Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Perkelahian Yoga vs Dirga, Dakwaan JPU Dinilai Kaburkan Fakta

Senin, 03 Februari 2020

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Kasus perkelahian Pranayoga Yudara alias Yoga (19 tahun) dengan I Wayan Dirga atau Dirga (20 tahun) kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar. Sidang kali kedua pada Senin sore (3/2/2020) berupa pembacaan Eksepsi terdakwa yang dibacakan secara bergantian oleh Kuasa hukumnya I Putu Pastika Adnyana, SH bersama tim kuasa hukum lainnya.
 
 
Dalam Eksepsi itu, kuasa hukum Pranayoga Yudara alias Yoga (19 THN) menilai bahwa Jaksa terlalu bernafsu untuk menahan dan mempidanakan terdakwa tanpa melihat fakta -fakta dalam kejadian serta alasan-alasan terjadinya peristiwa hukum sebenarnya. Pasalnya, berdasarkan uraian tersebut di atas  yang terjadi adalah perkelahian satu lawan satu seperti yang di maksud dalam pasal 184 KUHP bukanlah pasal 351 KUHP. 
 
Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Penganiayaan ialah perbuatan bersifat ancaman. Jika menggunakan pasal 351 KUHP sangatlah tidak tepat karena penganiayaan tidak pernah terjadi sehingga unsur pasal 351 KUHP tidak terpenuhi karena dalam keterangannya dalam pasal tersebut yang di maksud dengan pengganiayaan. 
 
 
"Sejatinya tindak penganiayaan haruslah dilakukan dengan sengaja. Sedangkan fakta-fakta kejadian tersebut menunjuk adanya unsur-unsur perbuatan perkelahian sederhana antara Terdakwa dan Pelapor di area Jogging track Kertalangu, Denpasar. Bahwa semua perbuatan Terdakwa di dalam hal tersebut semata-mata dimaksudkan untuk melindungi diri pemukulan yang diawali oleh Pelapor," terang Putu Pastika.
 
Merujuk pada pasal 49 ayat (1) KUHP yang berbunyi  “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.
 
Sidang yang menjadi perhatian dan disaksikan oleh ratusan warga yang simpati agar keadilan bagi kasus yang menimpa Yoga. Sebagai bentuk aspirasinya mereka membentangkan spanduk besar yang isinya memprotes ketimpangan terhadap proses hukum perkelahian sepasang remaja dimana Yoga menjadi korban mafia hukum sehingga meringkuk di penjara, sementara rivalnya dibiarkan bebas tanpa diproses hukum oleh aparat.
 
 
"Dalam dakwaannya Jaksa dengan tegas menyatakan antara Pelapor dan Terdakwa tidak saling mengenal. Oleh karenanya Jaksa haruslah teliti dalam memberikan petunjuk Pasal yang akan diterapkan oleh penyidik sebagai dasar penentuan perbuatan Pidananya. Jaksa sudah mengesampingkan suatu teori tentang hubungan sebab akibat. Teori CONDITIO SINE QUA NON. Dengan jelas mengatakan adanya hubungan sebab akibat dalam suatu perbuatan, jika menilik dari uraian Dakwaan Jaksa yang mengatakan antara terdakwa dan Pelapor tidak saling mengenal dan tidak ada persoalan manakah mungkin terjadi penganiayaan seperti yang di dakwakan oleh Jaksa. Disamping itu Jaksa sudah mengabaikan asas ultimum remidium (pemidanaan adalah sebagai jalan terakhir)," tegas Pastika.
 
Menurutnya, sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP, diatur surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum haruslah memenuhi syarat-syarat antara lain: Syarat formal yaitu bahwa surat dakwaan harus menyebutkan identitas lengkap Terdakwa /Tersangka serta bahwa surat dakwaan harus diberi tanggal dan ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum.
 
"Disamping itu, syarat materiil bahwa surat dakwaan harus memuat dan menyebutkan waktu, tempat delik dilakukan. Kemudian surat dakwaan haruslah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan dan Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b Haruslah batal demi hukum," terangnya.
 
    
Pihaknya juga menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak cermat menguraikan kejadian peristiwa  sehingga mengaburkan permasalahan sebenarnya. Bahkan didalam pasal 49 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.
 
Berdasarkan kronologis kejadian diatas, perbuatan antara Pelapor dengan Terdakwa dapat dikategorikan sebagai perkelahian satu lawan satu, sehingga konstruksi hukumnya haruslah sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHP, Terkait perkelahian satu lawan satu yang mengakibatkan salah satu terluka, tindakan tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHP (bergantung pada luka yang diakibatkan adalah luka berat atau tidak). 
 
Sidang lanjutan yang menjadi perhatian publik dalam kasus yang dinilai tebang pilih ini akan dilanjutkan pada Senin 10 Februari 2020 pekan depan untuk mendengar Replik (tanggapan) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).(BB).
 


Berita Terkini