Mimih Dewa Ratu! RMU Tibu Beleng Terancam Keok Lantaran Kurang Modal dan Bahan
Selasa, 24 Desember 2024
Ket poto: Komisi II DPRD Jembrana sambangi pabrik penyosohan beras RMU Tibu Beleng Desa Penyaringan
Baliberkarya.com - Jembrana. Akibat kekurangan modal dan bahan, Rice Milling Unit (RMU) Tibu Beleng yang terletak di Desa Penyaringan, Jembrana, yang merupakan pabrik penggilingan padi termodern terancam tidak berjalan. Pabrik yang digadang-gadang terbesar 3 di Indonesia dan sebagai pusat pengolahan beras terlengkap di Bali terancam tidak dapat beroperasi secara optimal. Ketidakpastian kepemilikan saham dan belum terpenuhinya standar kebersihan menjadi kendala utama.
Saat melakukan sidak ke barik tersebut, Komisi II DPRD Kabupaten Jembrana, yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Jembrana, I Ketut Suastika, atau yang akrab disapa Cuhok mengatakan, pabrik ini merupakan bantuan dari Bank Mandiri yang diserahkan kepada Subak Tibu Beleng dan dikelola oleh PT. MJB (Mitra Jembrana Bahagia), sebuah perusahaan yang berafiliasi dengan Pemerintah Kabupaten Jembrana.
Namun, Cuhok menyoroti ketidakpastian terkait pemegang saham lainnya, yaitu Koptan Sri Ananta dan PT. MBN, yang belum melakukan penyertaan modal sesuai kesepakatan awal. Akibatnya, pabrik hanya dapat mengolah gabah dari Subak Tibu Beleng dengan kapasitas yang jauh lebih kecil dari kemampuan mesin yang tersedia.
“Pabrik ini belum bisa beroperasi maksimal karena belum ada penyertaan modal yang cukup. Saat ini, pabrik hanya mampu mengolah gabah dari Subak Tibu Beleng dengan kapasitas terbatas, dan produksi berasnya belum memenuhi standar premium,” ujar Cuhok setelah melakukan tinjauan di pabrik tersebut.
Lebih lanjut, Cuhok menjelaskan bahwa pabrik saat ini hanya mampu memproduksi sekitar 5 ton beras per minggu, padahal kapasitas mesin dapat mencapai 30 ton per hari. Selain itu, pabrik belum memenuhi standar kebersihan yang ditetapkan oleh lembaga terkait, seperti Food Station, sehingga beras yang dihasilkan belum memenuhi kriteria beras sehat.
“Produksi pabrik saat ini hanya dapat memenuhi kebutuhan terbatas. Gabah yang masuk hanya berasal dari sekitar 400 anggota Subak Tibu Beleng, namun hanya beberapa yang memasukkan gabah mereka ke pabrik. Sebagian besar petani memilih untuk menjual gabah mereka ke pihak lain karena terbatasnya dana yang tersedia di pabrik,” jelasnya.
Cuhok menambahkan bahwa sesuai dengan konsep awal, pabrik ini dimaksudkan untuk menjadi tempat pengolahan hasil panen padi di Kabupaten Jembrana. Namun, keterbatasan dana menyebabkan pabrik tidak dapat berfungsi sesuai tujuan tersebut.
“Tantangan terbesar saat ini adalah kekurangan modal dan bahan baku. Pabrik ini hanya bisa berjalan berkat subsidi dari Bank Mandiri, baik untuk gaji pegawai maupun operasional. Jika subsidi ini dihentikan, pabrik tidak akan bisa beroperasi,” tegasnya.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Jembrana, yang sebelumnya mengalami defisit anggaran, belum dapat memberikan penyertaan modal. Namun, Cuhok mengungkapkan bahwa pihaknya telah merancang anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang surplus, sesuai dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, yang memungkinkan pemberian dana talangan untuk pabrik dan kelompok tani.
“Pada tahun 2025, kami akan mempertimbangkan untuk menghidupkan pabrik ini dengan dana talangan. Namun, salah satu pemegang saham, PT. MBN, hingga kini belum melepas sahamnya dan tidak memberikan komitmen dalam bentuk modal. Status mereka saat ini tidak jelas, dan hal ini menambah kesulitan,” pungkasnya.
Sementara Direktur RMU Tibu Beleng I Wayan Sutama membenarkan adanya keterbatasan anggaran. Pihaknya masih melakukan komunikasi dengan pemegang saham yang sampai saat ini belum adanya kepastian. “Kami sudah bersurat kepada saham yang mayoritas, dan dijawab mereka menunggu rapat umum pemegang saham untuk agenda pengurangan saham. Sekarang kami hanya menunggu komitmen saja kalau memang sahamnya dijual kita hanya mencari investor lokal saja,” ucapnya.
Terkait produksi beras di RMU, Sutama mengaku, pihaknya tetap memproduksi dengan modal yang sudah dimilikinya akan tetapi tidak maksimal. “Dalam sebulan kita hanya memproduksi hanya bisa memproduksi sebanyak 30 ton, harapan kita 30 ton itu bisa seminggu ditargetkan. Untuk intensif pegawai masing ditanggung oleh Bank Mandiri. Untuk dana talangan, kita sudah mengajukan di tahun 2025,” tandasnya. (BB)