Fakta Persidangan Terungkap Prof Antara Tak Bersalah, Dana SPI Tak Ada Masuk Rekening Pribadi, Semua Masuk Rekening Unud Disahkan Jadi PNBP

  07 Desember 2023 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud) dengan terdakwa Mantan Rektor Unud Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU dan menghadirkan 2 orang saksi.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Universitas Udayana (Unud), kini semakin gamblang terang-benderang dan terbukti bahwa Mantan Rektor Unud Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.ENG. IPU., tidak bersalah. 

Hal itu terungkap dari pernyataan para saksi yang dihadirkan pada persidangan, Selasa 5 Desember 2023, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar. Pada sidang kali ini, menghadirkan I Gede Agus Darmayasa, SE, AK, MM selaku Kasubag Penerimaan PNBP Unud dan Anak Agung Ngurah Bagus Surya Negara, selaku Bendahara Penerimaan PNBP Unud.

Dari beberapa keterangan saksi yang telah dihadirkan pada persidangan, bahkan semua jawaban menyatakan kalau Prof. Antara saat ini menjadi korban, tidak ada kewenangan terkait dana SPI saat itu. Pasalnya, saat itu, Prof Antara menjabat sebagai Wakil Rektor I (WR I). Sedangkan kewenangan terkait dana SPI ada di WR II dan penanggung jawab adalah Rektor yang saat itu dijabat oleh Prof Raka Sudewi.

Ditemui usai persidangan, penasehat hukum terdakwa Prof. Antara, Gede Pasek Suardika (GPS) mengatakan sidang kali ini, keterangan saksi yang paling menarik adalah, tidak ada kaitan dengan terdakwa. Dimana seharusnya, saksi itu biasanya terkait, apa yang dia lihat, apa yang dia dengar, terkait dengan perbuatan terdakwa. 

Namun ini justru tidak ada kaitan, karena semua urusan berkaitan dengan pungutan dana SPI, kewenangannya ada di WR II, sedangkan terdakwa saat itu menjabat sebagai WR I. Selain itu, dugaan korupsi yang disangkakan terhadap terdakwa, juga tidak ada bukti, karena dari beberapa kali persidangan, tetap tidak terbukti kalau ada kerugian negara.

“Coba bantu kita, berapa sih korupsinya. Bantu cari berapa sih korupsinya. Karena kalau ngomong korupsi, tentu kita ngomong kerugian negara. Sedangkan, kalau ngomong kerugian Negara, itu ada angka, ada uang yang dirugikan. Cuan nya berapa yang dirugikan, kan belum ketemu sampai sekarang,” sentil Pasek Suardika.

Dalam fakta persidangan dan keterangan banyak saksi yang dihadirkan JPU selama ini bahwa dana SPI itu, lanjut Pasek Suardika, semua dana yang masuk ke rekening Unud, dan telah disahkan menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Semuanya kata dia, sudah jadi uang negara dan tentu tidak mungkin keseluruhan uang negara, disebut sebagai korupsi. 

“Kalau memang itu kerugian negara, seharusnya uang itu disita sebagai barang bukti. Kalau memang kerugian negara sampai 335 miliar atau 274 miliar, ini dua kerugian yang disebut jaksa, berarti kerugiannya besar. Mungkin kerugian terbesar dalam sejarah di Bali untuk kasus korupsinya,” tegasnya. 

Untuk itu, kata Pasek Suardika, kalau memang ini korupsi, harusnya semua dana dimaksud agar disita. Tapi nyatanya hal itu itu tidak disita, rekeningnya juga tetap berfungsi. “Kalau itu memang korupsi. Harusnya disita. Tapi kalau uang negara, ya tidak ada masalah dong. Masa uang negara mau disita oleh aparatur negara, kan lucu jadinya,” tegas Pasek Suardika kembali.

Dalam kasus ini, Pasek Suardika menyebut ada indikasi seperti yang disampaikan pada eksepsi, yang kesannya Prof Antara ditarget. “Kalau ngomong sebagai wakil rektor, ada WR I yang lain. Kalau ngomong sebagai ketua panitia, ada ketua panitia lain. Kalau ngomong sebagai Rektor, kan ada Rektor yang lain. Namun ini justru hanya dia (Prof Antara) saja yang dihukum. Itu namanya kriminalisasi. Karena apa?, ini kan kan tindakan kolektif kolegial, bersama sama, namun yang dihukum dia saja. Dengan Jabatan yang sama orang berbeda, dengan jabatan berbeda, orang sama,” tutupnya.(BB).