Sudahi Pro-Kontra Reklamasi, Gubernur Diminta Dampingi Warga Ketemu Presiden
Jumat, 26 Agustus 2016
google.com/image
Baliberkarya.com - Denpasar. Pernyataan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, bahwa sudah menyampaikan aspirasi dan minta Keputusan Presiden tentang reklamasi Teluk Benoa, dan disaksikan ajudan dan sopir, dinilai sebagai sikap yang menyepelekan aspirasi masyarakat dan sangat disayangkan berbagai kalangan.
Seperti diungkap media, Gubernur melontarkan hal itu menjawab unjuk rasa ribuan warga desa adat yang menolak reklamasi di gedung DPRD Bali dan kantor Gubernur Bali, Renon. Penolakan reklamasi merupakan aspirasi dan masalah yang sangat serius dan telah disuarakan selama tiga tahun, mestinya disampaikan secara patut, sungguh-sungguh dan komprehensif ke Presiden.
Tidak cukup hanya memanfaatkan kesempatan yang sangat singkat, dan bukan dalam forum yang layak untuk menyampaikan masakah sebesar itu. Sikap Gubernur tidak mencerminkan pemimpin yang bertanggung jawab, dan sikap itu bisa meningkatkan potensi konlik antara yang pro dan kontra reklamasi di Bali.
Hal itu antara lain dilontarkan oleh Ida Mpu Siwa Budha Daksa Dharmita, dari Griya Agung Sukawati, Mangku Wayan Suteja Ketua Ikatan Suka Duka Pekerja Hindu Indonesia, Ketua Forum Studi Majapahit Made Suryawan, dan Putu Wirata Dwikora yang memimpin LSM anti korupsi Bali Corruption Watch.
Ida Pandita rupanya sangat prihatin terhadap kepemimpinan Gubernur Bali yang lepas tanggung jawab dari pro-kontra reklamasi Teluk Benoa, dan melemparkannya ke pusat. Walaupun kewenangan mencabut Perpres ada di tangan Presiden, Gubernur yang dipilih untuk mengayomi masyarakat mesti melakukan hal yang kongkret dan berpihak pada aspirasi masyarakat.
‘’Bagi Pandita, Gubernur mesti menunjukkan kepemimpinan, pengayoman, sesuai dengan ajaran Astha Bratha. Di era demokrasi seperti sekarang, akan merupakan sikap bertanggung jawab bila Gubernur menyampaikan aspirasi masyarakat itu secara langsung ke Presiden. Jangan menyampaikan aspirasi sepenting itu hanya dalam kesempatan sempit tanpa diagendakan," imbuh Ida Pandita.
Putu Wirata Dwikora pun menyayangkan tanggapan Gubernur Bali yang terkesan "menyepelekan" aspirasi masyarakat Bali tersebut. Ketua Bali Corruption Watch ini meminta, Gubernur bersama DPRD Bali mestinya minimal menyampaikan fakta-fakta obyektif di seputar permasalahan Reklamasi Teluk Benoa.
Menurutnya, bila konsisten, Gubernur dan DPRD mestinya bisa memfasilitasi pertemuan Presiden dengan komponen masyarakat Bali yang meminta Kawasan Suci Teluk Benoa dipertahankan sebagai Kawasan Konservasi.
"Paling ideal, Gubernur surati Presiden, paparkan fakta-fakta penolakan secara obyektif, pastikan bahwa yang disampaikan itu obyektif dan faktual, tidak ada manipulasi dan rekayasa apapun. Dan tentu di forum dialog yang komprehensif dan transparan, bukan sekadar bertanya atau meminta tanggapan Presiden di sela-sela waktu yang ala kadarnya saja. Atau dampingi eksponen masyarakat Bali ketemu Presiden, biarkan mereka menyampaikan aspirasi dan kajian-kajian tentang Teluk Benoa, agar Presiden mendengar langsung," imbuh Putu Wirata.
Made Suryawan dan Mangku Suteja yang aktif di kegiatan spiritual, juga menyesalkan tanggapan Gubernur Bali, yang terkesan kurang serius menangani aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa. Gubernur tampak menyalahkan unjuk rasa yang berulang-ulang, padahal selama ini unjuk rasa yang diikuti puluhan ribu massa itu selalu berlangsung tertib dan damai.
"Walaupun Polisi jadi harus turun ke lokasi mengamankan lokasi, hendaknya jangan hanya dilihat dari sisi yang dianggap merepotkan polisi tersebut. Betapa repotnya dan banyak kerugian masyarakat Bali yang terpaksa unjuk rasa, meninggalkan kegiatan lainnya karena mereka membela Teluk Benoa sebagai Kawasan Suci dari upaya reklamasi yang banyak cacat dan janggalnya. Tidak tepat, Gubernur hanya menyalahkan masyarakat, karena masyarakat jadi unjuk rasa begitu justru karena Gubernur tidak menunjukkan keberpihakan pada aspirasi mereka," tandas Suryawan dan Mangku Suteja.(BB)