Polisi Bantah Penangkapan Puluhan Ton Bahan Peledak di Bali Terkait Teroris Santoso
Kamis, 22 September 2016
Baliberkarya.com/ist
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com - Badung. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Pol Agung Setya menyatakan jika penangkapan bahan baku peledak jenis Amonium Nitrat sebanyak 1.153 karung atau 28.285 kg atau 28,3 ton dipastikan bukan bahan baku untuk peledak yang akan dipakai teroris jaringan Santoso di Poso, Sulawesi.
Agung Setya mengaku hal ini terlihat dari pola yang dipakai penangkapan sebelumnya dirinya pernah menangkap beberapa kasus, seperti pada 9 September kemarin di Tanjung Balai, Kepulauan Karimun dengan tersangka Y dan T yang mendapat order dari nelayan di Sulawesi.
"Saya tegaskan tidak ada terkait masalah teroris. Kita sedang dalami polanya ini terkait penggunaan untuk bom ikan. Sebagian kita tahu untuk dibuatkan bom ikan," ucapnya di Kantor DJBC wilayah Bali, NTB, NTT di Tuban, Badung, Kamis (22/9/2016).
Selain untuk bahan peledak, bahan kimia sejenis Amonium Nitrat penggunaannya juga biasa dipakai untuk pupuk. Dalam aksinya, para tersangka yaitu UD (38) nahkoda, U (32) ABK, MH (30) ABK, MK (28) ABK, ALW (52) ABK dan HD (40), ABK untuk mengelabui petugas membungkus Amonium Nitrat dengan menggunakan karung untuk pupuk.
Agung Setya meyakini para tersangka hanya diperalat oleh pelaku sesungguhnya yang diduga orang Malaysia yang kini sedang diburu petugas.
"Mereka ini hanya kurir saja, otaknya hanya memanfaatkan mereka. Kita tahu pelaku mengelola dana yang relatif besar menelusuri tindak pidana pencucian uangnya karena mereka mengelola nelayan ini," ungkapnya.
Namun begitu, Agung Setya mengaku bahan peledak tersebut tidak semuanya digunakan untuk bom ikan. Meski memang kebanyakan para nelayan ini di beberapa tempat menggunakannya untuk menangkap ikan.
"Kita sudah tiga kali pernah menangkap polanya sama. Mereka menggunakan pola yang sama melalui jalur Selayar-Sulawesi Selatan dan pengakuan mereka sama hanya untuk bom ikan," terangnya.
Berdasarkan pemeriksaan, Agung Setya juga mengakui yang memesan memang orang Sulawesi. Namun pihaknya enggan membeberkan identitasnya dengan alasan untuk penyidikan lebih lanjut.
"Identitasnya kita simpan dululah. Namun yang kita tahu sekarang ada pemunduran, dulu pake jaring sekarang pakai bom ikan, yang kita tahu pola masuk ke Indonesia mereka seperti itu," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Tindak Penindakan dan Penyidikan Kanwil DJBC Bali, NTB, NTT Husni Syaiful menyatakan para tersangka telah melanggar tindak pidana Kepabeanan, pasal 102 huruf a UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Dalam pasal itu tertuang bahwa mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat satu tahun penjara dan pidana penjara paling lama 10 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp 5 miliar. (BB)