Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Temui Dewan, Ini Pernyataan Sikap dan 7 Tuntutan Aksi #BaliTidakDiam

Senin, 30 September 2019

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Pertama-tama, kami perlu menyampaikan bahwa aksi ini adalah aksi yang diinisiasi murni karena keresahan kami atas diberangusnya hak-hak demokrasi di Indonesia saat ini. Aksi ini adalah aksi yang merepresentasikan rakyat luas: karena disini, bukan hanya ada elemen mahasiswa, melainkan juga melibatkan buruh, seniman, jurnalis dan berbagai elemen masyarakat sipil lainnya. Oleh sebab itu, perlu diperjelas bahwa aksi ini tidak mewakili kepentingan politik praktis dari elit politik manapun. Meski kami menyampaikan kritik keras kepada pemerintahan Jokowi, itu murni karena posisinya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dan bukan karena adanya niat untuk menurunkan Jokowi atau menggagalkan keputusan pemilu seperti anasir-anasir yang digunakan oleh pemerintah untuk menggembosi gerakan rakyat yang sedang melakukan protes kepada pemerintahan saat ini. 
 
 
Inilah pernyataaan sikap kami: 
 
Rezim yang berkuasa saat ini, yaitu Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia harus bertanggung jawab atas bencana asap kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan, kekerasan dan korban jiwa di tanah Papua, dan berbagai perundangundangan anti rakyat yang dikeluarkannya. 
 
Di akhir masa jabatannya, pemerintah yang berkuasa saat ini semakin menunjukkan watak anti rakyat yang menjadikan rakyat Indonesia semakin sengsara dan tertindas. Di Kendari, sudah ada dua mahasiswa yang menjadi korban akibat represivitas aparat kepolisian hanya karena melakukan protes pada rancangan undang-undangnya yang bermasalah. Di Makassar, aparat kepolisian melindas mahasiswa dengan mobil sampai dalam kondisi kritis tanpa pertanggungjawaban. Di hampir seluruh wilayah lain di mana protes dilakukan, aparat kepolisian tidak segan-segan melakukan tindakan represif, bahkan banyak mahasiswa yang hilang tanpa kabar sampai saat ini, yang memperterang bahwa watak pemerintah semakin otoriter hampir seperti di era Orde Baru. 
 
Selain itu, pemerintah terbukti tidak cakap dan gagal melindungi dan mensejahterakan rakyat di Papua, dan lebih parah lagi untuk kedua kali juga gagal melindungi rakyat di Sumatera dan Kalimantan dari asap yang lahir dari konsesi-konsesi HGU (Hak Guna Usaha) perkebunan dan pertambangan skala besar yang diberikan oleh Pemerintah Pusat. Agenda sangat penting sebagai amanat reformasi dalam pemberantasan korupsi juga gagal total di bawah pemerintahan saat ini. 
 
Ket foto : ist 
 
Gerakan pemberantas korupsi mulai digembosi, dengan peristiwa pemilihan pansel pimpinan KPK hingga pemilihan calon pimpinan KPK. Peristiwa tersebut adalah titik awal masyarakat indonesia mulai bertanya mengenai ketegasan pemerintah terhadap agenda reformasi yaitu pemberantasan korupsi. Sampai pada terpilihnya pimpinan KPK yang beberapa pimpinan memiiki rekam jejak buruk serta pelanggaran kode etik sebelumnya. Semakin nyata apabila pemberantasan korupsi mulai di lemahkan dengan adanya Revisi UU KPK yang hanya membutuhkan waktu 12 hari. Sebenarnya dalam proses itu banyak muncul kejanggalan dan ditemukannya cacat formil dalam pembuatannya. 
 
Sikap dan respons pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sungguh memalukan dan tidak bertanggung jawab atas masalah-masalah mendasar hidup rakyat Indonesia. Pemerintah juga tidak pernah mampu menyelesaikan problem kaum tani atas masalah tanah dan memajukan produksi pertanian yang masih miskin dan terbelakang sejak jaman kolonial hingga sekarang, yang masih melestarikan monopoli tanah bagi perkebunan skala luas. Tidak hanya kemiskinan akut yang dialami oleh mayoritas kaum tani Indonesia, bahkan bencana asap kembali menyengsarakan rakyat di Sumatera dan Kalimantan.  
 
