Megawati Soroti Pariwisata Bali, Proyek Hidden City Ubud Diprotes Warga Dibiarkan Jalan Terus Tanpa Izin

  17 Juni 2023 PARIWISATA Gianyar

Foto: Proyek Hidden City Ubud di Desa Adat Pengosekan, Desa Mas, Ubud, Gianyar, Bali.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Gianyar. Presiden V Republik Indonesia Prof. Dr. (HC), Hj. Megawati Soekarnoputri menyoroti perkembangan sektor pariwisata Bali ketika membuka secara resmi Seminar Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru beberapa waktu lalu. 

Dalam arahannya, Megawati Soekarnoputri menyampaikan betapa pentingnya menjaga Bali ke depan dalam jangka panjang sampai 100 tahun, bahkan lebih dari 100 tahun agar Bali tetap eksis, alamnya lestari, masyarakatnya survive, dan kebudayaannya terjaga, kuat, dan maju menghadapi modernisasi.

“Saya memerintahkan Wayan Koster sebagai Gubernur dan juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali untuk menyusun konsep Haluan Pembangunan Bali sampai 100 tahun ke depan, yang menjadi arah, panduan, dan pedoman dalam membangun Bali ke depan. Saya pun menegaskan, agar Koster meletakan dasar pembangunan Bali dalam jangka panjang sampai 100 tahun, bahkan lebih, untuk diwariskan kepada generasi penerus. Saya memberikan apresiasi tinggi atas kerja keras, sehingga apa yang menjadi arahan Saya telah dikerjakan dengan serius, mampu merumuskan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru yang didiskusikan dalam Seminar hari ini," ucap Megawati.

Melalui Haluan Pembangunan Bali Masa Depan 100 Tahun ini, Megawati berharap agar cepat dijalankan dengan membuat Perda-nya (Peraturan Daerah, red) terutama untuk pertanahan. 

“Bali seperti berlian, pulau yang kecil tapi berkedip-kedip, memiliki tanah yang subur. Karena itu, pertanahan dan pertanian 100 Tahun kedepan harus dipikirkan, nanti mau dijadikan apa, supaya rakyat Bali makmur dan sejahtera. Karena Bali ini subur, jadi berhenti konversi tanah subur, dan ingat buatkan Perda Konversi Tanah Subur,” tegas Megawati beberapa waktu lalu sembari menyatakan pihaknya mau Indonesia mandiri, membangun negara ini dengan sebuah kemajuan yang dinikmati oleh rakyatnya sendiri.

Berkaitan dengan arahan Megawati tersebut, disatu sisi rencana pembangunan Hidden City Ubud semakin heboh diperbincangkan oleh publik maupun netizen. Parahnya, meskipun belum mengantongi perizinan lengkap tetapi pengerjaan tetap jalan terus hingga Sabtu (17/6) masih berjalan lancar.

Proyek pembangun itu seluas tiga hektare menyediakan fasilitas pariwisata villa, apartemen maupun town houses tengah menjadi perhatian publik karena adanya keluhan dan protes dari warga sekitar. Apalagi infrastruktur pariwisata itu dibangun belum diketahui oleh warga sekitar dan pengerjaan dilakukan sempat sampai larut malam sehingga warga sekitar merasa sangat terganggu.

Hidden City Ubud dibangun di Desa Adat Pengosekan, Desa Mas tengah melakukan penataan fisik. Disayangkan, penanganan itu bila tidak sesuai prosedur bisa mencoreng citra pariwisata Bali, karena Ubud dikenal seluruh dunia. 

 Menanggapi kontroversi ini, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) berjanji akan turun meninjau langsung polemik rencana pembangunan Hidden City Ubud yang menyediakan fasilitas pariwisata villa, apartemen maupun town houses tersebut.

"Akan lihat kesana," kata Wagub Cok Ace yang berasal dari Ubud sekaligus Ketua PHRI Bali menjawab singkat pasca mengikuti Rapat Paripurna ke-18 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023 di Denpasar, Senin (12/6).

