Pemerintah Tak Tegas Picu Kisruh Taksi Online Vs Transport Lokal
Senin, 13 Maret 2017
ilustrasi
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Pemerintah pusat dan daerah yang berwenang menangani angkutan diminta segera menegakkan aturan terkait transportasi berbasis aplikasi, seperti Grab, Uber dan GoCar untuk menghentikan polemik angkutan atau taksi online yang terjadi beberapa tahun ini.
Mengingat aturan yang ada namun sikap tidak tegas serta terabu-abu pemerintah selama ini malah makin memicu kisruh taksi online vs transportasi lokal seperti di Bali terus berlanjut.
Angkutan ataupun taksi online semestinya diberikan aturan ketat sama dengan taksi konvensional sebelum dibiarkan bebas beroperasi seperti sekarang. Selain itu, aturan serupa semestinya juga diberikan untuk angkutan ojek online karena dari faktor keselamatan tidak layak sebagai angkutan.
"Ini akibat persaingan yang nggak setara. Cuma mobil atau taksi online ada aturan sangat ketat. Tapi ojek online dari faktor keselamatan dibiarkan," ungkap Pengamat Transportasi Ellen Tangkudung belum lama ini.
Pihaknya menyarankan agar pemerintah segera menegakan aturan dan memperhatikan keselamatan berkendara untuk angkutan umum. Apalagi kisruh taksi online vs konvensional kian memanas.
Akibat ketidaktegasan pemerintah itu juga berbuntut dengan aksi demo yang dilakukan oleh para sopir taksi konvensional. Sedikitnya, 10 ribu sopir taksi dan transport lokal di Bali juga mengancam kembali berunjuk rasa "Super Kabeh" yang bisa memicu bentrokan seperti daerah lainnya.
"Itu akibat pemerintah pusat dan daerah belum tegas terhadap angkutan online di jalan raya," tandasnya.
Secara terpisah, Pengamat Telekomunikasi, Heru Sutadi mengakui kisruh taksi online vs transport lokal bukan karena permasalahan pada kehadiran aplikasi. Persoalannya lebih diberatkan pada bisnis yang tidak berimbang.
Menurutnya, harus ada solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan antara kedua kubu tersebut. Kompetisi seharusnya dibuat berimbang dan model bisnis transportasi ini harus mengikuti aturan atau undang-undang angkutan jalan yang telah ditetapkan Pemerintah.
"Bukan masalah aplikasinya, tapi soal bisnis transportasi atau kompetisinya tidak adil atau fair," katanya.
Sebagai solusi pemerintah untuk mengatasi kisruh panjang antara kedua transportasi tersebut, pertama aplikasi angkutan online seperti Uber dan Grab harus selama ini sudah diberi waktu mengurus ijin sesuai aturan Kemenhub maupun Pemda. Tapi jika tidak punya itikad baik memenuhi regulasinya, maka harus diambil sikap tegas untuk memblokir aplikasi angkutan online tersebut.
"Jika mereka (aplikasi angkutan online) masih ada alasan macam-macam dan mengatakan kami bukan transportasi sehingga tidak perlu ijin, ya blokir saja. Langsung tutup saja aplikasinya itu," tegasnya.
Alternatif lainnya dikatakan bisa dengan mengambil solusi untuk memblokir atau menutup sementara aplikasi, sampai mereka (layanan taksi berbasis aplikasi) mau mematuhi aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan terutama persoalan tentang aturan hukum transportasi umum.
Mantan Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ini, percaya dengan aturan yang dibuat Pemerintah tidak akan membuat atau mematikan kemajuan di era digital.
"Dua alternatif itu tidak akan mematikan bisnis digital kok. Dua-duanya bisa hidup berbarengan, bisa berkompetisi, tapi kompetisinya harus setara. Masak yang satu tidak tahu kantornya dimana, tapi tarik dana atau uang penumpang, ngak perlu ijin, keur, bebas ke bandara, tetapi satunya harus berijin, keur, harus pakai plat kuning dan sebagainya. Ini yang tidak imbang dan gak adil," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Pudji Hartanto, menginstruksikan kepada seluruh Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) di Indonesia segera mensosialisasikan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 (PM32/2016).
Hal itu untuk menghindari bentrokan yang terjadi antara taksi online dengan angkutan konvensional. Sebab, benturan yang terjadi selama ini dinilai sangat meresahkan masyarakat.
"Para Kadishub bisa menguasai materi revisi ini dan sosialisasikan ke hal yang sifatnya lebih teknis. Harapan saya, jangan sampai nanti ada benturan taksi online dan konvensional," katanya.
Pihaknya juga mengingatkan seluruh Kadishub di Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan revisi PM32/2016. Misalnya soal pelaksanaan uji kendaraan bermotor atau keur lewat pengembosan pada pelat dan pemberlakuan tarif atas dan bawah pada taksi online.
Diketahui, setidaknya ada 11 hasil revisi PM32/2016 yang berkaitan dengan aturan main taksi online. Diantaranya terkait definisi angkutan sewa, ukuran kapasitas mesin kendaraan, tarif, kuota, kewajiban STNK berbadan hukum, uji keur, pool, bengkel, pajak, akses dashboard, dan sanksi.(BB).