Sesungguhnya kebakaran dan asap yang ditimbulkan berakar pada monopoli tanah dalam sistem pertanian terbelakang yang melegalkan cara-cara murah dalam membuka lahan, yakni dengan membakar oleh perusahan-perusahaan besar perkebunan. Merekalah penerima Hak Guna Usaha (HGU) jutaan hektar yang membakar di lahan konsesi perkebunan besar kayu, areal hutan, dan tanah gambut. Karena itu, monopoli tanah oleh perusahaan-perusahaan besar, yang kemudian makin dilegitimasi oleh RUU Pertanahan telah menghianati semangat reforma agraria yang diamanatkan oleh UUPA sebagai hasil dari perjuangan gerakan rakyat di masa lampau. 
 
 
 
Dalam kesempatan ini, kami menyatakan duka sedalam-dalamnya atas tragedi yang terjadi di Wamena dan Jayapura yang menjadikan meninggalnya 27 orang. Meninggalnya puluhan masyarakat di Papua telah menambah daftar korban-korban sebelumnya termasuk penangkapan dan penghilangan. Pemerintah tidak pernah bersedia menyelesaikan akar masalah di Papua dan peristiwa penyerangan dan kekerasan semena-mena di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya pada 16-17 Agustus, justru lebih merespon menindak perjuangan demokratis mahasiswa dan rakyat Papua (di Jawa, Sulawesi, dan Papua) yang mengecam sikap rasis dan fasis negara dengan penangkapan, kekerasan, dan tuduhan makar. 
 
Serta berduka cita terhadap demokrasi Indonesia dengan kejadian Penangkapan jurnalis, sekaligus pegiat hak asasi manusia (HAM), Dandhy Dwi Laksono oleh Polda Metro Jaya merupakan bentuk perampasan kebebasan berpendapat. Dandhy ditangkap di rumahnya pada 26 September dengan tuduhan menyebarkan konten menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Padahal, Dandhy memposting informasi yang terjadi di Papua. Polisi menjerat Dandhy dengan Undang-undang Informasi Transaksi dan Elektronik Pasal 28. Dandhy memang tidak ditahan, namun ditetapkan tersangka. Begitu juga dengan penangkapan atas Ananda Badudu, musisi dan pegiat HAM yang juga mantan jurnalis Tempo dan Vice Indonesia. Ananda dituduh membiayai aksi mahasiswa yang menolak revisi UU KPK dan sejumlah RUU (RKUHP, Pertanahan, dll). Padahal, Ananda menggalang dana publik melalui platform online yang dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang terkumpul dipakai untuk logistik dan medis. Pada akhirnya ia dibebaskan dengan status saksi.   
 
Sikap anti rakyat pemerintah bersama segenap jajaran perwakilan rakyat di DPR juga dikuatkan dengan mempertahankan beberapa rencana undang-undang baru yang semakin merampas hak demokratis rakyat sampai titik paling rendah. RKUHP adalah sebagian contoh bahwa pemerintah berusaha mengatur warga negara hingga tidak memiliki kebebasan untuk menjalani hidupnya. Masih banyak pasal ngawur dalam peraturan tersebut yang cenderung tidak menjamin kebebasan warga negara. Sama halnya dengan RUU Pemasyarakatan yang tidak sejalan dengan semangat reformasi, contohnya adalah akan adanya remisi untuk koruptor. Padahal sebelumnya MK tidak mengabulkan uji materi UU 12 Tahun 1995 tentang pemberian remisi narapidana pada tahun 2017.  
 
 
Sebelumnya ada beberapa RUU yang harus disahkan seperti RUU PKS. Tahun 2016 ada kasus pemerkosaan yang tak kunjung selesai dalam penanganannya dan agar mampu diseleseikan harus menggunakan dasar hukum yaitu RUU PKS, akan tetapi saat ini pemerintah lupa dengan permaasalahan itu dan ditambah lagi mengeluarkan rancangan undang-undang yang sebenarnya belum dibutuhkan saat ini. Dalam hal ini, pemerintah eksekutif dan legislatif memperlihatkan dirinya seperti tidak pernah mendengar serta melihat permasalahan rakyatnya sendiri. Pemerintah saat ini bisa dikatakan seperti oligarki yang mewakili kepentingan pemodal besar yang terus mempertahankan penindasan terhadap rakyat Indonesia. Sebab yang mengajukan RUU tersebut adalah pemerintah eksekutif yang kemudian disepakati bersama dengan DPR. Dan RUU tersebut jelas tidak akan bisa disahkan jika tidak ada persetujuan bersama antara pemerintah eksekutif dan legislatif. 
 
