Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Percepat Kinerja Ekspor, ALFI Bali Yakin "Omnibus Law" Strategis Pangkas Birokrasi Panjang

Minggu, 12 Januari 2020

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

ilustrasi nett

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Salah satu kendala pelaku usaha yang menghambat daya saing produk Indonesia di pasar ekspor mancanegara selama ini adalah tingginya biaya logistik. Untuk itu, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Provinsi Bali mendorong pemerintah segera menerbitkan RUU "Omnibus Law" yang dinilai mampu menyederhanakan aturan yang dinilai berbelit-belit.
 
 
ALFI Bali berpandangan dengan adanya "Omnibus Law" maka akan meningkatan kinerja ekspor serta mendukung upaya pemerintah demi memangkas birokrasi perijinan usaha agar tercipta laju perekonomian yang lebih cepat dan transparan. 
 
"ALFI Bali terus mencari upaya bagaimana caranya logistik bisa lebih murah. Kami terus mendorong dan mendukung pemerintah lewat Omnibus Law agar dapat menekan biaya logistik di Indonesia," ucap Plt. Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Provinsi Bali AA Bayu Joni Saputra.
 
Pria ramah yang akrab Gung Joni itu berharap Pemerintah kedepan dalam membuat regulasi juga bisa mempermudah kelancaran ekspor. Gung Joni mendukung adanya "Omnibus Law" yang strategis dalam menyederhanakan aturan, dan memotong aturan yang menghambat investasi maupun pertumbuhan UMKM.
 
"ALFI Bali yang mempunyai 120 anggota aktif dan juga sekaligus berperan sebagai perwakilan dari pihak pengrajin juga terus ikut mendukung upaya penurunan biaya logistik ini. ALFI banyak bergerak di ekspor furniture dan handycraft," terangnya.
 
 
Gung Joni yang juga menjabat Wakil Ketua Umum (WKU) Kadin Bali Bidang Logistik dan Forwarder menjelaskan mahalnya biaya logistik selama ini salah satu disebabkan pembangunan infrastruktur yang tidak merata di beberapa daerah. 
 
Untuk itu, Gung Joni mengapresiasi pemerintahan Presiden Jokowi yang gencar melakukan pembangunan infrastruktur yang dianggap mampu membantu mengurangi kesenjangan antar daerah dan menekan biaya logistik secara perlahan.
 
Ket Foto: Plt. Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Provinsi Bali AA Bayu Joni Saputra
 
"Berbagai upaya perbaikan dan pembangunan infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan yang dilakukan pemerintah saat ini sehingga biaya logistik bisa berangsur lebih murah," ungkapnya.
 
Sementara itu, berdasarkan indeks performa logistik (Logistics Performance Index/LPI) Indonesia dari tahun ke tahun memang membaik. Sesuai catatan Bank  Dunia dari seluruh negara, LPI Indonesia berada di posisi ke-46 dunia dengan skor 3,15 pada tahun 2018. 
 
Capaian ini naik dari posisi sebelumnya dalam LPI 2017 di peringkat ke-63 dengan skor 2,98. Peringkat ke-46 dunia ini merupakan terbaik sejak tahun 2010. Daya saing logistik Indonesia juga masih tertinggal di tingkat ASEAN. 
 
Berdasarkan data Bank Dunia LPI Indonesia tahun 2018 berada di level 3,15 dari skala 1-5. Semakin mendekati 5 mengindikasikan daya saing logistik suatu negara semakin baik, sebaliknya kian mendekati 1 semakin buruk.
 
"Walau LPI Indonesia terus membaik namun biaya logistik masih tergolong tinggi. Inilah yang menjadi pekerjaan dan tugas kita bersama, khususnya juga bagi ALFI sendiri," pintanya.
 
Indeks daya saing logistik Indonesia berada di bawah Singapura (4,0), Thailand (3,41), Vietnam (3,27) serta Malaysia (3,22). Untuk peringkat dunia Thailand berada di posisi 32, Vietnam (39), dan Malaysia (41). Menurut data Frost and Sullivan, Indonesia memiliki biaya logistik termahal di Asia, yakni sebesar 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 
 
"Kami berharap LPI Indonesia semakin membaik sehingga harga produk lebih murah dan bersaing secara nasional maupun internasional," pungkasnya.(BB).


Berita Terkini