Pertama dalam Sejarah, ITDC Gelar Pecaruan Nawa Gempang dan Mapakelem di The Nusa Dua
Jumat, 03 Januari 2025
Foto: ITDC Gelar Pecaruan Nawa Gempang dan Mapakelem di The Nusa Dua
Baliberkarya.com-Nusa Dua. PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC) bertepatan dengan hari Kajeng Kliwon Sasih Kapitu, rahina Sukra Kliwon Bala, 3 Januari 2025 menggelar Upacara Pecaruan Nawa Gempang dan Mapakelem yang dipusatkan di Pulau Peninsula, kawasan The Nusa Dua. Upacara yang baru pertama kali dalam sejarah digelar ini sebagai bentuk pelestarian budaya dan harmoni spiritual di dalam kawasan.
General Manager The Nusa Dua, I Made Agus Dwiatmika mengatakan upacara ini sebenarnya belum pernah digelar di The Nusa Dua. Upacara Pecaruan Nawa Gempang dan Mapakelem ini adalah baru pertama kali digelar. “Kami sebagai penanggung jawab di the nusa dua bersama tenant-tenant di kawasan dan desa adat yang ada di sekitar kawasan, menggelar upacara ini,” jelas Agus Dwiatmika.
Menurutnya, upacara ini bermakna untuk harmonisasi dengan alam dan lingkungan karena secara sadar atau tidak sadar, kita telah mengeksploitasi lingkungan, baik yang dilakukan secara sadar dengan menata lingkungan, maupun secara tidak sadar misalnya membuang sampah, membuat pembangunan-pembangunan yang mungkin bisa merusak alam.
“Kita berusaha mengembalikan energi alam ke aura positif, agar apa yang kita lakukan di masa mendatang, juga harmonis dengan lingkungan,” ungkapnya.
Agus Dwiatmika menyebut bila merujuk kejadian beberapa puluh tahun terakhir, cukup banyak peristiwa yang terjadi di dalam kawasan sehingga melalui upacara ini, pihaknya berusaha agar hal-hal yang sifatnya negatif, kejadian-kejadian yang tidak diinginkan bisa dihindari di kawasan. Menurutnya, bagaimanapun juga, aktivitas yang dilakukan di dalam kawasan cukup banyak. Boleh dikatakan 24 jam, kemudian secara tamu yang datang kurang lebih sudah lebih dari 2 juta orang setahun.
“Dengan adanya energi-energi yang mungkin sudah banyak negatif, kita berusaha membuat keseimbangan. Atau mengharmoniskan dengan alam semesta terutama di lingkungan the Nusa Dua,” sebutnya.
Upacara ini, lanjut Agus Dwiatmika, idealnya secara keyakinan, sebaiknya digelar antara 20-30 tahun sekali. Ia mengaku untuk sarana upacara yang digunakan, tingkatan upacara bantennya yang utama. Sedangkan untuk sarana pendukungnya, tetap berusaha dioptimalkan sesuai anggaran biaya.
“Kita optimalkan dan kita tidak mau terlalu mewah yang penting bantennya sesuai dengan tingkatan utama,” terang Agus Dwiatmika mengakhiri.(BB).