Rakyat menolak pengesahan, RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU pertambangan minerba, RUU Permasyarakatan, dan mendesak pembatalan UU KPK serta UU SDA. Aturan lainnya juga yang didesak untuk di sahkannya RUU PKS dan RUU Perlindungan pekerja rumah tangga. Rakyat saat ini ingin ada perubahan dan juga muak atas tindakan semena-mena pemerintah yang kian hari semakin otoriter, dan hanya menguntungkan kelas-kelas tertentu, khususnya borjuasi dan tuan tanah besar. Saat ini, rakyat semakin sulit kehidupannya di tengah semakin tidak adanya jaminan dari pemerintah selain memeras dengan menaikkan pajak, harga-harga kebutuhan pokok, BPJS, dan banyak pungutan lainnya. Disitulah hakekat dari  perjuangan rakyat menolak dan melawan pemerasan dan penindasan, termasuk melawan korupsi! 
 
Karena itu, kami yang tergabung dalam gerakan #BaliTidakDiam mendukung sepenuhnya perjuangan dan tuntutan demokratis rakyat yang menolak aturan dan perundangan yang anti rakyat. Kami menuntut rencana undang-undang yang akan dikeluarkan tidak cukup ditunda melainkan harus dibatalkan! Kami juga mengecam tindakan kekerasan aparat kepolisian yang berlebihan terhadap aksi mahasiswa pada 24 September 2019 yang mengakibatkan puluhan korban luka-luka. Rakyat Indonesia muak dengan kekerasan negara dan mendukung perjuangan pemuda-mahasiswa dengan memberikan bantuan selama aksi dan saat mereka terluka, haus dan lapar. 
 
 
 
Kami mengecam cara-cara kuno aparatur pemerintahan saat ini yang mudah menuduh, menstigma, dan mengkriminalisasikan perjuangan rakyat dengan kata dan kalimat: Penunggang, penyusup, provokator, makar, aktor intelektual yang menyudutkan perjuangan demokratis rakyat.  
 
Atas situasi tersebut kami menuntut pemerintah dan jajarannya bertanggungjawab sepenuhnya atas penderitaan rakyat Indonesia dan tanpa syarat untuk memenuhi tuntutan rakyat, yakni: 
 
1. Menolak RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan; Mendesak Pembatalan UU KPK dan UU SDA; Mendesak Disahkannya RUU PKS dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga; 
 
2. Batalkan Pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR; 
 
3. Tolak TNI & Polri Menempati Jabatan Sipil; 
 
4. Stop Militerisme di Papua dan Daerah Lain, Bebaskan Tahanan Politik Papua segera; 
 
5. Usut pelaku kekerasan dan menghalang-halangi kerja jurnalis hentikan intimidasi dan kriminalisasi jurnalis, pegiat HAM, dan aktivis; 
 
6. Hentikan Pembakaran Hutan di Kalimantan dan Sumatera yang Dilakukan oleh Korporasi, dan Pidanakan Korporasi Pembakar Hutan, serta Cabut Izinnya; 
 
7. Tuntaskan Pelanggaran HAM dan Adili Penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan; dan pulihkan hak-hak korban segera! 
 
Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan. Kami juga menyerukan kepada rakyat untuk terus bersatu dan membantu masyarakat korban asap di Kalimantan dan Sumatera yang semakin menderita dengan bantuan sesuai kebutuhan. Selain itu, seluruh rakyat harus tetap bersatu dan mengintensifkan perjuangan ini semakin besar dan luas melawan seluruh kebijakan dan tindasan pemerintah yang semakin anti rakyat  Dengan persatuan dan perjuangan ini rakyat terus dapat membangun organisasi-organisasi rakyat demokratis semakin besar dan luas.
 
Sekedar info, aksi massa #BaliTidakDiam yang diiniasi selain oleh elemen mahasiswa, juga melibatkan buruh, seniman, jurnalis dan berbagai elemen masyarakat sipil lainnya. Aksi dilakukan untuk kedua kalinya ini dengan berjalan kaki dari Parkir Timur Renon menuju ke Gedung DPRD Bali. Sebelumnya aksi massa hanya mentok di gerbang DPRD Bali dan tanpa ada perwakilan dewan yang menemui. Namun aksi kali ini sejumlah anggota dewan seperti Sugawa Korry, Nyoman Suyasa dan lainnya tampak hadir menemui aksi massa kali ini, Senin (30/9). (BB/Rls)


Berita Terkini