Ditipu Tokoh Puri Satria Denpasar, Suarsana Harap Polda Bali Profesional

  26 Juni 2023 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Foto: Nyoman Suarsana Hardika (berkacamata) didampingi kuasa hukumnya, I Made Dwiatmiko Aristianto, saat menunjukan lahannya di Jalan Badak Agung, Renon, Denpasar, Senin (26/6/2023).

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Kasus sengketa tanah di Jalan Badak Agung, Renon, Denpasar, antara Nyoman Suarsana dengan sejumlah Pengempon yang merupakan tokoh Puri Satria Denpasar hingga kini masih belum menemukan titik terang. Pihak Nyoman Suarsana diketahui juga telah melakukan pelaporan ke Polda Bali terkait adanya dugaan penipuan dan pemberian keterangan palsu oleh Para Pengempon Puri, dan berharap pihak Kepolisian bisa bersikap profesional dalam penanganan kasusnya.

"Selaku pihak yang dirugikan dalam hal ini, berharap Polda Bali bisa professional dalam menanganinya. Kalau mereka (Pengempon Puri Satria Denpasar, red) menyangkal ini penipuan, silahkan saja biar yang berwenang membuktikan nanti, yang jelas saya merasa tertipu," kata Nyoman Suarsana Hardika didampingi kuasa hukumnya, I Made Dwiatmiko Aristianto, kepada awak media, pada Senin (27/6/2023).

Lebih jauh Nyoman Suarsana menyebut, pihaknya telah menunggu selama sembilan tahun, hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait sertifikat tanah yang dijanjikan keluarga besar Puri Satria Denpasar. Hal tersebut berujung pada pelaporannya, terhadap 21 Pengempon Puri Satria Denpasar berinisial AANOR, AAGNP, AAGA, AANMM, AANBB, AANR, AANAT, AASAJG, AANAAP, AANAK, AAARS, AABR, AAGDD, AANGAJ, TNPW, TND, TNBA, TNAA, AASIAWG, CGP, dan CNPA, atas dugaan Tindak Pidana TP 378 berdasarkan Laporan Polisi (LP) nomor: LP/B/120/III/2023/SPKT/POLDA Bali tertanggal 8 Maret 2023 lalu.

Nyoman Suarsana mengaku sengketa berawal dari transaksi dua bidang tanah yang dilakukan kedua belah pihak. Namun, hanya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 5671 seluas 11.671 meter persegi yang sudah beres, dan sertifikatnya sudah atas namanya sendiri. Namun bidang tanah lainnya seluas 6.670 meter persegi dengan SHM Nomor 1565 masih bermasalah dan berujung pada sengketa.

Adapun harga bidang tanah SHM 5671 sebesar Rp400 juta per meter persegi, dengan total nilai jual lebih dari Rp46 miliar dan SHM Nomor 1565 seharga Rp450 juta per arenya, dengan nilai total lebih dari Rp23 miliar. Bidang tanah SHM 5671 disebutkannya sudah lunas, sedangkan SHM 1565 sudah diberikan uang muka sebesar Rp3,8 miliar. Namun, pelunasan SHM 1565 saat ini belum dilakukan karena sertifikat belum tak kunjung diserahkan pihak Puri.

"Kita udah beritikad baik, tapi dalam perundingan selalu saja menemukan jalan buntu. Hingga saya ajukan somasi pertama pada November 2022, masih tak digubris. Sehingga kita lanjut ke pelaporan Polda atas dugaan penipuan," jelasnya.

Tak hanya itu, Komang Suarsana mengakui pertemuan sudah pernah dilakukan berkali-kali dengan pihak pengempon puri untuk menyelesaikan kasus ini, tetapi selalu buntu. Menurutnya, objek yang menjadi masalah adalah Tanah Laba Pura Merajan Satria, pada tahun 1998 sempat ada gugatan dari pihak Budhi Moeljono (pihak ketiga, red) dengan pihak pangempon Laba Pura Puri Satria Denpasar, diketahuinya juga sudah ada putusan pengadilannya. 

Selanjutnya ada gugatan dari pihak Moeljono, juga perlawanan dari pihak pengempon Puri Satria Denpasar di tahun 2004, hingga ke tingkat Kasasi, belum usai perkara antara Puri Satria Denpasar dan Moeljono, pihak Puri Satria Denpasar di tahun 2014 lalu menjual tanah yang masih dalam sengketa tersebut kepada Komang Suarsana.

