DPRD Sarankan Tanjung Benoa Berkoordinasi Kemenhut, SKPPLH: Tindak Penyerobot Lahan Negara!
Senin, 20 Maret 2017
Istimewa
Baliberkarya.com-Badung. Ketua Komisi I DPRD Bali Ketut Tama Tenaya menyarankan kepada pengurus Desa Pakraman Tanjung Benoa, Kabupaten Badung melakukan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan terkait rencana penyelamatan atau penimbunan di kawasan Pulau Pudut.
"Saya sarankan kepada aparat Desa Pakraman (Adat) Tanjung Benoa untuk melakukan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut), karena kawasan tersebut masih dalam wilayah taman hutan rakyat (tahura)," kata Tama Tenaya di Denpasar, Jumat (17/3/2017).
BACA JUGA : Sudikerta Pantau Pelaksanaan USBN di SMAN 1 Abiansemal dan Gianyar
Ia mengatakan memang perencanaan untuk melakukan menimbunan (reklamasi) di sekitar Pulau Pudut bermaksud baik, sebab di kawasan tersebut berdiri sebuah Pura Pudut dan untuk menyelamatkan dari abrasi arus ombak.
Namun untuk mengantisipasi abrasi di kawasan tersebut harus dilakukan koordinasi dengan pihak Kementerian Kehutanan. Walau dari dulu Pulau Pudut tersebut menjadi wilayah Desa Pakraman Tanjung Benoa.
"Namun dari pihak pemerintah juga harus ada kejelasan, apa ada bukti-bukti suratnya ada dokumen lain yang selama ini dipegang dari desa pakraman setempat, bahwa Pulau Pudut bagian dari Desa Pakraman Tanjung Benoa," ujar politikus PDIP.
Menurut dia, kalau kawasan itu memang diperlukan dari desa pakraman atau kelurahan sebelum melakukan pembangunan harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan instansi terkait melalui mengajuan surat permohonan, sehingga tidak akan ada terjadi permasalahan seperti sekarang ini.
"Sebaiknya semua pihak harus melakukan koordinasi kalau memang ada pembangunan penimbunan di kawasan Pulau Pudut dalam upaya menyelamatkan pura yang ada di areal pulau tersebut," ucap politikus asal Kelurahan Tanjung Benoa itu.
Tama Tenaya mengatakan kalau sudah ada koordinasi dengan tujuan perbaikan desa setempat, mungkin saja pemerintah akan memberi izin melakukan penimbunan. Asalkan ke depannya tidak sampai jatuh ke tangan investor.
"Usaha yang dilakukan desa pakraman untuk melakukan menyelematan Pulau Pudut perlu di apresiasi, tetapi perlu terlebih dahulu berkoordinasi dengan lembaga lainnya agar tidak menjadi permasalahan itu keruh, yang ujung-ujungnya sampai ke ranah hukum," katanya.
BACA JUGA : Puncak HPN Provinsi Bali: Gubernur Ajak Pers dan Masyarakat Perangi Hoax
Menanggapi pernyataan Tama Tenaya, Koordinator Sekretariat Kerja Penyelamat dan Pelestari Lingkungan Hidup (SKPPLH) Bali, Made Mangku, mendesak aparat keamanan menindak tegas penyerobot lahan negara di kawasan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung.
"Saya harapkan aparat keamanan dan pemerintah menindak tegas kepada pelanggar yang menyerobot lahan negara di kawasan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung," katanya di Denpasar, Senin (20/3/2017).
Ia mengharapkan aparat keamanan dan pemerintah harus segera bertindak karena ranahnya pelanggaran hukum.
"Ini aneh, `jero bendesa` (ketua adat) yang menolak reklamasi, justru mengeluarkan surat tugas kepada kontraktor untuk melakukan reklamasi di kawasan yang sama. Celakanya, reklamasi yang dilakukan itu, di kawasan taman hutan rakyat (Tahura) dan ilegal," ujarnya.
Ia mengatakan penataan atau reklamasi di kawasan itu sebenarnya untuk mencegah abrasi di kawasan setempat, namun kenapa gagasan investor TWBI untuk mengembalikan Pulau Pudut yang tergerus abrasi itu tak diakomodasi oleh desa adat sejak dulu.
"Justru sekarang mereka lakukan pencegahan dengan karung berisi pasir yang semakin memperparah kondisi di kawasan itu, karena bekerja tanpa ada konsep dan kajian ilmiah. Ini yang sangat berbahaya," ucapnya.
Made Mangku juga menyoroti dan mempertanyakan sikap Bendesa (Ketua) Adat Tanjung Benoa yang tidak konsisten dan terkesan tebang pilih. Karena yang tidak suka ditolak, tapi yang disukai justru diberi surat tugas dan rekomendasi untuk melakukan reklamasi.
BACA JUGA : Tak Ikuti PM 32, Organda Minta Kemenhub 1 April Blokir Aplikasi Angkutan Online
Walaupun, kata dia, reklamasi atau penataan kawasan itu merupakan program desa adat, tetapi lokasi reklamasi juga dilakukan di kawasan sama yang selama ini mereka gaungkan sebagai lahan konservasi.
"Aktivitas reklamasi ini di lahan negara (tahura) yang tak mengantongi izin dari Dinas Kehutanan atau Tahura Ngurah Rai. Kalau sudah demikian, aparat hukum segera mengambil langkah-langkah hukum, sehingga jangan ada kesan tebang pilih. Jangan sampai karena mereka pejabat boleh melakukan apa saja walaupun melanggar aturan," ujarnya.(BB)