Kebijakan Koster Kawasan Suci Membingungkan, Mang Banu: Mendaki Gunung Dilarang, di Pantai 'Hampir Bugil' Dibebaskan

  07 Juni 2023 OPINI Denpasar

Praktisi pariwisata yang juga Bakal Caleg DPRD Bali Dapil Gianyar dari Partai Golkar Komang Takuaki Banuartha yang akrab disapa Mang Banu

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Rencana Gubernur Bali Wayan Koster yang akan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) yang melarang wisatawan asing, wisatawan lokal hingga warga lokal mendaki gunung di seluruh Bali menuai protes banyak pihak. Pasalnya, ketika mendaki gunung dan segala tindakan yang tidak pantas di gunung dianggap bisa menyebabkan hilangnya dan terganggunya kesucian gunung, apa bedanya dengan yang terjadi di pantai.

Praktisi pariwisata yang juga Bakal Caleg DPRD Bali Dapil Gianyar dari Partai Golkar Komang Takuaki Banuartha yang akrab disapa Mang Banu ini mengaku bingung dengan rencana Perda larangan mendaki gunung tersebut. 

“Terus terang kita bingung dengan larangan mendaki gunung ini. Kalau alasannya gunung itu suci khan tidak hanya gunung yang kita sucikan, pantai juga kita sucikan. Apa orang akan dilarang ke pantai kalau alasannya menjaga kesucian,” sentil Mang Banu.

Politisi asal Sukawati, Kabupaten Gianyar ini mengingatkan Bali punya konsep filosofi spiritual dan dalam konteks kesucian gunung dan laut yakni nyegara gunung (laut dan gunung). Nyegara Gunung adalah filosofi Bali bahwa antara laut (segara) dan gunung adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Oleh karena itu, setiap tindakan di gunung akan berdampak pada laut.

"Ketika mendaki gunung dan segala tindakan yang tidak pantas di gunung dianggap bisa menyebabkan hilangnya dan terganggunya kesucian gunung apa bedanya dengan yang terjadi di pantai," singgungnya.

Mang Banu pun memberikan analogi bahwa tidak mungkin ada orang mendaki gunung menggunakan bikini. Jauh berbeda dengan kondisi di pantai-pantai di Bali atau pantai yang menjadi objek wisata seperti pantai Kuta dan lainnya dimana kita dengan sangat mudah menemukan wisatawa berbikini atau hanya menggunakan celana dalam dan bra saja alias hampir bugil.

Bahkan, kata Mang Banu, pemandangan yang kerap ditemukan adalah prosesi melasti yang merupakan prosesi ritual suci berdampingan dengan wisatawan yang mengunakan bikini saja di pantai. Selama ini hal tersebut tidak pernah dipermasalahkan dan tidak pernah dianggap merusak kesucian pantai atau laut atau bahkan tidak juga dianggap mencederai kesucian prosesi melasti tersebut.

Kalau alasannya soal kesucian, Mang Banu menilai ada perlakuan yang berbeda antara gunung dan laut atau pantai sehingga ia pun mempertanyakan konsep nyegara gunung itu bagaimana implementasinya. 

"Tidak bisa timpang karena itu seperti ayah dan ibu. Mendaki gunung khan tidak pakai bikini. Lalu pantai kita anggap suci, selama ini ada orang berbikini saat kita melasti bahkan kita difoto-foto, selama ini tidak masalah. Kok sekarang ributnya soal gunung. Dan contoh lain di Canggu sebelah pura ada diskotek. Bagaimana itu kalau bicara kesucian pura. Jadi kalau mau menegakkan aturan itu jangan setengah-setengah,” ungkap Mang Banu.

Ia juga berharap Gubernur Koster mempertimbangkan kembali dan mengkaji ulang rencana menerbitkan Perda larangan mendaki gunung tersebut.

“Tolong kaji kembali, jangan grasa-grusu. Aturan untuk wisatawan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh di Bali haruslah diperjelas, jangan malah membuat bingung,” harap Mang Banu.

Selain itu, pihaknya berharap Gubernur Koster yang punya puluhan penasehat dalam tim kelompok ahli (pokli) bisa lebih bijak merumuskan aturan untuk mengatasi berbagai persoalan di Bali khususnya juga yang berkaitan dengan pariwisata yang memang menjadi motor penggerak perekonomian Bali.

“Kalau seperti ini membabi buta namanya ini itu dilarang. Kita pun bingung. Kita bisa memahami kekhawatiran Pak Gubernur sebagai orang nomor satu di Bali. Tapi para stakeholder dan para tokoh ajak diskusi dulu. Apalagi kalau larangan mendaki gunung mau di Perdakan. Kaji ulang dulu lah. Ibarat kalau ada tikus jangan rumahnya dibakar, bakar tikusnya,” harap Mang Banu kembali.

Bagi Mang Banu, daripada melarang pendakian gunung memberikan alternatif solusi dengan memperketat aturan pendampingan pendakian, pengawasan dan juga memberdayakan para pemandu pendaki gunung untuk mendampingi para pendaki sehingga mereka tidak bisa berulang saat mendaki gunung.

“Perjelas aturan mendaki gunung dan instrument pengawasannya. Mereka yang mendaki gunung wajib didampingi pemandu wisata mendaki gunung. Lalu pertegas perempuan haid tidak boleh mendaki. Kemudian sediakan pos pengawasan di sejumlah titik. Jadi instrumen pencegahan pelanggarannya kita perkuat dan perketat bukan malah pendakiannya yang dilarang,” pungkas Mang Banu yang dikenal pengusaha pariwisata yang bergerak di bidang travel agent selama puluhan tahun ini.(BB).