YLPK Dukung Sikap Tegas Pemprov Bali Tertibkan Angkutan Online
Rabu, 10 Agustus 2016
istimewa
Baliberkarya.com - Denpasar. Sikap pemerintah daerah, seperti Gubernur Bali, Made Mangku Pastika lewat jajarannya di Pemprov Bali yang mulai tegas menertibkan angkutan online berbasis aplikasi seperti GrabCar, Uber Taxi dan GoCar mendapat apresiasi positif berbagai kalangan.
Mengingat industri transportasi beraplikasi online tersebut di Indonesia termasuk di Bali makin tercoreng akibat ulahnya beroperasi tidak mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah.
Apalagi moda angkutan umum yang menggunakan aplikasi seperti Grab, Uber dan GoCar ini, sudah dituding menjadi pemicu bisnis transportasi semakin tidak sehat, seperti yang terjadi di negara berkembang lainnya.
Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Pusat, Sudaryatmo sebelumnya sempat mengingatkan tindakan liar angkutan umum berbasis aplikasi, seperti taksi dan angkutan sewa online makin panik dengan menurunnya kepercayaan masyarakat terkait keamanan dan kenyamanan menjadi konsumen angkutan online.
Bahkan mereka disebutkan menaikkan tarif secara sepihak, sehingga mereka dapat dilaporkan kepada Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pihak YLKI Pusat juga menanggapi maraknya keluhan dan pengaduan masyarakat terhadap kenaikan tarif ataupun argo taksi sepihak oleh sejumlah taksi berbasis aplikasi tanpa menginformasikan terlebih dahulu kepada penumpang.
Pasalnya, Hal itu sangat merugikan konsumen karena sudah melanggar aturan dan bisa dijerat dengan sanksi yang tegas. Oleh sebab itu, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali, Putu Armaya juga ikut mendukung langkah pemerintah menertibkan dengan tegas angkutan online Grab, Uber, GoCar di Bali.
"Pinsipnya kita dukung pemerintah dalam membuat aturan, karena masalah taksi online ini masih belum final," katanya saat dihubungi awak media, Rabu (10/8/2016).
Menurut Armaya, berdasarkan laporan masyarakat seharusnya Dinas Perhubungan (Dishub) sudah bisa melakukan tindakan terhadap penyelenggara taksi online. Sehingga mereka mengikuti seluruh peraturan yang berlaku sebagai perusahaan penyelenggara layanan taksi.
Artinya, perusahaan angkutan online Grab, Uber, dan GoCar ini harus diberlakukan sama dengan perusahaan angkutan konvensional. Jadinya aplikasi itu hanyalah alat sebagai cara mudah untuk mendapatkan layanan.
"Saatnya taksi online ngurus ijin yang konvensional tinggal berbenah perbaiki layanan," harapnya.
Selain itu, YLPK Bali juga mengeluhkan terkait maraknya taksi bodong di Bandara Ngurah Rai. Taksi tidak berijin tersebut memaksa konsumen untuk membayar tanpa menggunakan argo meter.
Menurutnya hal itu juga sama mencoreng citra moda angkutan umum di Bali, apalagi turis yang berwisata banyak mengeluhkan.
"Taksi bandara yang sering dikeluhkan konsumen karena tidak apakai argo. Sekarang pengaduan konsumen banyak mengeluh taksi bandara, karena tidak menggunakan argo. Padahal itu, taksi yang resmi beroperasi di bandara," tandasnya.
Sebagai diketahui, selama ini beredar keluhan masyarakat melalui media sosial mengenai tarif taksi berbasis online yang sangat mahal. Sebagai contoh disebutkan di salah satu media online tersebut, pada 8 Juli 2016, salah satu pengguna taksi harus membayar Rp492 ribu dari Bandara Soeta ke Margonda-Depok, Jakarta.
Padahal biasanya tarif untuk jarak tersebut hanya Rp190 ribu. Sedangkan di Bandara Ngurah Rai malah taksi resmi yang beroperasi tidak menggunakan argo meter, sehingga bisa dipastikan melanggar UU Perlindungan Konsumen.
Untuk itu, Taksi ataupun angkutan yang berbasis online telah melakukan predatory pricing yakni suatu strategi yang dilakukan dengan cara mengenakan tarif sangat rendah dengan tujuan mematikan pesaing, setelah berhasil memimpin pasar mereka kemudian mengenakan tarif sesukanya, bahkan jauh lebih mahal.
Diduga sejumlah oknum baik di jajaran Organda maupun Dishub Bali telah melakukan pengerukan keuntungan yang sebesar-besarnya dari perusahaan penyelenggara taksi atau angkutan berbasis aplikasi kepada konsumen melalui kebijakan tarif tinggi atau dikenal sebagai excessive margin.
Dari dua dugaan tersebut predatory pricing dan excessive margin seharusnya KPPU sudah dapat melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan angkutan berbasis aplikasi. Apabila dugaan itu terbukti benar, KPPU dapat mengenakan sanksi berupa denda.(BB).