50 Persen Taksi Online "Bodong", Dishub Bali Diharap Tegas Berani 'Kandangkan'
Sabtu, 11 Mei 2019
ilustrasi nett
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Denpasar. Transportasi online atau berjaringan (daring) diperkirakan sampai saat ini di Bali telah mencapai sekitar 8 ribu kendaraan. Mirisnya, setengah atau 50 persen transportasi online yang mencari penumpang di Bali disinyalir "bodong" alias ilegal.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Persatuan Transport Online Bali (PTOB), Drs. I Wayan Suata. Untuk menegakkan aturan, Ia berharap petugas yang punya kewenangan khususnya Dinas Perhubungan Provinsi Bali bersama pihak kepolisian segera melakukan penindakan dan penertiban angkutan online ilegal tersebut.
"Petugas harus bernyali dan berani menindak tegas angkutan online yang dinyatakan tidak berizin atau bodong, apalagi angkutan online banyak plat luar Bali dan tidak bayar pajak di Bali," tegas Suata.
Agar tak tebang pilih, Ketua Asosiasi Sopir Pariwisata Freelance Bali ( ASAPFB) itu juga berharap selain menindak angkutan online tak berijin angkutan sewa khusus, petugas terkait juga hendaknya berani tegas menindak angkutan konvensional yang tak berizin.
"Petugas atau aparat harus berani menindak setiap kendaraan yang melanggar aturan atau tidak berijin baik itu angkutan konvensional ataupun online yang tidak berizin harus ditindak tegas karena di Indonesia harus mengikuti aturan yang berlaku," tegasnya kembali.
Ket Foto: Ketua Persatuan Transport Online Bali (PTOB), Drs. I Wayan Suata
"Kalau mau melakukan penindakan taksi online bodong banyak kok di dekat Airport seperti disekitar pintu keluar bandara maupun disekitar kawasan objek wisata mereka (taksi online) berkeliran," imbuhnya.
Selain itu, Suata yang dikenal berani menyuarakan aspirasi itu juga berharap pihak vendor yang bekerjasama dengan transport online harus selektif menerima pendaftaran kendaraan-kendaraan yang beroperasi melalui online. Menurutnya, aplikator yang bekerjasama dengan angkutan online harus berupa PT atau koperasi yang memiliki izin penyelenggaraan angkutan.
"Kalau mereka tidak memiliki izin penyelenggaraan angkutan berarti dia nggak boleh sebagai vendor karena sudah jelas aturannya vendor itu adalah sebuah koperasi atau PT yang punya izin penyelenggaraan angkutan. Jadi kalau mereka tidak berijin dan bodong jangan diberikan operasional apalagi kendaraan yang ikut gabung di aplikasi online kandangkan saja," harapnya.
Suata pun menyoroti ketidaktegasan pemerintah selama ini sehingga peraturan masih kacau balau inilah yang menimbulkan kekacauan dan tidak harmonisnya hubungan antara taksi online dan angkutan konvensional. Ia mengkritisi Pemerintah Provinsi Bali melalui Perusda Bali yang ingin menutup angkutan online di Bali.
"Bukan Perusda yang memutuskan karena tidak punya kewenangan untuk menutup angkutan online karena Kementerian Perhubungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 sehingga Perusda wajib mentaati dan mengikuti aturan pemerintah pusat karena akan disebut sebagai pembangkang atau makar tidak mengikuti aturan pemerintah apalagi kita berada di bawah NKRI apapun keputusan yang dijalankan oleh pemerintah masyarakat sebagai warga negara wajib mengikuti aturan tersebut," pungkasnya.(BB).