Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Prof. Antara 'Dikorbankan', Hotman Paris: SPI Unud Kewenangan WR II dan Rektor Sebelumnya

Selasa, 21 November 2023

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

sidang kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) yang menuduh mantan Rektor Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU. di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa 21 November 2023.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Ada fakta baru yang menarik terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) yang menuduh mantan Rektor Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU. di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa 21 November 2023.

Sidang yang dinilai penuh rekayasa hukum ini menghadirkan sejumlah saksi, diantaranya Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., M.S., Drs. I Gede Nala Antara, M.Hum., Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, S.E., M.Si., dan Prof. Dr. dr. Anak Agung Wiradewi Lestari, S.Ked.SpK (K).

Dalam persidangan terungkap, jika kewenangan terkait pungutan dana SPI ini bukan merupakan kewenangan dari Wakil Rektor I bidang akademik yang dijabat Terdakwa Prof. Antara saat itu. Melainkan, kewenangan ada di Wakil Rektor II bidang Umum dan Keuangan. Terdakwa Prof.Antara pun membantah dirinya terlibat dalam menentukan tarif Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) dan penentuan tarif itu bukan urusannya, yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Rektor I Bidang Akademik.

Keterangan dari saksi Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, mengatakan, terkait pungutan SPI yang mulai diberlakukan sejak tahun 2018, yang menentukan SPI adalah institusi, melalui beberapa proses tahapan sampai keluar SK Rektor. Sementara, untuk uang SPI yang selama ini dipungut, semuanya masuk ke rekening Unud dan semuanya by system. 

Ketika ditanya siapa yang menandatangani keluarnya uang SPI, ia menyebutkan untuk mengeluarkan uang SPI, itu melalui proses panjang. Namun untuk tandatangan, memang ditandatangani oleh pejabat pembuat komitmen (PPK), yang sebelumnya divalidasi dulu oleh bagian keuangan. Setelah itu, baru masuk ke pejabat penandatangan surat perintah membayar, yang kemudian baru ke KPA dan setelah disetujui KPA, baru turun ke bendahara, untuk manajemen Kas pembayaran. 

Ia juga menegaskan kalau dana SPI selama ini, dipergunakan untuk kepentingan universitas. Begitu juga hadiah CSR dari bank, sepengetahuannya memang semuanya untuk lembaga dan tidak ada nama pribadi untuk itu. “Karena ini by system, itu semua masuk ke rekening Unud,” katanya menegaskan saat memberikan keterangan sebagai saksi.

Di hadapan majelis hakim pimpinan Agus Akhyudi, Hotman Paris kemudian menunjukan 40 SK rektor dari Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Dari puluhan SK SPI itu, menurut Hotman, tidak ada satu pun rektornya yang ditetapkan sebagai tersangka dan semuanya tidak ada bedanya dengan Unud dalam pungutan ini. 

Untuk kesaksian Prof Wiagustini, terdakwa Prof Antara menanggapi, bahwa dirinya tidak ada hubungannya terkait proses SPI. Karena saat itu pihaknya menjabat sebagai wakil rektor I bidang akademik, sedangkan kewenangan ada di Wakil Rektor II bidang umum dan keuangan.

"Salah besar SPI dihubungkan dengan saya. Saya hanya bertugas sebagai WR I bidang akademik. SPI itu bukan ranah WR I," katanya dalam persidangan. 

Ditemui usai persidangan, penasehat hukum terdakwa, Hotman Paris Hutapea, menyebut kalau dalam kasus ini, penetapan terdakwa itu salah orang. Pasalnya terkait penerapan SPI, bukan kewenangan terdakwa karena saat itu terdakwa menjabat sebagai wakil rektor I bidang akademik. 

Pengacara kondang ini menyebut kewenangan terkait SPI itu ada di Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan dan Rektor Unud sebelum Prof Antara. Hotman menilai, dakwaan dari JPU itu amburadul, salah kaprah, salah orang sehingga sangat memprihatinkan di negara hukum seperti ini dimana seorang profesor 'dikorbankan' dan ditahan begitu saja, atas sesuatu yang bukan kewenangannya.

“Berarti ini sudah salah orang. JPU sudah salah kaprah dalam kasus ini. Karena ini kasus SPI, jadi yang harus bertanggung jawab adalah WR II, bukan WR I yang saat itu dijabat oleh terdakwa. Karena tupoksi terkait pungutan SPI itu adalah di WR II. Ini salah orang, ini harus segera disampaikan agar ditangguhkan penahanannya,” sentil Hotman Paris.(BB).


Berita Terkini