Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Pengusaha Rencar Minta Pemerintah Proteksi Dampak Transport Online

Selasa, 21 Februari 2017

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

istimewa

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Keluhan para pemilik angkutan resmi termasuk pengusaha rencar mulai mempertanyakan proteksi yang diberikan pemerintah akibat merebaknya transport online, seperti Grab, Uber dan GoCar di Bali. 
 
Terkait hal itu, Ketua Asperkindo (Asosiasi Perusahaan Rental Kendaraan Indonesia), I Nyoman Seniweca belum lama ini juga akhirnya ikut angkat bicara dan berpendapat. Pengurus Organda Bali itu menegaskan selama ini usaha dan pelaku rencar di Bali terus berkembangkan terus sebagai industri yang besar. 
 
 
Namun, akibat kedatangan transport online menyebabkan kebutuhan rencar di Bali makin menurun. Imbasnya jelas dirasakan sangat merugikan bagi para pengusaha atau pemilik usaha rencar. 
 
 
"Sayangnya munculnya angkutan online ini sebagai alasan untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang tidak mampu disiapkan oleh pemerintah," sentilnya.
 
Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Bali itu memaparkan bahwa roda perekonomian di Bali diputar oleh pariwisata sehingga segmen kebutuhan transportasi cendrung dibutuhkan oleh sektor tersebut. Imbasnya, dengan bertambahnya kendaraan mengakibatkan jasa transportasi online makin menambah kemacetan lalu lintas. 
 
"Alasannya itu dibiarkan, karena untuk menyediakan transportasi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Tapi nyatanya tidak seperti itu," tegasnya.
 
Ia memandang rupanya keberadaan transport online yang selama ini ditolak oleh transport lokal di Bali tidak diikuti oleh kemampuan regulasi di daerah yang sepertinya kaget akibat kebanyakan penggunanya dari luar. Apalagi teknologi angkutan ini juga digunakan untuk pemasaran. 
 
 
"Terkait keberadan angkutan online di Bali khan belum ada ijinnya. Jadi angkutan online belum ada ijin operasional segala macam, karena pemerintah belum mengeluarkan ijinnya," tandasnya.
 
 
Salah satunya terkait harga yang dilepas di pasar dengan harga pasar yang sebenarnya tidak rasional seperti transportasi konvensional. Inilah yang menjadi pertentangan antara jasa penyedia angkutan online dengan transport lokal di Bali yang berimbas terhadap pro dan kontra angkutan online yang aturannya masih mengambang di pemerintah. 
 
"Kita liat saja dari harga tidak masuklah, tidak wajar harganya selama ini. Jadi gak masuk hitungan harga angkutan online ini," ungkapnya.
 
Sebenarnya dari bisnis transportasi ini yang pertama dihitung ada biaya penyusutan dari mobilnya sendiri sebagai modal yang membutuhkan pengembalian. Selain itu ditambah biaya perawatan dan BBM, termasuk uang makan atau komsumsi sopirnya. 
 
"Kendaraan online itu juga punya waktu 5 tahun dan harus balik modal lagi. Tapi jika angkutan online dipakai untuk menambah pendapatan, sehingga biaya-biaya tersebut tidak dihitung. Tapi semestinya ada regulasi pemerintah apakah penghasilan tambahan dengan cara seperti itu dibenarkan atau tidak? Karena ada aturan berbisnis transportasi," jelasnya.
 
 
Menurutnya, selama ini pemerintah nyatanya tidak berani memberikan jaminan, sehingga dibiarkan ngambang seperti ini. Jadinya selaku pengusaha angkutan mengakui transport online selama ini sangat merugikan, karena sebagai transport resmi sudah memiliki ijin angkutan yang pasti. Sedangkan masyarakat yang mendapat penghasilan tambahan dari angkutan online ini tidak berijin. 
 
"Jadinya kita semestinya diproteksi oleh pemerintah dan diprioritaskan mendapatkan custumer (penumpang). Makanya kita butuh proteksi dari pemerintah. Jadi kenapa online itu jalan, ya karena itu tadi," sindirnya.
 
 
Seperti diketahui sebelumnya, akibat belum adanya solusi yang jelas dari pihak pemerintah maupun regulator di bidang transportasi di Bali makin menimbulkan ketidakpastian berusaha dikalangan pebisnis angkutan. Termasuk travel agent, khususnya yang beroperasi di Bandara Ngurah Rai juga ikut merugi sejak munculnya transportasi berbasis Grab, Uber dan GoCar di Bali.
 
Bahkan, para pengusaha transportasi di Bali mulai mengeluhkan operasional angkutan online berbasis aplikasi Grab dan Uber, karena terus merugi. Pengusaha transport lokal ini meminta kebijakan Gubernur selaku pemerintah daerah yang berwenang di bidang angkutan, segera mengeluarkan kebijakan moratorium transportasi luar Bali terutama angkutan online yang masih berpolemik di Bali.(BB).


Berita Terkini