Pada kesempatan itu, hadir Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatma, Wakil Ketua DPRD Bali Sugawa Korry yang juga Ketua Golkar Bali. Begitu juga, Polda Bali akan turun tangan mengontrol lembangunan Hidden City Ubud agar tidak menimbulkan gangguan semakin luas. 

Menanggapi permasalahan hangat ini, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Bali, Kombes. Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto meminta proyek itu agar dihentikan ketika belum memiliki izin lengkap. Menurutnya, Polda Bali akan mengontrol dampak gangguan proyek tersebut dengan komunikasi dengan Polres Gianyar dan Polsek setempat. 

"Intinya kami akan lihat perkembangannya dengan mengkomunikasikan kepada Polres dan Polsek setempat. Untuk kontrol sejauh mana gangguan yang ditimbulkan," kata Satake Bayu di Denpasar, Rabu (14/6).

Ia menegaskan, jika izin belum ada sebaiknya proyek tersebut jangan berjalan dahulu, apalagi kerja hingga malam karena malam hari waktunya warga untuk beristirahat. Terlebih lokasi proyek dekat pemukiman warga dan daerah pariwisata. "Kalau jarak jauh dari warga, dikerjakan malam hari ya tidak masalah," ungkapnya. 

Semestinya pemerintah desa dan pencalang (Desa Adat) bisa memberikan imbauan kepada pengerjaan proyek tersebut agar tidak mengganggu warga sekitar. Jika hal itu belum mampu dilaksanakan, bisa dikoordinasikan dengan pihak kepolisian.

Mempertimbangkan trend pembangunan saat ini yang mengedepankan pelestarian lingkungan. Apalagi Bali baru saja menjadi tuan rumah KTTG20 2020 dan Indonesia sebagai tuan rumah KTT ASEAN 2023. Untuk itu, tim Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Bali telah menurunkan petugas dalam melakukan pengecekan perizinan yang sudah dikantongi oleh pihak pengelola Hidden City Ubud. 

Kepala DPMPTSP Bali, Anak Agung Ngurah Oka Sutha Diana mengaku, pembangunan itu baru mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB) saja. Sedangkan perizinan dasar lainnya masih dalam proses ditingkat Kabupaten Gianyar. Semestinya secara etika dan prosedur pengerjaan proyek tersebut dihentikan dulu hingga mengantongi izin yang lengkap.

"Kalau belum terbit ya, cancel (batalkan-red) lebih dulu. Kondisi  hasil di lapangan, baru mengantongi NIB saja," tegasnya seraya berharap Pemda Gianyar bisa bekerja lebih agresif, khususnya dalam penerbitan perizinan sehingga tidak terjadi polemik maupun kerugian yang besar kepada masyarakat. 

Sebelumnya, Kepala Dinas Satpol PP Gianyar Made Watha mengaku telah melakukan pengecekan ke lokasi.Hal tersebut sebelumnya kita sudah cek lokasi dan kemarin pihak pengelola dengan kita, pihak perbekel dan aparatnya sudah ada koordinasi," kata Watha ketika dikonfirmasi awak media di Gianyar, Sabtu (10/6).

Ia mengatakan, pertemuan masalah tersebut untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman. Dengan adanya pembatasan jam kerja proyek serta sosialisasi ke masyarakat. Ketika ditanyakan soal perizinan Hidden City Ubud dikatakan proses perizinan masih dalam proses.

"Untuk izin sudah dimohonkan ke Pemkab. oleh pihak pengelola dan semuanya sudah berproses," ujarnya seraya mengaku saat ini masih penataan fisik tanah dilanjutkan hal-hal teknis lainnya.

Sementara itu, Kasatpol PP Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengharapkan Satpol PP Gianyar menanganinya lebih serius. Upaya itu dalam menjaga ketertiban dan kerugian kepada masyarakat sekitar rencana pembangunan tersebut. "SOP perizinan sudah ada, diharapkan bisa di cek di kabupaten," harapnya. 

Dalam pengawasan pembangunan, diperlukan pengawasan oleh masyarakat langsung karena petugas memiliki keterbatasan. Hal ini diditegaskannya setelah adanya oknum WNA yang makin berulah di Bali yang bisa memicu mencoreng citra buruk pariwisata Pulau Dewata. 

