Konflik Politik Jadi Celah Radikalisme Masuk Jelang Pemilu 2024

  20 Januari 2024 POLITIK Denpasar

Ket Foto: Visual art Terorisme ancaman Pemilu 2024, (Kiri) Ken Setiawan, Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center pada tahun 2004. Sumber: Bali Berkarya.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar, Salah satu tokoh pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center tahun 2004, Ken Setiawan mengatakan, pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak terlepas dari adanya ancaman terorisme. Persaingan sejumlah pihak dalam kontestasi yang memicu timbulnya konflik politik, kerap dimanfaatkan dan menjadi celah bagi kelompok radikal untuk menjalankan agendanya.

Diungkapkan langsung oleh Ken kepada wartawan melalui sambungan telepon, menyebut jelang pelaksanaan Pemilu intoleransi dan radikalisme mulai santar terlihat ke permukaan. Terlebih, saat ini ia melihat kelompok-kelompok yang tadinya anti demokrasi kali ini cenderung mendukung salah satu Pasangan Calon (Paslon) yang dianggap bisa mewujudkan keinginan mereka.

"Saya mengira bentuk-bentuk intoleransi sudah mulai terlihat saat ini. Artinya orang-orang yang tadinya berteman, gara-gara berbeda pilihan mulai renggang dan momen inilah yang dimanfaatkan kelompok radikal. Seperti beberapa waktu lalu, ada steatment dari salah satu terpidana kasus bom Bali untuk memilih Capres (Calon Presiden, red) yang bisa memfasilitasi mereka kedepan. Walaupun sebenarnya kelompok ini anti demokrasi, tapi momen kali ini mereka ikut mendukung agar kepentingan mereka bisa terpenuhi," ungkap Ken Setiawan, Sabtu (20/1/2024).

Selanjutnya Ken mengaku merasa sangat khawatir, dikarenakan kelompok-kelompok radikal ini sangat yakin, calon yang mereka usung bisa menang di Pemilu 2024. Sehingga dirinya berharap, seluruh masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) jelang Pemilu 2024 mampu memberikan hak suaranya kepada Paslon yang tepat, memilih pemimpin yang benar-benar mampu menciptakan keadaan negara yang lebih baik berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

"Rata-rata mereka (Kelompok Radikal, red) ini kan mengedepankan politik identitas, menggunakan isu-isu tegaknya Syariat hukum-hukum Islam. Kebetulan tepat momennya satu abad sejak 1924 hingga 2024 mereka akan bangkit lagi, bertepatan dengan Pemilu juga di Indonesia. Kelompok-kelompok ini akan berusaha masuk ke parlemen bagaimanapun caranya, bukan mustahil cara-cara kudeta bisa saja mereka lakukan," pungkas Ken.

Meski sepanjang 2023 tidak terjadi aksi teror apapun alias zero attack. Menurut Ken, ancaman teror pada Pemilu 2024 tetap akan ada. Ia berharap politisi turut meminimalkan terjadinya konflik di masyarakat, termasuk tidak menggerakkan massa pendukung untuk dibenturkan dengan pendukung lainnya. (BB/212)