Eksekusi Rumah Seroja Mirip Perampasan, Togar: Itu Cacat Hukum Syarat "Kongkalikong"
Rabu, 08 Agustus 2018
Baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Petugas dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar bersama aparat kepolisian, mengeksekusi sebuah rumah di kawasan Jalan Seroja, Denpasar, Bali, Selasa (31/7/2018) lalu. Proses eksekusi tersebut sempat ricuh, karena penghuni rumah atas nama Putu Gede Wiranata bersama keluarga dan sejumlah ormas, melakukan 'perlawanan'.
Meski diprotes dan sempat ricuh, eksekusi tetap dilakukan oleh Tim Jurusidak Pengadilan Negeri Denpasar, dibantu petugas kepolisian. Penghuni rumah melalui kuasa hukumnya, Togar Situmorang, rupanya tidak bisa menerima proses eksekusi ini. Pasalnya, proses eksekusi ini dinilai cacat hukum serta terkesan syarat dengan "kongkalikong".
Kepada wartawan di Denpasar, Togar Situmorang membeberkan beberapa alasan sehingga pihaknya menuding proses eksekusi rumah ini cacat hukum. Pertama, proses eksekusi ini justru mengangkangi Putusan Mahkamah Agung (MA) karena dalam putusannya, MA mengamanatkan bahwa apabila ada gugatan perlawanan terhadap eksekusi, maka eksekusi harus ditunda.
"Putusan Mahkamah Agung sangat jelas, bahwa apabila ada eksekusi riil, dan kalau ada yang melakukan gugatan perlawanan, maka eksekusi ditunda. Nah, dua minggu sebelum eksekusi, saya sudah melayangkan gugatan perlawanan. Pertanyaannya, kenapa masih dilakukan eksekusi?" sentil Togar Situmorang.
Kedua, selaku kuasa hukum, dirinya sampai saat ini belum mendapat dokumen terkait eksekusi tersebut dari Pengadilan Negeri Denpasar. Padahal, dokumen tersebut penting untuk dipelajari.
Kuasa Hukum pemilik rumah, Togar Situmorang
"Pasca eksekusi, kami sesungguhnya bisa mengajukan verset. Tetapi itu tidak bisa kami lakukan, karena sampai saat ini kami belum menerima berkas terkait eksekusi itu dari Pengadilan Negeri Denpasar," jelas Togar Situmorang.
Ketiga, proses eksekusi rumah itu juga cacat hukum, karena justru tanpa berita acara pengosongan rumah. "Mana berita acara pengosongan? Karena itu gak ada, maka jelas itu bukan eksekusi tetapi merupakan perampasan," tegas pemilik Law Firm Togar Situmorang & Associates ini.
Keempat, pihaknya merasa dibohongi dalam proses eksekusi tersebut, karena sesungguhnya pihaknya diundang untuk hadir di kantor lurah terkait proses eksekusi. Namun faktanya, tidak ada pertemuan di kantor lurah sebagaimana undangan, namun justru langsung di lokasi rumah yang dieksekusi.
"Selaku para pihak terkait, kami diundang secara resmi untuk hadir di kantor lurah. Tetapi apa yang terjadi? Ternyata kita langsung di lokasi, dan langsung dilakukan proses eksekusi," tegas Togar Situmorang, yang pada Pilgub Bali 2018 dipercaya sebagai "Panglima Perang" Ketua Tim Hukum dan Advokasi Pasangan Mantra-Kerta (Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan Ketut Sudikerta).
Kelima, eksekusi rumah ini juga cacat hukum dan syarat kongkalikong, karena tidak semua para pihak terkait dihadirkan. "Ke mana pemilik rumah? Ke mana pihak yang menggadaikan rumah ke BPR? Ke mana BPR yang melakukan pelelangan? Kenapa hanya pihak kami yang hadir? Karena hanya kami yang hadir, maka kami tidak tandatangani BAP," tandas Togar Situmorang.
BACA JUGA : Patung GWK di ”Pelaspas”, Gubernur Harap Bisa Berikan Manfaat Bagi Kemajuan Pariwisata Bali
Mencermati berbagai fakta ini, Togar menegaskan, proses eksekusi tersebut jelas cacat hukum. Bahkan dalam proses eksekusi tersebut, terjadi pelanggaran HAM terhadap dirinya oleh petugas.
"Ini jelas - jelas cacat hukum. Eksekusi ini sangat dipaksakan, mungkin karena mendengar kami sudah mengajukan gugatan perlawanan," pungkas Togar Situmorang, yang saat ini tengah menyelesaikan Disertasi pada Program Doktoral (S-3) Ilmu Hukum Universitas Udayana (Unud).(BB).
Berita Terkini
Berita Terkini
Pemkot Denpasar Imbau Warga Beli LPG 3 Kg di Pangkalan Resmi
10 Januari 2025
Audiensi Bersama Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan
10 Januari 2025
Bappebti Serahkan Pengawasan Aset Kripto ke OJK dan BI
10 Januari 2025