Ahli Hukum: Kenaikan Pajak Hiburan 40% Tak Perlu Disikapi Berlebihan

  23 Januari 2024 OPINI Denpasar

Foto: Ahli Hukum Dr. Togar Situmorang, SH, MH, MAP, CMED,CLA, CRA. Sumber: Togar Situmorang.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar, Salah satu Ahli Hukum asal Medan, Dr. Togar Situmorang menilai, adanya kebijakan Pemerintah menaikan Pajak Hiburan sebesar 40-75% tidak perlu disikapi secara berlebihan, apalagi sampai harus mendatangi Kantor Menteri Perekonomian RI, Airlangga Hartato, sebagai hal yang tak perlu dilakukan.

Togar menjelaskan, tidak semua tarif Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) Jasa Kesenian dan Hiburan naik menjadi 40% hingga 75%. Ketentuan tersebut bukanlah kebijakan baru. Kata Togar, PBJT Hiburan atau Pajak Hiburan sebenarnya sudah lama diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

"Secara fakta bahkan ada 12 jenis pajak hiburan yang semula 35 persen, diturunkan Pemerintah menjadi paling tinggi 10 persen. Bahkan, pajak ada batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Jadi jangan digeneralisasi,” ungkap Togar yang juga Caleg DPR RI dari Partai Demokrat Dapil DKI Jakarta tersebut melalui sambungan telepon, Selasa (23/1/2024).

Ia menambahkan, yang membedakan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ketentuan yang ditetapkan yaitu tarif pajak daerah paling tinggi sebesar 35 persen. Sementara pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen.

Aturan tersebut kemudian diperbaharui dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dalam UU tersebut jelas diatur, pajak hiburan terhadap 11 jenis pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen. 

Kesebelas jenis pajak itu, berdasarkan Pasal 55 UU 1/2022, diantaranya tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu, pergelaran kesenian, musik, tari, busana, kontes kecantikan, kontes binaraga, pameran, serta pertunjukan sirkus. Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/SPA, dengan kebijakan penetapan batas bawah 40% dan batas atas 75%.

"Tentu ini hal yang wajar, karena jenis hiburan seperti karoke, SPA, diskotek kan hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu, orang-orang berduit yang ingin habiskan waktu dengan kesenangan duniawinya. Jadi menurut saya wajar saja Pemerintah menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu dalam rentang tarif 40 sampai 75 persen," imbuhnya.

Menurut Togar, UU Nomor 1 Tahun 2022 adalah bentuk dukungan Pemerintah agar daerah semakin mandiri. Sehingga, perlu dipikirkan agar assignment-nya tidak hanya memberikan transfer ke daerah, tetapi bagaimana Pemerintah berusaha mendukung daerah untuk meningkatkan pendapatan dengan kondisi tertentu sehingga perlu dilakukan pengendalian. (BB/212)