Atasi Keterbatasan Lahan Pertanian di Perkotaan, Dr Gede Sedana sebut Solusinya "Urban Farming&#
Selasa, 10 September 2019
Baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Alih fungsi lahan pertanian khususnya di wilayah perkotaan di Bali semakin menyempit. Meski begitu, masyarakat dan petani di Bali masih bisa melakukan kegiatan pertanian melalui pola "urban farming" yang memang jawaban atas keterbatasan lahan pertanian dengan menanam tanaman jangka pendek.
Pendapat tersebut disampaikan Rektor Universitas Dwijendra Dr Ir Gede Sedana, M.Sc., MMA usai yudisium ke-31 Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra pada Senin malam (9/9/2019).
Menurut Dr. Gede Sedana, alih fungsi lahan khususnya di wilayah perkotaan tak mungkin dihentikan. Namun bukan berarti warga maupun petani tak bisa mengembangkan sektor pertanian di lahan yang relatif terbatas ini.
"Petani dan warga kota bisa kembangkan tanaman yang berumur pendek namun memiliki nilai jual tinggi seperti komoditi hortikultura," ucapnya.
Dr. Gede Sedana mengakui dengan lahan sempit dan ketersediaan air yang terbatas memang tak mungkin dikembangkan tanaman padi dimana secara ekonomis hal itu juga kurang menguntungkan. Namun melalui “Urban Farming” pada lahan terbatas petani termasuk warga kota bisa bertanam sayuran dan produk lainnya yang bernilai ekonomi tinggi.
Ket Foto: Rektor Universitas Dwijendra Dr Ir Gede Sedana, M.Sc., MMA
"Di kota dengan lahan terbatas kita bisa tanam sayuran dan sejenisnya yang dalam waktu hanya beberapa minggu bisa dipanen. Ini hasilnya cukup bagus," terang jebolan Fakultas Pertanian Unud ini.
Urban farming merupakan konsep memindahkan pertanian konvensional ke pertanian perkotaan. Pertanian konvensional lebih berorientasi pada hasil produksi, sedangkan urban farming lebih pada karakter pelakunya yakni masyarakat urban. Di sisi lain, Dr. Gede Sedana mengakui makin banyaknya sarjana pertanian bisa membantu memberi semacam advokasi kepada petani agar pertanian bisa terus berkembang.
Lebih jauh Dr. Gede Sedana menjelaskan bahwa pada intinya petani hanya membutuhkan produksi dan harga yang memadai atas usaha mereka. Disinilah peran sarjana pertanian memberikan saran dan masukan termasuk juga kepada pemerintah agar bisa membantu menjaga harga pasar.
"Mereka bisa memproduksi dan menjembatani hasil petani ke pengusaha atau ke pengolahan. Jadi banyak peluang yang bisa dikerjakan selain di bidang advokasi," jelas Dr. Gede Sedana.
Terkait kesiapan sarjana membuka lapangan kerja, bukan sebagai “job seeker”, Rektor asal Buleleng ini mengatakan sebenarnya sejak mahasiswa, pihaknya telah memberikan materi bisnis inklusif, kewirausahaan yang tujuannya agar setelah tamat bisa membuka lapangan kerja.
"Seperti sarjana pertanian, mereka bisa menjadi “aktor” pasar (pelaku pasar), selain produsen. Mereka bisa memproduksi dan menjembatani hasil petani ke pengusaha atau ke pengolahan. Jadi banyak peluang yang bisa dikerjakan selain di bidang advokasi," demikian Dr. Gede Sedana.(BB).
Berita Terkini
Berita Terkini
DJP Umumkan Perkembangan Terbaru Implementasi Coretax
13 Januari 2025
Upacara Pecaruan dan Ngebeji Pujawali Pura Niti Praja
13 Januari 2025
Penjelasan Akhir Bupati, Tiga Ranperda disahkan Jadi Perda
13 Januari 2025