Bahkan Pemerintah Bali telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tatanan Baru bagi Wisatawan Mancanegara selama berada di Bali itu diberlakukan di seluruh Bali. Dewa Dharmadi menegaskan, polemik pembangunan Hidden City Ubud agar direspon lebih cepat sehingga masalahnya tidak melebar. 

Ia mengakui proses perizinan yang menggunakan OSS lebih mudah untuk mendapatkan NIB tetapi tetap ada tim verifikasi ke lapangan agar proses pembangunan itu tetap mengikuti prosedur.     

Ketua PP Polri Daerah Bali, Brigjen Pol (Purn) Nyoman Gede Suweta menyoroti proyek tiga hektare pembangunan Town Houses Hidden City Ubud yang terus berjalan meski belum berizin lengkap. Gede Suweta juga Mantan Wakapolda Bali mengharapkan pemerintah setempat, khususnya pemerintahan desa untuk menghentikan proyek tersebut. 

Sebagaimana dijelaskan Kepala DPMPTSP Bali, Anak Agung Ngurah Oka Sutha Diana, proyek itu baru mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB) saja. Untuk itu, pihak justru mempertanyakan siapa pemilik proyek tersebut. Baru sebatas kantongi NIB justru berani melakukan pembangunan, bahkan menimbulkan polemik bagi warga. 

"Proyek ini Ownernya siapa ya?, Masak baru ada NIB saja sudah membangun secara fisik? Apakah di Gianyar sudah tidak ada pemerintah lagi ya ?," tanyanya. 

Menurutnya, kehadiran peraturan ciptaker untuk mempercepat proses administrasi pengurusan segala bentuk perizinan. Bukan berarti pembangunan dilakukan tanpa izin. Ditegaskan kembali, NIB itu sebagai salah satu syarat dalam mengurus perizinan, bukan sebagai izin dalam pembangunan. Dengan adanya NIB itu baru bisa melakukan pengurusan perizinan baik izin prinsip, Amdal dan lainnya. 

"NIB ngak ada kaitannya dengan proyek pembangunan. Cipta kerja rohnya mempercepat administrasi. Bukan bangun proyek tanpa izin," tegasnya. 

Gede Suweta juga meminta agar Pemerintah Desa (Perbekel) bisa menghentikan proyek tersebut sebelum ada kejelasan mengenai proyek tersebut. Sekaligus mempertanyakan siapa pemilik proyek tersebut (badan hukumnya). Masyarakat juga bisa mempertanyakan kepada pihak proyek yang ada di lapangan. Menurutnya, Perbekel yang memiliki tanggungjawab penuh karena sebagai pemilik wilayah.  

"Pertama yang paling yakni Perbekel. Jangan sampai Perbekel tidak tahu ini. Tidak ada boleh pekerjaan yang ada di desa, perbekelnya tidak tahu," tegasnya. 

Perbekel bisa bertindak untuk hentikan sementara. Oleh karena tugas pokok secara umum seorang Perbekel yakni terkait kesejahteraan warga dan ketertiban umum. Perbekel Desa Mas I Wayan Gede Darmayuda mengaku belum mengetahui detail rencana proyek itu. "Saya pun tahu karena ada laporan warga yang mengeluhkan keberadaan proyek itu," dalihnya.

Untuk itu, pihaknya bersama Desa Adat Pengosekan tengah menunggu kesiapan pihak pengelola proyek untuk menjelaskan dan sosialisasi kepada masyarakat. Pihaknya memberikan kesempatan selama dua minggu, terhitung sejak pertemuan bersama pihak pembangunan proyek pada Jumat (9/6). Darmayuda juga berharap Wagub Cok Ace segera turun ke lapangan dengan melibatkan pihak Pemerintah Desa dan Desa Adat agar setiap pembangunan tidak merusak budaya dan lingkungan Bali.          