Bermodal percaya kepada pihak Puri Satria Denpasar dan Notaris selaku pembuat akta otentik, Komang Suarsana pun bersepakat dengan pihak pangempon Laba Pura Merajan Satria Denpasar, karena awal dirinya merasa tak ada masalah dan langsung menandatangani akta perjanjian jual-beli yang dilakukan di hadapan Notaris Wayan Setia Darmawan SH pada (15/8/2014) lalu.

Pihak pengempon Puri Satria Denpasar sepakat dari total luas tanah 6.670 meter persegi terhadap SHM Nomor 1565 seluas 6.670 meter persegi. Sebanyak 1.445 meter persegi akan digunakan sebagai jalan oleh Pak Nyoman Suarsana sebagai pembeli, sehingga pembayaran ke pihak pangempon hanya seluas 5.225 meter persegi.

Namun, disaat penandatanganan perjanjian jual-beli pihak pangempon sempat menyatakan jika SHM 1565 hilang, dan akan segera menerbitkan sertipikat pengganti hilang. Hingga sampai tahun 2022 pihak pengempon dikatakan belum juga menunjukan sertipikat tersebut ke notaris. 

Komang Suarsana di kagetkan dengan kedatangan pihak lain, yang tidak dikenal memperkenalkan diri bernama Hartanto, saat itu didampingi Tjokorda Jambe Pemecutan sebagai salah satu Pengempon Puri Satria saat itu, Hartanto menyebut bahwa sertipikat yang di perjanjikan tersebut saat ini dipegang Hartanto.

Adanya pengakuan tersebut, membuat Komang Suarsana merasa di bohongi. Ia pun sudah berkali-kali mempertanyakan penyelesaian masalah ini kepada pihak Pengempon, namun tidak pernah ditanggapi. Hingga, somasi pun dilakukannya kepada pihak Pengempon, dimana menurutnya Pengempon juga tidak ada itikad baik untuk mencari solusi penyelesaian masalah tersebut secara kekeluargaan.

"Harapan saya tetap supaya secepatnya terselesaikan dan saya mendapatkan hak saya sesuai dengan ini. Kita pun bisa menyelesaikan kewajiban kita sisa pembayaran itu," harapnya.

Diberitakan Baliberkarya.com sebelumnya, salah satu pengempon Puri Satria yang juga terlapor dalam kasus ini, Drs. Cokorda Ngurah Bagus Agung membenarkan adanya pemeriksaan oleh Penyidik Polda Bali. Dirinya mengatakan juga sudah melakukan pertemuan kepada pihak Nyoman Suarsana untuk melakukan mediasi, tetapi belum menemui penyelesaian.

“Saya mengetahui saat usaha untuk berdamai, nah seminggu ini karena damai yang kita niati, tentunya atas kedua belah pihak terkait. Nyatanya, itu belum ketemu damainya, sehingga saya tidak mau lanjut mengurus itu. Dari pihak semeton sementara ini menyerahkan kepada konsultan hukum, belum mencari pengacara. Belum menemui ujungnya, karena kami berbanyak orang dan kuasa damai itu diminta kita untuk bernegosiasi sebelum penandatanganan, di sana oleh pihak lawan tidak diberikan nego sebelum ada surat kuasa,” imbuhnya, saat dikonfirmasi langsung melalui telepon, Kamis (22/6/2023) lalu.

Dirinya berharap persoalan ini segera dapat terselesaikan, agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan di internal keluarga Puri Satria Denpasar. "Saya kenal (Pak Nyoman Suarsana, red) setelah ada transaksi. Kedua belah pihak, sebenarnya tidak ada masalah, ini kan karena ada pihak ketiga (Pihak di Solo, red). Itu saja yang bisa saya sampaikan, supaya diinternal keluarga saya tidak salah,” jelas Cok Bagus. 

Terkait penipuan ini, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, juga dikonfirmasi sebelumnya terkait adanya pelaporan dari pihak Nyoman Suarsana Hardika, membenarkan hal tersebut.

"Sudah melapor, nanti kita akan melakukan penyelidikan lah. Memanggil saksi-saksi, atau yang pertama yang kita pelajari, kemudian memanggil saksi-saksi," jelas Satake, melalui sambungan telepon, Jumat (23/6/2023).

Ia juga menyatakan hingga saat ini belum mengetahui apakah para pihak yang dilaporkan sudah ada yang dimintai keterangan oleh penyidik di Ditreskrimum Polda Bali.

"Saya belum menanyakan lebih lanjut iya terkait tentang itu, tapi nanti kita tanyakan ke Krimum. Nanti kita cek perkembangannya terkait kasus ini," pungkas Kabid Humas Satake.(BB).