Penetapan Tersangka Ngurah Oka 'Prematur', Saksi Ahli Pidana Prof Sadjijono Sebut Buktikan Dulu di Sidang Perdata

  23 Februari 2023 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Foto: Sidang gugatan Praperadilan di PN Denpasar, Kamis 23 Februari 2023 yang diketuai Majelis Hakim I Putu Suyoga, SH, MH.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Saksi ahli hukum pidana, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya, Prof. Dr. Sadjijono, SH.,M.Hum. berpendapat penetapan tersangka oleh Polda Bali terhadap Anak Agung Ngurah Oka (Ngurah Oka/Turah Oka) dari Jero Kepisah Pedungan Denpasar dinilai terlalu 'prematur' atau terlalu dini. 

Hal itu disampaikan Prof. Dr. Sadjijono, SH.,M.Hum. saat diwawancarai awak media Baliberkarya.com usai menjadi saksi ahli pidana yang dihadirkan Pemohon (Anak Agung Ngurah Oka) diwakili kuasa hukumnya I Putu Harry Suandana Putra, S.H.,M.H dan Kadek Duarsa, SH. MH. CLA. dalam sidang hari ketiga gugatan Praperadilan di PN Denpasar, Kamis 23 Februari 2023 yang diketuai Majelis Hakim I Putu Suyoga, SH, MH. 

Menurut Prof. Dr. Sadjijono, pengujian sertifikat maupun silsilah terlebih dahulu harus lewat sidang perdata di pengadilan, bukan lewat pidana. Pasalnya, konsep hukum pidana itu bahwa tindak pidana sebagai suatu langkah terakhir setelah hukum-hukum lain ditempuh.

"Ini prematurlah (penetapan tersangka Ngurah Oka Jero Kepisah). Terlalu prematur. Artinya lahir sebelumnya. Seharusnya tidak dilakukan penyidikan dulu. Penyelidikan boleh. Menurut saya penetapan ini sangat prematur menurut saya. Penyidikan ini sah kewenangan kepolisian tapi dalam proses itu ada masyarakat keberatan atau ada pihak yang berkaitan keberatan," ucap Prof. Dr. Sadjijono.

Prof. Dr. Sadjijono sebelumnya dikenal anggota Polri dengan pangkat terakhir AKBP dan bertugas sebagai Bidang Hukum (Bidkum) Polda Jatim pada tahun 2007 namun pindah karier memilih menjadi dosen ini menyoroti kasus yang menimpa Ngurah Oka (Turah Oka) dari Jero Kepisah ini sebenarnya harus ada suatu keadaan yang disengketakan khususnya terkait silsilah. Ia mengakui setiap masyarakat punya hak, tetapi hak melekatnya yang mutlak itu belum dimiliki karena masih ada persoalan.

Menurutnya, silsilah itu konsep dasarnya harus diakui dan akan melahirkan suatu hak sehingga terlebih dahulu harus ada sengketa hak dulu secara perdata di Pengadilan. Perdata dahulu karena tidak boleh hanya keyakinan dan diasumsikan. "Nah bagaimana kemudian hak ini dipenuhi jika belum ada kepastian hak. Disinilah diperlukan sengketa hak dahulu terkait dengan silsilah sebelum lahir hak. Sekarang ini saling klaim punya hak, masing-masing punya hak, sebelum itu ditetapkan salah satu pemilik haknya akan lahir legal standing atau hak hukum untuk melaporkan," tegasnya.

Ia juga berpendapat kasus pidana Ngurah Oka Jero Kepisah ini tidak akan langsung kedua belah mendapat mendapatkan hak. Untuk itulah, Prof. Dr. Sadjijono menyebut sengketakan dulu keperdataannya, kalau nanti sengketa perdata itu pelapor itu memang memiliki hak baru diteruskan agar bisa memiliki legal standing. Tanpa ada pembuktian hak diawal maka penetapan tersangka Ngurah Oka dari Jero Kepisah 'prematur'.

"Semua itu masih dugaan. Buktikan dulu dong, asas hukumnya ada. Katakan ini palsu, apakah karena ini palsu ini haknya, itu tidak bisa tanpa melalui proses perdata. Pengujian sertifikat itu pembatalan karena cacat hukum dan lainnya. Terkait silsilah pengujiannya keperdataan dulu. Pengujian sertifikat maupun silsilah harus lewat sidang perdata di pengadilan," katanya.

Selain menghadirkan Prof. Dr. Sadjijono sebagai ahli hukum pidana, Pemohon dalam persidangan yang digelar diruang Kartika PN Denpasar ini juga menghadirkan Cokorda Dalem Dahana, SH, Mkn dari Fakultas Hukum Universitas Udayana sebagai saksi ahli hukum administrasi pemerintahan, serta Dr. Made Gede Subha Karma Resen, SH, Mkn dari Fakultas Hukum Universitas Udayana sebagai saksi ahli hukum kenotariatan dan pertanahan. Sementara saksi fakta menghadirkan keponakan pemohon, Anak Agung Ngurah Gede Suryabawa yang bersaksi menguatkan pemohon Ngurah Oka sebagai pemilik tanah yang sah secara turun temurun leluhurnya.

Sementara dari Termohon (Polda Bali) dihadiri Bidang Hukum (Bidkum) Polda I Wayan Kota, SH. MH. dan I Ketut Soma Adnyana, SH. menghadirkan dua orang saksi ahli yaitu Prof. I Made Suwirta, Ahli Administrasi Pertanahan, Guru Besar Universitas Warmadewa dan Ahli Hukum Pidana Dr Dewi Bunga, SH MH yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana. 

Menurut Kuasa hukum Termohon dari Bidkum Polda Bali, I Wayan Kota, SH. MH. dan I Ketut Soma Adnyana, SH. MH, saksi yang dihadirkan Pemohon lebih ke perkara pokok sebenarnya dan mereka tidak tahu proses penyidikan maupun penyelidikan yang dilakukan Polda Bali, baik itu penetapan tersangka, penangkapan, penahanan. "Cuman saksi yang ketiga tadi mengetahui dan mendengar bahwa pamannya dilaporkan dan diperiksa serta ditahan di Polda Bali," jelasnya.

Wayan Kota menegaskan Polda Bali mempermasalahkan pemalsuan dalam proses pensertifikatan yang dilakukan Pemohon. Pihaknya tidak mempermasalahkan sertifikat dengan pipil sengketa, tetapi dokumen yang dipalsukan. Baginya, pemalsuan tidak ada diranah perdata karena sudah murni delik pidana.

"Kalau sengketa hak iya perdata, saya dari awal sepakat. Laporannya pemalsuan, kalau sengketa hak itu ranahnya perdata tidak bisa diuji pidana.  Ini pemalsuan surat bukan masalah hak, beda. Kalau sengketa hak kita sepakat perdata, namun roses pensertifikatan yang kita masalahkan," tegasnya.

Sidang Praperadilan yang menjadi sorotan publik dan media ini rencananya berlangsung secara maraton selama satu minggu yang dimulai pengajuan pengajuan saksi-saksi dan saksi ahli kedua belah pihak hingga kesimpulan dan keputusan Majelis Hakim yang direncanakan digelar pada Selasa, 28 Februari 2023 mendatang.(BB).