Sementara itu, Managing Director Timur Resources Agung Wirapramana yang juga Wakil Ketua Umum (WKU) Kadin Bali Bidang Ekonomi Digital & Renewable Energy menyampaikan pandangannya tentang polemik yang berkaitan dengan Townhouses Hidden City Ubud dan sebaiknya mempertimbangkan untuk penghentian sementara hingga proses klarifikasi dan hearing serta kajian lanjutan pada status clear and clean. 

Pandangan ini disampaikan sebagai respon atas banyaknya desakan dan pertanyaan yang terkait proyek ini serta mengingat pembangunan itu telah menuai protes dan dikeluhkan warga, belum lagi pemilik usaha tersebut belum diketahui termasuk perizinan belum ada, dan khabarnya baru punya Nomor Induk Berusaha (NIB) merupakan dokumen yang wajib dimiliki oleh pelaku usaha di Indonesia. 

Apabila ini benar, maka ada dapat diasumsikan bahwa proses kelaikan atas dampak dan sustainability dalam aspek yang berkaitan dengan Nangun Sat Kerthi Lokha Bali belum terpenuhi. "Dokumen NIB itu bagaikan KTP bagi pelaku usaha dan Nomor NIB itu seperti Nomor NIK di KTP kita," kata Agung Wirapramana di Denpasar, Jumat (16/6).

Menurutnya, meski proyek tersebut bernama hidden, sebaiknya dalam kondisi seperti ini pemilik usaha Hidden City Ubud wajib hadir memberikan klarifikasi agar publik dapat memahami tujuan serta dapat memberikan pertimbangan, termasuk kajian Amdalnya.

Karena pembangunan itu tidak saja berimbas pada warga sekitarnya tetapi bagi Ubud, Gianyar dan pariwisata Bali secara menyeluruh. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah pemenuhan persyaratan perizinan dan pembangunan, seperti persetujuan penyanding dan pertimbangan daya dukung lingkungan untuk menjaga sustainability bagi manfaat lanjutan. 

Tokoh yang juga aktif dalam ekosistem low carbon economy ini menyampaikan pula pandangannya bahwa banyak hal yang perlu diketahui oleh publik terkait Hidden City Ubud seluas tiga hektare sebagaimana yang dipublikasikan tentunya memiliki program jangka pendek, menengah dan panjang, hal ini harus jelas di awal dan menjadi pertimbangan bagi pemerintah terutama terkait dengan tata ruang dan daya dukung lingkungan. 

Sebaiknya Hidden City ini melalui proses hearing terlebih dahulu menyangkut tata ruang dan kawasan. Sebagai catatan, dengan memahami bahwa Bali harus dikelola sebagai ekosistem pulau, sebaiknya kita semua mulai menyadari pentingnya sustainability bagi penduduk Bali sendiri.

 "Jangan sampai alam hanya dimanfaatkan sebagai pemandangan dan destinasi serta hanya mempertimbangkan dampak ekonomis semata, jangan terpukau dengan investasi semata, pertimbangkan impact bagi ekosistem dan daya dukung, terutama air serta biodiversity yang wajib menjadi pertimbangan," sentilnya. 

Apalagi kawasan pembangunan itu pada ketinggian, khawatir akan memengaruhi sumber mata air pada daerah lainnya, demikian disampaikan oleh pria yang akrab disapa Agung Pram ini, yang juga sedang mengembangkan Satonda Reserve sebagai pilot project Kawasan Green & Blue Economy di Nusa Tenggara Barat. 

Perlu diwaspadai pula, pembangunan swasta yang menguasai hajat hidup masyarakat, misalnya tempat sumber mata air yang bisa dikuasai oleh perusahaan air mineral ataupun untuk kepentingan komersial, sekaligus mengingatkan untuk tetap mempertimbangkan aspek lingkungan dan daya dukung dalam setiap proses perolehan perizinan dan pembangunan. Untuk itu, kontrol setiap pembangunan oleh masyarakat memang diharuskan, peran anggota anggota Dewan termasuk penegakan hukum oleh aparat. 

