Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

JL. Patih Nambi XII No.5, Desa Ubung Kaja, Denpasar Utara

Call:081353114888

redaksi@baliberkarya.com

Sidang Dakwaan Pungli Proyek 'Catalia Residence', Bos Judi Dingdong Terancam Hukuman 9 Tahun

Kamis, 06 Desember 2018

Baliberkarya.com - Suara Rakyat Bali Membangun

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Pengadilan Negeri Denpasar, mengadili terdakwa I Gusti Arya Dirawan (67) dan Hartono (44) yang tertangkap tangan menerima uang dari developer perumahan sebesar Rp10 miliar, dalam operasi tangkap tangan pungutan liar (OTT Pungli) oleh kepolisian dengan dalih kompensasi penggunaan jalan di Gang Mina Utama Denpasar, Jalan By Pass Ngurah Rai, yang dilintasi membawa material bangunan proyek Perumahan Catalia Residence.
 
 
Sidang masih dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nyoman Bela Putra Atmaja. Sementara terdakwa menghadapi perkara ini didampingi oleh pengacara Charli Yustus Usfunan dkk.
 
Dalam dakwaan Jaksa yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim pimpinan Bambang Eka Putra menerangkan, kasus dugaan pemerasan ini dilakukan kedua terdakwa pada tanggal 5 Agustus 2018 silam sekira pukul 18.30 wita di Warung Mina, Renon, Denpasar.
 
Kasus pemerasan ini berawal saat saksi korban I Gusti Made Arya yang merupakan pemborong perumahan membangun proyek pemukiman tahap pertama yang diberi nama Catalia Residence/Sambandha Residence di Jalan Bay Pass Ngurah Rai Gang Mina Utama, Denpasar.
 
Pada saat pembangunan tahap I ini, mengingat proses pembangunan melalui jalan milik warga di Gang Mina Utama, pihak pemborong sudah mendapat izin dari warga yang saat itu diketuai oleh I Gusti Arya Damaryanta (almarhum).
 
 
 
Izin ini dituangkan dalam surat  pernyataan persetujuan pemakaian Jalan yang dibuat pada tanggal 28 September 2008. Surat pernyataan yang dibuat itu intinya menerangkan bahwa I Gusti Arya Damaryanta (almarhum) mewakili warga memberikan izin kepada pemborong untuk menggunakan Jalan Mina Utama bersama-sama dnegan warga selama-lamanya. 
 
Dalam surat itu juga tertuang, surat pernyataan yang telah dibuat ini tidak dapat dicabut, baik pihak pemilik tanah atau siapa saja yang mendapatkan hak atas tanah-tanah sebagaimana tertuang dalam SHM.
 
Dalam surat pernyataan itu tertulis, SHM yang dimaksud adalah SHM Nomor : 3943/Sesetan an I Made Renggi, SHM Nomor 51.71.010.030.0023 an I Ketut Puja CD, SHM Nomor : 51.71.010.030.0022/21 an I Wayan Lenggeh dan yang terakhir I Gusti Made Aryawan.
 
Setelah pernyataan ditandatangani, saksi I Gusti Made Aryawan memberikan kompensasi atas penggunaan Jalan menuju proyek sebesar Rp 260 juta. Dimana uang terbut diserahkan kepada I Nyoman Diram Rp 30 juta dan I Gusti Arya Damaryanta (alamrhum) Rp 230 juta.
 
"Penyerahan uang tersebut juga sudah dibuatkan kuitansi,"ujar Jaksa yang akrab disapa Bella ini sebagaimana dalam dakwaannya.
 
Permasalahan muncul saat saksi I Gusti Made Aryawan merencanakan pembangunan perumahan tahap II sebanyak 40 unit rumah yang lokasinya bersebelahan dengan perumahan yang dibangun tahap I itu, sehingga dalam pembangunanya menggunakan akses jalan yang sama yaitu Jalan Gang Mina Utama.
 
Namun proses pembangunan berjalan lambat karena dihalangi-halangi oleh kedua terdakwa dengan alasan bahwa saksi korban I Gusti Made Aryawan harus membayar uang kompensasi atas penggunaan Jalan Gang Mina Utama yang merupakan akses menuju proyek.
 
"Kedua terdakwa meminta saksi korban untuk membayar kompensasi sebesar Rp 35 miliar," ungkap Jaksa Kejari Denpasar itu. 
 
Kedua terdakwa berdalih bahwa, permintaan kompensasi ini merupakan hasil rapat dengan warga Gang Mina Utama tanggal 13 Januari 2018 yang diketuai oleh terdakwa I, sedangkan terdakwa II sebagai Humas.
 
Dalam dakwaan juga dijelaskan, selain meminta uang kompensasi, kedua terdakwa sejak bulan Februari 2018 memasang spanduk di Jalan Mina Utama, depan perumahan Istana Family dan diatas portal.
 
Isi dari spanduk yang dipasang para terdakwa ini intinya meminta pemberhentian aktivitas mobilitas pekerjaan proyek di luar lingkungan Banjar Suwung Batan Kendal dan Jalan Utama.
 
Selain itu, terdakwa II mantan bos judi dingdong itu, juga memerintahkan kepada para sekuriti perumahan melarang para sopir yang membawa material bangunan masuk ke dalam proyek sampai ada uang kompensasi.
 
 
Singkat cerita, permintaan pemberian kompensasi senilai Rp 35 juta tidak disepakati. Kedua terdakwa meminta kepada saksi korban untuk membayar kompensasi sebesar Rp 10 miliar.
 
Penyerahan uang kompensasi Rp 10 miliar ini, rencananya akan diberikan secara bertahap. Yaitu tahap I diberikan pada tanggal 5 Agustus 2018 dan Januari 2019.
 
 
Atas permintaan pada terdakwa, penyerahan uang kompensasi tahap I dibayar tanggal 5 Agustus 2018 di Warung Mina, Renon sekitar pukul 20.00 Wita saksi korban yang diwakili pengacaranya, Made Dwi Yoga Saputra melakukan penyerahan uang sebesar Rp 100 juta.
 
Tak hanya itu, saat itu saksi korban yang diwakili pengacaranya juga menyerahkan 1 lembar Bilyet Giro (BG) dengan nominal Rp 2.500.000.000 atas nama Ketut Gde Sukarta Tanaya dan 1 lembar BG dengan nominal Rp 2.400.000.000 atas nama yang sama.
 
Uang tunai dan dua buah BG itu diterima langsung oleh kedua terdakwa dengan disertakan kuitansi. Tapi apes, setelah kedua terdakwa itu menerima uang dan dua buah BG, keduanya ditangkap oleh tim OTT (operasi tangkap tangan) saat keluar dari Warung Mina.
 
Kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 368 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman masimal 9 tahun penjara.
 
"Kedua terdakwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu kepunyaan orang lain agar membuat hutang maupun menghapus piutang," kata Jaksa, Kamis (6/12).(BB)


Berita Terkini