Mih Dewa Ratu! Abrasi Kian Mengganas, Pesisir Pebuahan Terancam Tenggelam
Selasa, 08 Januari 2019
Baliberkarya
IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI
GOOGLE NEWS
Baliberkarya.com-Jembrana. Pasrah, itulah yang bisa dilakukan oleh sejumlah warga Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Jembrana, Bali terhadap bencana abrasi yang dihadapinya di kawasan pesisir sejak bertahun-tahun tanpa penanganan.
Bencana abrasi di wilayah tersebut, selain meluluhlantakan sejumlah warung kuliner, rumah warga dan jalan desa, juga mengancam daratan padat pemukiman penduduk. Sementara pemerintah daerah hanya bisa berkeluh kesah ke pemerintah pusat, berharap abrasi di bumi kepung itu segera mendapat penanganan.
Sayangnya hingga kini tidak ada penanganan nyata dari pemerintah pusat. Bahkan beberapa waktu lalu, salah seorang anggota DPR RI sempat turun mengecek lokasi, namun hingga kini tidak ada kabar berita terkait penanganan abrasi yang kian parah tersebut.
Untuk memperkecil gempuran ombak yang selama ini mengikis kawasan pesisir tersebut, warga tak henti-hentinya menanggulangi sendiri dengan menggunakan karung berisi pasir yang diletakan berjejer di pinggir pantai. Sayangnya usaha tersebut tidak maksimal, abrasi terus saja terjadi.
BACA JUGA : Denpasar Maksimalkan Pelayanan 'Izin Online'
Pemkab Jembrana juga sejak beberapa bulan ini memasang empat buah geotextile tube (alat pencegah abrasi laut) di empat titik rawan abrasi di Pantai Pebuahan, Desa Banyubiru.
Namun disayangkan pemasangan alat itu hanya sebatas uji coba dan Pemkab sendiri dari informasi tidak melakukan penambahan dan tidak ada rencana mengadakan alat tersebut. Hal ini tentu saja dipertanyakan warga sekitar terutama terkait keseriusan Pemkab Jembrana menanggulangi bencana abrasi tersebut.
"Ya patut dipertanyakan keseriusan Pemkab/pemerintah dalam menangani abrasi di wilayahnya. Di negara lain alat ini cukup bagus untuk mencegah abrasi tapi kenapa langkah ini tidak dilakukan juga? Kalau sebatas uji coba ya tidak serius," kata Umar salah seorang pemuda Banyubiru, Senin (7/1/2019).
Terkait hal tersebut, Kepala Bidang Sumber Daya Air pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Jembrana Wayan Widnyana dikonfirmasi mengatakan pihaknya memang memasang geotextile tube.
"Itu kami dapat dari sponsor yang difasilitasi oleh balai pantai yang berkantor di Musi Buleleng. Jadi belum ada rencana penambahan alat. Juga belum ada rencana pengadaan alat itu," katanya.
BACA JUGA : Implementasi Pergub, Mantap! Lima Perjanjian Kerjasama Produk Pertanian Lokal Ditandatangani
Pemasangan alat dinilai mulai menunjukkan hasil positif. Alat itu berfungsi untuk mengumpulkan pasir ke pesisir pantai dan bertujuan agar pesisir tak tergerus abrasi. Dengan uji coba pemasangan empat geotextile tube dengan panjang 20 meter dan lebar 2,2 meter dari garis pantai sejak beberapa bulan lalu itu, banyak pasir yang sudah terdampar di pesisir.
Pihaknya berharap dengan adanya pemasangan alat geotextile tube bisa lebih maksimal menanggulangi abrasi dan bisa menjadi solusi alternatif menangani abrasi.
Selama ini revetment (struktur pelindung pantai yang dibuat sejajar pantai dan biasanya memiliki permukaan miring. Strukturnya biasa terdiri dari bahan beton, timbunan batu, karung pasir, dan beronjong (gabion)) pantai sering menggunakan armor yang biayanya mahal dan merusak lingkungan karena memerlukan batu yang besar dan sulit didapat.
Dengan alat ini pihaknya optimis menjadi sebuah solusi apalagi melihat ada pasir yang terdampar, dan ada hamparan pasir.
Widnyana berharap masyarakat ikut menjaga alat geotextile tube yang telah dipasang tersebut sehingga terjaga dengan baik dan efektif.(BB)