Pengempon Pura Tirta Arum Serangan Akui ada Pemeriksaan bagi Warga yang ke Pura
Selasa, 17 Desember 2024

Ket poto: Foto: Nyoman Nada, Pengempon Pura Tirta Arum Desa Adat Serangan Denpasar
Baliberkarya.com - Denpasar. Pengempon Pura Tirta Arum Desa Adat Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar Nyoman Nada membenarkan terjadi pemeriksaan bagi warga yang akan sembahyang ke Pura Tirta Arum, yang lokasinya berada di ujung KEK Kura-Kura Bali. Namun ia memberikan penjelasan jika ada beberapa perlakuan pemeriksaan yang dilakukan terhadap warga Serangan yang akan ke Pura Tirta Arum.
Pertama, bagi warga yang berpakaian adat lengkap dan membawa berbagai properti untuk sembahyang maka petugas tidak memeriksa, melainkan hanya mengawasi demi keamanan dan kenyamanan warga yang akan upacara. Kedua, sekalipun warga asli Serangan namun hanya mengenakan pakaian adat madya, maka akan diperiksa di pos penjagaan, walau tidak sampai periksa KTP.
Ketiga, untuk orang luar Serangan yang akan ke Pura Tirta Arum, namun tidak mengenakan pakaian adat lengkap, maka akan disetop bila tidak ada izin dari pengempon Pura dan dari manajemen.
Baca juga:
Konsisten Jangan Tebang Pilih, Alit Kelakan Dukung Polda Bali Tindak Prostitusi Berkedok Spa
"Kalau kami yang sudah berpakaian lengkap tidak akan diperiksa lagi. Namun kalau ada Krama Hindu yang tidak berpakaian lengkap tetap diperiksa. Apalagi warga yang berasal dari luar Serangan pasti diperiksa ketat," katanya, Senin (16/12/2024).
Terkait dengan ternak warga yang hilang bila masuk ke wilayah KEK atau BTID, Nada mengakuinya. "Kalau mengenai ternak warga yang hilang setelah masuk ke wilayah BTID itu memang benar adanya. Yang saya maksud hilang itu bukan berarti diambil Kura-Kura atau dibunuh. Tetapi bahwa banyak warga yang mengeluhkan kehilangan ternak itu memang benar adanya," ujarnya. Berdasarkan informasi warga, mereka mengakui bahwa ternaknya selalu hilang bila masuk ke areal BTID atau Kura-Kura Bali. Warga juga mengakui terjadi arogansi antara KEK atau Kura-Kura Bali namun semua takut untuk buka suara.
Menurut Nada, persoalan yang dihadapi oleh masyarakat di Serangan adalah ada sebagian warga asli Serangan yang direkrut oleh Kura-Kura Bali dengan sistem kontrak. "Kalau investasi itu pro rakyat maka tenaga kerja lokal harus diangkat menjadi pegawai tetap. Kondisi berbeda dengan yang ada di Jimbaran, Nusa Dua. Dimana disana itu warganya kompak bersama desa adat. Bila ada masalah maka warganya bersama desa adat yang berhadapan dengan manajemen. Sementara di Serangan, ada warga yang direkrut sebagai pegawai kontrak dan warga ini yang malah dipakai untuk berbalik melawan orangnya sendiri. Memang tidak kompak," ungkapnya.
Ia menegaskan, kasus arogansi petugas terhadap seorang wartawan telah membuka jalan untuk perbaikan bersama terutama perlakuan terhadap pengunjung yang masuk ke Kura-Kura. Faktanya, perlakuan yang sama sudah dialami banyak orang. (BB)
Berita Terkini
Berita Terkini


Berita Terpopuler



