Prasasti Blanjong Tertua di Bali dan Sejarah Kultural Sanur Akan Dikupas Habis
Kamis, 25 Agustus 2016
istimewa
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com - Denpasar. Selama ini, Sanur dikenal sebagai daerah tujuan pariwisata dengan panorama alam laut yang indah, di mana Le Mayeur, seorang seniman lukis asal Belgia, pernah bermukim di seputar pantai bersama istrinya, penari Bali sohor, Ni Polok.
Dalam sekian kurun waktu, pencitraan akan suasana alam serta pergaulan sosial masyarakat Sanur, yang terbilang terbuka terhadap pendatang dari berbagai bangsa dan negara, menjadi sedemikian lekat dengan wilayah Kota Denpasar.
Akan tetapi, selain beragam daya pikat tersebut, Sanur juga memiliki aneka warisan kultural, yang tidak hanya mencerminkan proses panjang sejarah kesenian dan kebudayaan Pulau Dewata, namun juga kehidupan sosial masyarakat Bali secara keseluruhan.
Dialog Budaya Sanur Village Festival 2016 bertema ‘Menimbang Sanur dalam Tiga Perspektif Waktu’ ini akan menguraikan hal di atas dalam tiga perspektif yang saling terpaut satu sama lain, yakni refleksi atas sejarah kebudayaan Desa Sanur, pemaknaan terhadap kekinian sosial dan kultural daerah ini, serta renungan sekaligus jangkauan visi atas kondisi Desa Sanur di masa mendatang termasuk bagaimana posisi, juga peran pentingnya dalam lingkungan lokal Bali, nasional dan internasional.
Dalam dialog budaya yang sedapat mungkin diantarkan secara mengalir, dengan mengedepankan data dan fakta tanpa membatasi argumentasi pikiran visioner, dialog ini akan memaparkan peran Desa Sanur dalam babakan histori Pulau Bali.
Salah satunya ialah ulasan secara mendalam terkait penemuan Prasasti Blanjong (913 M), yang merupakan prasasti tertua di Bali, peninggalan raja tersohor Shri Kesari Warmadewa, dipautkan dengan asal muasal daerah ini.
Tak hanya itu, dialog ini juga akan menilik dari sisi latar sejarah kultural Sanur, yang berdasarkan pendapat Van der Tuuk, ahli linguistik asal Belanda, juga turut mengambil andil penting dalam dunia seni rupa Bali.
Memang, pada paruh awal abad 20, Sanur tak pelak adalah salah satu kantong seni lukis di Bali, di mana seni lukis dan wayang berkembang sedemikian luasnya oleh upaya gigih perkumpulan seniman-seniman, yaitu Sanur School of Art.
Dari peristiwa-peristiwa dan kenyataan masa lalu itulah, kita tidak hanya dapat melacak kilas balik masa lalu, namun juga memaknai nilai-nilai historis, sosial dan budaya yang terkandung di dalamnya, guna diolah secara lerbih menyeluruh serta berkesinambungan demi menjaga serta meneguh-kukuhkan eksistensi Desa Sanur.
Layak juga dikemukakan sebagai titik pijak untuk menggagas kemungkinan masa depan, adalah posisi sejarah Sanur menyangkut tokoh-tokoh yang pernah bermukim atau bersentuhan dengan Sanur, bangungan-bangunan bersejarah semisal Hotel Bali Beach, Hotel Tandjung Sari, pemukiman expatriat Batujimbar, galeri pertama di Bali, sejarah geria-geria, serta aneka kegiatan seni dan budaya yang bermula dari Sanur berikut keunikan serta kekhasannya.
Di sisi lain, dialog budaya ini diharapkan merangkum berbagai pandangan perihal Sanur, apakah berdasarkan kutipan pernyataan ataupun karya-karya yang terinspirasi oleh kehidupan Sanur, baik dari tokoh lokal, nasional maupun international dalam karya maupun statementnya yang telah terpublikasi dan menjadi referensi membaca Sanur.
Ada sekian referensi pendapat atau karya lainnya, yang dapat dibahas dan direfleksikan menjadi pandangan tentang Sanur masa depan. Dengan demikian, tiga dimensi waktu tersebut menjadi suatu pandangan yang menyeluruh serta utuh perihal bagaimana sosok Sanur yang sebenarnya.
Dalam perspektif kekiniannya, dialog ini akan memaparkan secara menyeluruh beragam kehidupan masyarakat Sanur, baik dari sisi budaya, sosial dan juga persentuhan yang intens antara warga lokal dengan wisatawan berbagai negara, yang sedikit banyak tentu mempengaruhi pandangan serta kultur mereka.
Tak hanya itu, unsur dan upaya pelestarian seni-seni tradisi juga akan memperoleh bahasan tersendiri dalam bagian ini, terutama mengenai bagaimana pengaruh pariwisata terhadap pewarisan tradisi.
Sedangkan, dalam bagian yang menguraikan jangkauan masa depan Desa Sanur, akan dikemukakan secara lebih mendalam bagaimana pandangan para tokoh budaya, pinih sepuh ataupun seniman-seniman daerah ini perihal penyikapan juga visi-visi ataupun rancang upaya yang dapat membangun serta mendorong Sanur sebagai destinasi seni, budaya dan pariwisata secara berkelanjutan.
Dialog budaya ini merupakan hari ketiga Sanur Village Festival yang digelar esok Jumat, 26 Agustus 2016, pukul 14.00-selesai yang mengambil lokasi di Grya Santrian Gallery (Hotel Grya Santrian) Jl. Danau Tamblingan, Sanur. Dialog yang banyak ditunggu-tungu itu akan di moderatori oleh Warih Wisatsana, sastrawan dan pimpinan Bentara Budaya Bali.
Sementara narasumber ternama yang akan hadir dalam dialog budaya ini diantaranya yaitu Dr. Jean Couteau, budayawan yang lama bermukim di Bali, dan telah melakukan riset serta kajian terhadap kebudayaan Bali itu akan mengupas Sanur dari kacamata peneliti asing dan proyeksi Sanur ke depan.
Narasumber lain adalah Wayan Westa, seorang penekun lontar dan sastra Bali serta pemikir kebudayaan yang akan mengupas Sanur kekinian dengan kearifan lokal yang membumi dan universal. Serta tak ketinggalan, Taufik Rahzen, budayawan yang akan membahas penguatan potensi Sanur dalam percaturan lintas kultural menghadapi masa depan dan berbagai persoalan yang dihadapi.(BB).
Berita Terkini
Berita Terkini
Pemkot Denpasar Imbau Warga Beli LPG 3 Kg di Pangkalan Resmi
10 Januari 2025
Audiensi Bersama Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan
10 Januari 2025
Bappebti Serahkan Pengawasan Aset Kripto ke OJK dan BI
10 Januari 2025