Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Indikasi Hasil Audit Yayasan Dhyana Pura Dipaksakan, Dugaan Kriminalisasi Terdakwa Makin Menguat

Rabu, 26 Juni 2024

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Ket foto : Persidangan Kasus dugaan penggelapan dana Yayasan Dhyana Pura (YDP)

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Kasus dugaan penggelapan dana Yayasan Dhyana Pura (YDP) dalam beberapa kali persidangan, semakin menguak sejumlah kejanggalan yang dilakukan oleh pihak pelapor. Dugaan adanya kriminalisasi kepada para Terdakwa dalam kasus kisruh Yayasan Dhyana Pura (YDP) bahkan seiring persidangan semakin terlihat menguat.

Penasehat Hukum Terdakwa 1, Sabam Antonius Nainggolan, SH, didampingi Rudi Hermawan,SH, Anindya Primadigantari, SH.,MH, I Putu Sukayasa Nadi,SH.,MH, dari Kantor Hukum SYRA LAW FIRM menjelaskan pada sidang lanjutan yang digelar Selasa 25 Juni 2024, kembali mengungkap sejumlah kejanggalan dari hasil audit yang dilakukan pihak Kantor Akuntan Publik (KAP) Ramantha. Pasalnya, dari hasil audit tersebut, tidak dimasukkan proses audit terhadap pembangunan proyek gedung E yang nominalnya sekitar Rp 12 miliar lebih. 

Mirisnya lagi, kata dia, proyek pembangunan tersebut tidak masuk dalam aktivitas yang mendukung bukti dalam perkara ini. Parahnya ternyata dalam rekening koran, proyek itu justru ada dalam BAP lembar hasil audit yang dilakukan KAP Ramantha. 

“Dari hasil audit, tidak dimasukkan terkait pembangunan proyek gedung E yang nominalnya sekitar Rp 12 miliar lebih. Itu bahkan tidak masuk dalam aktivitas yang mendukung bukti,” katanya seraya berharap perlu dikaji lagi tentang hasil audit, karena berangkat dari independensi dan siapa yang membiayainya.

Kejanggalan lainnya juga terkait dengan pencairan cek, sudah sepatutnya menjadi pertanggung jawaban yang mencairkan. Dari hasil konfirmasi, terkait pencairan cek dimaksud, dilakukan atas nama-nama di unit-unit masing-masing. Ia juga menemukan adanya penarikan cek dari setiap unit yang jumlahnya sekitar Rp 18 Miliar, dan itu tidak dimasukkan ke dalam kolom pengeluaran cek. 

“Ketika ditanya, pencairan cek di unit-unit masing-masing, yang melakukan rekap dilakukan rekap konsolidasi dan pertanggung jawaban ke unit masing masing. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya selisih yang sangat besar pada hasil Audit dimaksud," ungkapnya.

Adanya kejanggalan tersebut, saksi yang dihadirkan pada persidangan, justru tetap pada keyakinannya kalau kasus ini merupakan kasus penggelapan. Padahal, sudah jelas adanya kejanggalan-kejanggalan. Namun demikian pihaknya sebagai penasehat hukum, akan tetap berusaha untuk mempertimbangkan upaya hukum. 

Sementara ketiga saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan yakni, Pdt. Dr. I Ketut Siaga Waspada, I Made Darmayasa, SE,MM, I Nyoman Agustinus, M.Th, ternyata tidak mengetahui terkait dana-dana yang keluar dari Yayasan. Baik itu untuk proyek pembangunan, maupun dana uang melalui penarikan cek. 

"Tentu hal ini sangat janggal apalagi mereka ini merupakan pengurus yayasan. Begitu juga saat dilakukan audit, tentu sangat disayangkan kalau mereka tidak tahu terkait dana-dana yang keluar, sampai ditetapkan hasil audit," tegasnya.

Saksi Agustinus, yang sebelumnya selaku anggota pembina yayasan YDP periode 2016-2020, dan berlanjut sebagai ketua pembina 2020-2024, justru tidak tahu terkait permasalahan ini. Hal itu juga kembali terlihat, saat dilontarkan pertanyaan dalam persidangan, dia justru lebih banyak menjawab tidak tahu. Tentu ini sangat janggal karena ia sebagai Pembina pada YDP.

“Hakim pada saat persidangan, sempat menanyakan kepada saksi pelapor, terkait selisih dana yang ditimbulkan itu, apakah dinikmati terdakwa?, ternyata Saksi ini tidak bisa menjawab. Ini artinya perkara ini seharusnya tidak bisa disidangkan. Karena perlu dikaji lagi tentang independensi hasil audit, Audit ini dibiayai oleh siapa?,” tanyanya.

Berdasarkan penelusuran pihak penasehat hukum, kasus dugaan ini sebenarnya tidak bisa disidangkan. Karena berdasarkan Undang-undang, Pasal 50 ayat 3 UU no 16 th 2001 tentang Yayasan, begitu juga dalam AD-ART Yayasan, ketika telah dilakukan serah terima laporan kepada pembina, maka pertanggung jawaban pengurus dalam kepengurusannya tidak dibebankan lagi atau dilepaskan pertanggungjawabannya.

"Dengan ini pengurus tahun 2020-2024 telah melanggar AD-ART dan Undang-undang yang terungkap di dalam persidangan. Kalau kita menafsirkan,ada beberapa poin yang dilanggar, yakni Undang-Undang, AD-ART Yayasan, Independensi, dan Hasil Auditnya,” sentilnya.

Saat audit dilakukan, bahkan tanpa didampingi pengawas dan pengurus tahun 2016-2020. Seharusnya ketika mengaudit anggaran di tahun 2016-2020, sebagai pengurus saat periode itu, tentu harus dihadirkan, dan bertanggung jawab menyajikan data. Kemudian dari hasil audit, kedua terdakwa juga tidak pernah dimintai klarifikasi tentang temuan, dan audit bisa dikatakan dilakukan sepihak.

"Kami menyayangkan, hasil audit yang dijadikan dasar laporan di kepolisian, tanpa adanya konfirmasi kepada semua pihak pemangku kepentingan, serta tanpa ditunjang data-data yang lengkap dan valid. Sungguh suatu hal berbahaya karena hal tersebut bisa berakibat fatal bagi orang yang dituduhkan,” tegas Sabam Antonius, SH didampingi Rudi Hermawan,SH, Anindya Primadigantari, SH.,MH, I Putu Sukayasa Nadi,SH.,MH, dari Kantor Hukum SYRA LAW FIRM.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, dalam pasal 50 ayat 3 dan penjelasannya, dan sesuai AD/ART Yayasan, ketika sudah dilakukan serah terima laporan kepada pembina, maka tanggung jawab pengurus tidak dibebankan lagi atau dilepaskan pertanggungjawabannya. 

“Sehingga, pengurus (Yayasan) 2020-2024 telah melanggar Undang-Undang dan AD/ART Yayasan. Itu sudah kami ungkapkan dalam persidangan. Jadi jika ada pertanyaan, apakah ini kriminalisasi? Silakan publik yang menilai, karena ada beberapa poin yang dilanggar,” pungkasnya. (BB)


Berita Terkini