebagai calon kuat.
Tidak ada pihak panitia maupun pengurus PHDI yang bersedia mengomentari indikasi ketidaknetralan oknum Ketua SC tersebut. Namun, yang jelas, seminggu belakangan ini memang suasana cukup ‘’hangat’’.
Diantaranya adalah berkembangnya informasi, bahwa Panitia telah melanggar AD/ART, melanggar arahan Dirjen Bimas Hindu maupun Sabha Pandita, juga kesepakatan untuk taat AD/ART dalam Rakor sebelumnya di Hotel Ibis Jakarta 9 September serta Rakor Pra-Mahasabha di Hotel Sultan Jakarta, 24-25 September lalu.
Walau sudah sepakat taat AD/ART, rupanya materi Mahasabha yang disiapkan panitia mengindikasikan adanya pelanggaran. Diantaranya, tampak dalam penyusunan draf tata tertib dan jadwal persidangan Mahasabha.
Hal itu mendorong Sabha Pandita melakukan rapat koordinasi di Sekretariat PHDI, pada 17 Oktober 2016 lalu yang dipimpin Dharma Adhyaksa Ida Pedanda Sebali. Apakah diantara indikasi pelanggaran tersebut?
Diketahui, bahwa draf tata tertib dibuat sangat simpel, sehingga tidak ada pengaturan bagaimana memilih Sabha Pandita, Sabha Walaka maupun Pengurus Harian. Mekanisme itu baru nampak di draf jadwal.
Yang dianggap janggal, yang memilih Sabha Pandita dan Dharma Adhyaksa bukanlah Anggota Sabha Pandita, tetapi dirancang pemilihan dilakukan melalui usulan Parisada Provinsi, yang nantinya direkapitulasi sedemikian rupa.
Menurut sumber yang menolak disebutkan identitasnya, Pandita sangat keberatan dengan mekanisme seperti itu. Selain bertentangan dengan pasal 8 ART PHDI, dimana Dharma Adhyaksa dan Sabha Pandita dipilih oleh para Pandita, hal itu tidak sesuai sesana Pandita serta esensi Parisada sebagai Majelis Pandita. Para Walaka pun tidak ingin memilih Pandita, karena hal itu merupakan wilayah yurisdiksi para Diksita.
Sikap ngotot Panitia mempertahankan mekanisme untuk memilih Sabha Pandita melalui pencalonan oleh Parisada Provinsi, dipertanyakan banyak pihak, ada kepentingan apa dibalik semua itu. Beberapa Walaka yang diminta konfirmasi untuk isu ini menyayangkan sikap ngotot itu, karena tiga organ Parisada termasuk Pengurus Harian sudah sepakat taat pada AD/ART.
Kalau taat asas, semestinya tatib dan jadual sidang disesuaikan dengan AD/ART yang berlaku, bukan pada AD/ART yang masih draf dan belum disetujui karena belum dibahas.
Sabha Pandita yang meminta Panitia untuk meluruskan materi Mahasabha agar sesuai AD/ART Parisada, sangat menyesalkan mengapa pelaksanaannya tidak sesuai AD/ART. Padahal, sudah disepakati dalam dua kali rapat koordinasi, bahwa semuanya taat asas dan sesuai AD/ART.
Dirjen Bimas Hindu, yang berupaya memediasi para pihak di Parisada, menegaskan, sebagai Dirjen dirinya meminta Mahasabha PHDI taat AD/ART, sebagai konsitusi organisasi. Kalau pelaksanaannya sudah sesuai koridor AD/ART soal siapa yang menjadi pengurus, itu merupakan kewenangan forum Mahasabha yang sangat terbuka dan demokratis.(BB/rls).
Berita Terkini
Berita Terkini
Arah Kade! Kebijakan Aneh, Kantin Sekolah Jadi Mesin Uang Pemkab
11 Januari 2025
Pemkot Denpasar Imbau Warga Beli LPG 3 Kg di Pangkalan Resmi
10 Januari 2025