Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Kriminalisasi Makin Terang Benderang, Hakim Akan Hadirkan Auditor Atas Kejanggalan Hasil Audit Dana YDP

Rabu, 03 Juli 2024

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Ket. Foto : Sidang lanjutan sengketa dana Yayasan Dhyana Pura (YDP) pada persidangan yang digelar di ruang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Dugaan adanya kriminalisasi atas tuduhan penggelapan uang Yayasan Dhyana Pura (YDP) hingga Rp 25 miliar seiring waktu makin terang benderang. Hal itu semakin terlihat dalam sidang lanjutan sengketa dana Yayasan Dhyana Pura (YDP) pada persidangan yang digelar di ruang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa 2 Juli 2024.

Bahkan sejumlah kejanggalan ditemukan dari hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Ramantha, yang menyatakan adanya dugaan penggelapan dana Yayasan. Parahnya, hasil audit tersebut bahkan diragukan oleh pihak Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Sidang kali ini menghadirkan saksi yang menjadi Pengawas Yayasan Dhyana Pura periode 2016-2020-2024, yakni I Gede Oka, SE. Gede Oka dalam persidangan membeberkan terkait pemasukan yang diterima Yayasan termasuk Universitas Dhyana Pura (Undhira) dan PPLP Dhyana Pura.  

Gede Oka bahkan sangat meragukan hasil audit dari KAP Ramantha, yang menyebutkan adanya kerugian sebesar Rp 25 Miliar lebih. Apalagi dirinya yang menjadi pengawas periode 2016-2020-2024, sangat keberatan kalau dikatakan ada kerugian sampai sebesar Rp 25 miliar lebih.

Baginya, kalau memang benar ada penyelewengan dana sejumlah itu, tentu Dhyana Pura sudah bangkrut. Menurutnya, selisih yang muncul di hasil audit ini, karena adanya pembangunan gedung yang tidak dimasukkan dalam audit tersebut dan ada beberapa transaksi yang dilakukan Undhira yang tidak dicatat dalam audit, yang mengakibatkan munculnya selisih yang dimaksud. 

"Misalnya, untuk pembangunan gedung sebesar Rp 11 miliar lebih. Yang mana gedung ini sebagai bukti fisik yang sudah mulai digunakan di akhir tahun 2017 dan di awal 2018,” ungkapnya.

Lebih jauh Ia sampaikan ada juga pencairan cek yang dilakukan masing-masing unit yang juga tidak dimasukkan ke dalam audit. Ia juga menyayangkan, selama audit dilakukan, dirinya selaku pengawas di YDP, juga tidak pernah dilibatkan dan dikonfirmasi terkait adanya kerugian itu dan dirinya baru mengetahui ada kerugian itu setelah Berita Acara Pemeriksaan (BAP). 

“Kalau ada penyelewengan dana Rp 5 miliar saja sudah kolaps, apalagi Rp 25 miliar lebih, pasti sudah bangkrut itu Dhyana Pura,” ucapnya dalam persidangan.

Selisih dan Rp 25 miliar, katanya merupakan selisih yang tidak utuh direkap atau diakui sebagai bukti keluarnya uang oleh KAP Ramantha. Bahkan menurutnya, di rekening koran semua tersaji, siapa penerima, siapa yang mencairkan cek. Tapi selisih itu dianggap tanpa bukti, padahal bisa dibuka rekening bank, buktinya ada semua.

“Kejanggalannya kenapa tidak dilakukan prosedur pengujian, misalnya minta konfirmasi ke bank, betul tidak ini penerima yang mencairkan uang. Jangan hanya menggunakan satu dokumen saja,” sebutnya.

Disisi lain, Penasehat Hukum Terdakwa 1, Sabam Antonius, SH., menyampaikan, kejanggalan yang ditemukan, di tahun 2016-2017 ada pembangunan gedung yang kontraknya ada, bukti transaksi di rekening koran ada, tapi tidak dimasukkan sebagai pengeluaran cek. Hal ini kata dia juga terkuak dari kesaksian pengawas yang menyatakan fakta. 

“Pengawas yang dihadirkan ini, juga merupakan auditor. Namun karena dia diminta keterangan sebagai fakta, maka dia menceritakan terkait fakta,” kata Sabam dari kantor SYRA LAW FIRM, didampingi Rudi Hermawan SH., Anindya Primadigantari, S.H.,M.H, dan I Putu Sukayasa Nadi, SH.,MH yang ditemui seusai Persidangan

Berdasarkan keterangan saksi, Hakim menyebutkan akan menghadirkan pihak Auditor untuk dimintai keterangan terkait hasil audit yang dilakukan. “Keterangan yang diberikan Saksi dalam persidangan, yang dalam hal ini adalah pengawas YDP, hakim ingin mengetahui bagaimana sistem audit yang dilakukan, sehingga terjadi selisih yang sangat besar. Nanti akan dilakukan konfrontir dengan menghadirkan auditor,” ungkapnya.

Namun karena kondisi Auditor yang sudah meninggal, pihaknya belum tahu, apakah tim audit yang akan dihadirkan bisa mempertanggungjawabkan hasil auditnya. Pada persidangan ini, pihak penasehat hukum juga akan menghadirkan Ahli, untuk memastikan apakah prosedur audit sudah benar atau tidak. 

“Ini sesuatu yang janggal, nanti kita hadirkan ahli juga untuk dimintai pendapat terkait audit yang dilakukan,” jelasnya.

Sementara itu, ketiga saksi pelapor yakni, Pdt. Dr. I Ketut Siaga Waspada, I Made Darmayasa, SE,MM, I Nyoman Agustinus, M.Th, ternyata tidak mengetahui terkait dana-dana yang keluar dari Yayasan. Namun ketiga saksi pelapor meyakini ada penggelapan dan saksi Pengawas menyatakan sebaliknya. 

 

"Ini khan janggal. Kami belum bisa menyimpulkan kejanggalan dan kriminalisasi ini, karena terlalu prematur. Biar nanti saksi auditor yang digali hakim keterangannya sehingga, biar kesimpulan masyarakat, yang selama ini klien kami diisukan melakukan penggelapan, sesederhana itu kah disimpulkan penggelapan. Karena hakim juga menanyakan ke saksi dari pelapor, dari selisih pencatatan Rp 25 miliar itu, di mana dinikmati terdakwa? Saksi mengaku tidak tahu,” tegas Sabam mengakhiri.


Berita Terkini