Prof Antara Korban Kriminalisasi 'Dikoruptorkan' Kelompok Orang Berjejaring, Dituduh Korupsi Tapi Dikelola Kasus ITE

  28 Desember 2023 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Mantan Rektor Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) yang menuduh mantan Rektor Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU., Kamis 28 Desember 2023, dilanjutkan dengan menghadirkan 4 orang saksi yang dihadirkan tim Penasehat Terdakwa. 

Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Denpasar, menghadirkan sebanyak 4 orang saksi itu diantaranya, I Made Budiastrawan staf Akademik Unud, Adi Panca Saputra, Staf IT Unud, dan Mahasiswa dan mahasiswi yang masuk Unud dengan SPI Nol.

Penasehat Hukum Prof. Antara, Gede Pasek Suardika (GPS) mengatakan Prof Antara ini bukan koruptor tapi dikoruptorkan oleh sekelompok orang berjejaring sehingga dipaksa menjadi seorang koruptor di persidangan. Ucapan itu, kata GPS panggilan akrab Gede Pasek Suardika, bukanlah isapan jempol yang tanpa alasan karena sampai persidangan terakhir, baik itu pernyataan dari saksi bank dan saksi lain mengatakan kalau tidak ada satu rupiah pun bersentuhan dengan terdakwa, apalagi mengambil. 

“Makanya saya kira ini kasus korupsi yang paling unik. Dimana negara tambah kaya, justru yang ada di dalamnya yang dikoruptorkan. Tetapi ada penanggung jawab didalamnya yang dibebaskan, yang tidak tersentuh,” kata Gede Pasek Suardika.

Menurut Gede Pasek Suardika, biasanya kalau orang menjadi tersangka dan terdakwa merupakan kasus korupsi khususnya pasal 2 dan 3, pasti karena jabatan dan punya kewenangan. Namun Prof. Antara saat ini menjadi tersangka dan terdakwa, justru tidak jelas, apakah dia dalam posisi sebagai ketua panitia, sebagai Wakil Rektor 1 (WR1)  atau sebagai Rektor. 

“Ternyata ini tidak jelas. Karena kalau terdakwa sebagai Rektor, tentu Rektor sebelumnya juga harus kena. Begitu juga kalau terdakwa sebagai WR 1, tentu juga WR1 lain juga harus kena. Kalau terdakwa sebagai ketua panitia, tentu ketua panitia lain harus kena. Namun ini tidak, apapun jabatannya, yang pentin Prof. Antara terdakwanya. Ini kan namanya pentargetan,” sentil Gede Pasek Suardika.

GPS menyebutkan kalau pola-pola seperti ini adalah anti reformasi yang dulu diperjuangkan agar itu tidak ada lagi. Kasus ini baginya merupakan kriminalisasi yang sangat kasat mata, karena satu rupiah pun tidak ada bersentuhan dengan terdakwa, namun dikenakan pasal 2 dan 3. 

Lucunya lagi, lanjut GPS, kasus korupsi namun dikelolanya seperti kasus ITE. Audit forensik digital percakapan WhatsApp (WA) di hadirkan ahlinya, namun audit kerugian keuangan negara, auditornya tidak dihadirkan. “Ini kasus korupsi atau kasus apa?. Mestinya auditor keuangan harus hadir. Yang menyatakan ada kerugian negara, harus dihadirkan. Dia harus meyakinkan kita di fakta sidang, menyatakan bahwa betul ada korupsi, dan pelakunya adalah Prof Antara, namun kenyataanya ini tidak dihadirkan,” sebut GPS.

GPS menegaskan kalau auditornya  mengaudit dengan abal-abal, sehingga dia tidak berani datang ke ruang sidang. Karena resikonya dia bisa kena pasal 242 KUH Pidana, karena memberikan keterangan palsu di persidangan. “Ini dia hindari. Tapi yang penting kertasnya saja masuk, kan jahat itu. Unud selama ini diaudit oleh BPK, BPKP, Inspektorat, SPI, dan kantor akuntan publik lain juga mengaudit. Diaudit dong. Selama 5 tahun terakhir sudah diaudit dan tidak ada masalah. Kenapa tidak berani ini satu kantor akuntan publik ini,” sentil GPS.

GPS menilai bukan kasu korupsi, namun digeser ke kasus ITE dan lucunya lagi nomor telepon terdakwa keduanya disita, anehnya tidak satupun percakapan  dibuka di sidang, namun hanya satu percakapan yang dibuka. “Padahal kalau mau fair, buka saja. Serem isinya, semua pejabat yang nitip-nitip keluar semua disana,” terang mantan Ketua Komisi III DPR RI ini. 

Sementara, terdakwa Prof. Antara yang ditemui disela persidangan menyatakan pihaknya akan mengikuti proses ini secara tuntas dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan berharap mudah-mudahan keadilan bisa ditegakkan. “Mudah-mudahan kebenaran akan muncul pada saatnya,” harapnya.

Terkait kasus dugaan korupsi ini, Prof. Antara saat ini sudah dipenjara hampir tiga bulan lamanya, tepatnya sudah 80 hari dan merupakan sesuatu yang sangat berat baginya, apalagi dirinya sudah kehilangan jabatan sebagai Rektor. “Entah apa, saya masih bertanya-tanya. Bahkan integritas dan harga diri saya dan keluarga ikut dikorbankan. Saya juga bersyukur, masyarakat menilai secara objektif menilai kasus ini,” ungkapnya.

Prof Antara mengakui kalau dari dakwaan itu menurutnya sama sekali tidak benar dan semua dakwaan itu jauh sekali dari kenyataan. Ia menyayangkan kenapa dirinya dikatakan korupsi, padahal tidak ada kerugian negara disana. “Kenapa saya dibilang korupsi? Apakah ada kerugian negara?. Siapa yang menghitung kerugian negara, berapa besarnya?,” ucap Prof. Antara mengakhiri.(BB).