"Saya sempat melihat website Hidden City Ubud ini, menurut saya, dari sisi design semestinya harus dibahas ulang terutama sisi perijinan dan bentuk bangunan serta daya dukungnya," jelasnya 

Luasan 3 hektare dengan jumlah bangunan serta rencana lainnya, pihaknya melihat fokus pada pembangunan proyek ini lebih pada sisi komersial semata dan sangat jauh dengan konsep pembangunan berkelanjutan apalagi terhadap Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali serta Tri Hita Karana. 

Namun, pihaknya meyakini masyarakat yang ada disana lebih paham dengan  perihal daya dukung dan azas manfaat langsung dan tidak langsung, sehingga perlu dipertimbangkan untuk juga mendengar lebih jauh dari sisi rencana pemilik proyek serta pendapat publik. 

"Saya kurang yakin dengan luasan 3 hektare mampu menjadi kawasan mandiri. Pembangunan dari hulu hingga hilir patut diketahui," paparnya. 

Publik juga penting mengetahui kepastian permodalannya, jangan sampai hanya menjual marketing (gambar). Apabila model itu diterapkan, khawatir proyek bisa mangkrak. Kalau sudah mangkrak tentu memulihkan kembali areal tersebut sangat sulit. 

Ditegaskan kembali, penerimaan investasi tidak hanya melihat sisi ekonomi semata tetapi ada pertimbangan lingkungan dan berkelanjutan. 

Disisi lain, Jro Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi politik Menjadi pertanyaan, apakah proyek ini merujuk ke UU Cipta Kerja yang kontroversial:menjadi sorotan publik, memberikan kelonggaran perizinan termasuk dalam persyaratan amdal, kemudahan bagi warga negara asing untuk membeli properti di dalam negeri.

Omnibus Law Cipta Kerja ini sudah bermasalah sejak proses awal pembahasannya, sarat kontroversi, menyebut beberapa di antaranya: pertama, disebut UU Cipta Kerja, tetapi diprotes keras oleh komunitas buruh, karena dinilai memperlemah posisi tawar buruh dalam negosiasi dengan perusahaan. Materi UU ini sarat dengan kemudahan, memberi "karpet merah" bagi investor asing untuk berinvestasi dengan harapan tercipta kesempatan kerja lebih banyak. 

Kedua, kontroversi dalam UU ini menyebut beberapa: kemudahan dalam perizinan yang berkaitan dengan lingkungan yang oleh sejumlah pakar lingkungan dinilai bertentangan dengan UU Lingkungan Hidup. Pemberian izin bagi pihak swasta untuk menguasai tanah negara sekurang-kurangnya 30 persen, diprotes oleh banyak pihak, karena dinilai bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. 

Dalam kebijakan pangan, lebih menyerahkan kepada mekanisme pasar global, telah diprotes oleh berbagai pihak karena bertentangan dengan program kemandirian pangan nasional, dan UU ini dinilai oleh banyak pakar ekonomi pertanian, sebagai sebuah kemunduran dibandingkan dengan UU Pertanian sebelumnya. 

Dan banyak lagi materi UU ini yang penuh kontroversi. Ketiga, UU ini telah "dibatalkan" secara substansial oleh MK, Pemerintah diwajibkan untuk melakukan koreksi sesuai dengan aturan hukum dalam konstitusi, selama dua tahun, dilarang membuat aturan-aturan baru dengan merujuk ke UU yang telah "dibatalkan" tersebut. 

Pemerintah bukannya melakukan koreksi sesuai amanat MK, tetapi melahirkan Perpu baru tentang UU Cipta Kerja dengan alasan terjadi kegentingan memaksa akibat pandemi Covid-19, krisis ekonomi, yang memerlukan instrumen untuk menarik investasi asing. Kalau tidak salah, Perpu ini belum disetujui DPR sebagai UU. UU yang sarat kontroversi, yang justru melahirkan ketidak pastian baru dalam berinvestasi.

Semestinya Pemda Gianyar dan Pemda Bali melakukan sosialisasi terhadap Perpu Cipta Kerja dan rencana proyek ULAPAN, menyangkut detail RTRW di ketiga kecamatan di atas, dan cetak biru kebijakan, mencakup penyelamatan: lingkungan, budaya dan keadilan ekonomi bagi warga lokal.(BB).