Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Organisasi Lintas Agama Serukan Spirit Gandhi Melawan Intoleransi

Senin, 30 Januari 2017

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Maraknya kekerasan berkedok agama, intoleransi hingga radikalisme belakangan ini dinilai memecah belah persatuan dan kesatuan NKRI. Terlebih lagi ujaran kebencian dengan lantang dan blak-blakan di proklamirkan di ruang publik hingga media sosial. 
 
Parahnya lagi, bibit-bibit konflik tersebut tidak bisa disikapi dengan sesegera mungkin oleh aparat keamanan. Negara dinilai lambat untuk hadir. Meskipun demikian, optimisme untuk merajut  kebhinekaan terus diupayakan melalui nilai-nilai universalitas tiap-tiap agama.
 
 
Demikian intisari Diskusi Kebangsaan yang bertajuk “Spirit Gandhi Melawan Kekerasan, Intoleransi dan Radikalisme” yang berlangsung di Ashram Gandhi Puri, Senin (30/1/2017) di Denpasar. Acara yang digelar Ashram Gandhi Puri, Peradah Bali, KMHDI Bali dan Diskusi Kamisan IHDN ini bertujuan untuk membangun wacana balik mengenai isu intoleransi yang selama ini santer menjadi konsumsi masyarakat. Diskusi yang juga  menghadirkan akademisi dan organisasi lintas agama ini juga ingin menyamakan  persepsi mengenai nilai-nilai keagamaan yang tak bertentangan dengan perbedaan.
 
Pengasuh Ashram Gandhi Puri BR Indra Udayana sebagai pembicara inti dalam diskusi tersebut menjelaskan bahwa belakangan ini kekerasan hadir dalam berbagai bentuk. Tak hanya melalui aksi di jalanan melainkan juga kekerasan  verbal di dunia maya (media sosial, red). Mulai dari menyebarkan berita bohong (hoax), kebencian, menghasut hingga memprovokasi.
 
“Radikalisme, kekerasan dan intoleransi saat ini  menyebar dimana-mana dengan kehadiran Medsos. Kita dengan mudah mengomentari, share dan like tautan informasi yang sumbernya tidak jelas,” kata  Indra Udayana.Nilai-nilai kesantunan, etika, moralitas, karakter, kemanusiaan, pengorbanan dan prinsip perlahan  tak lagi mencirikan Indonesia yang berbhineka dan berbudaya. Hal itu, kata Indra Udayana sebagai tujuh dosa sosial dalam pandangan tokoh Hindu Mahatma Gandhi yang tetap relavan dengan kondisi saat ini.
 
 
Sementara itu Akademisi IHDN Dr I Gede Sutarya menguraikan kekerasan dan radikalisme merupakan warisan kolonial yang terus “lestari” sampai saat ini. Berkaca dari kekerasan G 30 S/PKI misalnya di tahun 1965. Disamping itu, kekerasan maupun radikalisme kata Sutarya tak terlepas dari ketidakadilan dari sistem ekonomi di Indonesia yang hanya dikuasai oleh kelompok tertentu. Sehingga, untuk “melawannya” gerakan-gerakan intoleransi, kekerasan bahkan radikalimse mengatasnamakan kelompok, etnis maupun agama tertentu rentan terjadi.  Diperparah lagi, ormas tertentu berafliasiasi terhadap partai politik yang memberikan lampu hijau.
 
Acara yang dipandu langsung oleh Dr Yoga Segara diikuti secara antusias oleh berbagai kalangan yang hadir. Bahkan, inisiator Diskusi Kamisan di IHDN Denpasar ini memberi  ruang bagi para organisasi kepemudaan lintas agama atas pandangan terhadpa isu intoleransi yang   belakangan menyita perhatian publik.
 
Ketua PW GP Ansor Amron Sudarmanto menegaskan bahwa  gerakan intoleransi yang mewabah belakangan terlebih mengatasnamakan agama Islam hanyalah kedok belaka. Menurutnya, spirit setiap agama untuk menjungjung tinggi kebhinekaan dan  cinta kasih itu adalah sebuah keniscayaan. Menurutnya, NKRI sudah final dan harga mati. Sehingga setiap anak bangsa maupun tokoh agama wajib merawatnya sesuai dengan kearifan lokal masing-masing.
 
Sementara itu I Komang Agus Widiantara dari DPP Peradah Bali menilai dialog atau diskusi merupakan  jalan tengah untuk menyikapi kompleksitas kehidupan beragama. Kesalingcurigaan  ditambah tafsir yang beragam dikhawatirkan akan menimbulkan persepsi yang berbeda jika tidak dipertemukan dalam sebuah wadah untukmembangun komunikasi.  
 
 
“Semakin intensif berdialog semakin baik. Organisasi pemuda  antar agama inilah yang akan menjadi benteng strategis merawat kerunanan khusunya di Bali,”ucapnya.
 
Sementara itu diakhir diskusi diisi dengan penyampaian pernyataan sikap atas spirit  Mahatma Gandhi melawan kekerasan, Intoleransi dan radikalisme diantaranya agama mesti memperhitungkan urusan praktis untuk memecahkan permaslahan, menolak kekerasan dan intoleransi sebagai hambatan dalam perkembangan spirit demokrasi sejati di Indonesia. (BB)


Berita Terkini